Liputan6.com, Jakarta - Motor bertransmisi otomatis atau motor matik merupakan jenis motor yang populer di Indonesia. Motor matik menawarkan kepraktisan dan juga beragam pilihan mesin.
Lantaran sudah jadi kendaraan favorit masyarakat karena yang mudah dan simple dikendarai, cukup gas dan rem, shockbreaker motor jenis matik juga memerlukan perhatian tersendiri, baik yang monoshock samping maupun shockbreaker belakang ganda.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Galuh Afriyanto, Koordinator Servis Yamaha SBR Pemalang, Jawa Tengah, pada dasarnya perawatan rear cushion unit (RCU) yang lebih dikenal shock absorber atau lebih akrab lagi shockbreaker belakang tidaklah sulit.
"Sebetulnya cukup sederhana kalo shockbreaker bagian belakang karena memang desainnya yang kebanyakan sudah minim perawatan, baik ganti oli maupun spring atau pegasnya. Cukup jaga kebersihan bagian sensitif dari shockbreaker, seperti bagian as shock," bukanya.
Tanda Shockbreaker Harus Ganti
Jika kotoran dibiarkan terlalu lama menempel, katanya, akan membuat as baret karena partikel-partikel debu dan kotoran yang bergesekan. Hal ini akan membuat seal rusak dan oli shock merembes. Imbasnya kinerja shock berkurang.
"Kalau udah begini ya alternatifnya cuma ganti baru,atau bisa dibawa ke tukang spesialis shockabsorber untuk di-repair," imbuhnya.
Sebenarnya tanda-tanda shockbreaker belakang harus diganti semudah merawatnya. Gejalanya, selain bocor, biasanya bantingan atau ayunan shock tidak nyaman karena rebound berkurang, terutama saat melewati jalan yang tidak rata. Kemudian saat manuver juga terasa tidak stabil.
Pertanyaan berikutnya, jika shock terasa ngejeduk saat melewati polisi tidur atau jalan tidak rata, terutama saat berboncengan, apakah selalu menjadi indikasi per sudah tidak berfungsi dengan baik? Jangan langsung memvonis shock rusak. Boleh jadi karena beban berlebihan dan jarak main terlalu rendah.
"Mentok bisa juga karena sudah rusak. Tapi ini tidak selalu mengindikasikan kerusakan. Misalnya bisa jadi olinya habis karena bocor, per sudah lemah atau jarak mainnya terlalu rendah. Tapi bisa juga karena muatan berlebihan," jelas Galuh.
Sumber: Otosia.com
Advertisement