Liputan6.com, Jakarta Meninggalnya pelari akibat henti jantung mendadak saat kegiatan seperti maraton bukanlah kejadian langka. Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa kejadian semacam itu.
Meskipun terlihat tanpa pertanda, sebuah studi yang dipublikasi di Canadian Medical Association Journal menemukan bahwa tetap ada gejala yang sesungguhnya dialami oleh para pelari tersebut sebelum terkena henti jantung.
Advertisement
Dilansir dari Men's Health pada Selasa (13/8/2019), penulis studi Paul Dorian dari divisi kardiologi University of Toronto mengungkapkan beberapa gejalanya.
Dalam sebuah studi lain setidaknya 29 persen atlet merasakan gejala tersebut yaitu:
- Napas pendek yang tidak terduga selama berolahraga
- Dada sesak
- Tekanan, rasa sakit, atau tidak nyaman saat latihan atau berkegiatan fisik
- Kehilangan kesadaran, terutama saat berolahraga
- Jantung berdebar parah tanpa diduga dan membuat tidak nyaman
- serta rasa pusing parah atau tiba-tiba muncul sesaat hingga nyaris pingsan.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Penyumbatan dalam Arteri
Dorian mengatakan bahwa tingkat henti jantung pada atlet memang terbilang jarang. Setidaknya, hanya 0,75 per 100 ribu dalam setahun. Selain itu, masalah ini kemungkinan dialami saat istirahat, bukan selama berkegiatan.
Dorian mengatakan, tidak diketahui pasti apa pemicu dan penyebabnya. Namun, sebagian besar orang bukan atlet mengalami henti jantung karena penyumbatan atau gumpalan dalam arteri yang membawa darah ke jantung.
"Dengan kata lain, masalah 'pipa ledeng' yang mengarah ke masalah listrik, serangan jantung," kata Dorian mengibaratkan.
Advertisement
Belum Diketahui Pemicu Pastinya
Sementara bagi para atlet, sangat sedikit untuk mengetahui apa pemicunya. Dalam studi tersebut, para penulis mencatat bahwa di usia 35, belum ada penyebab spesifik yang diidentifikasi.
Namun, mereka mencatat henti jantung kemungkinan disebabkan karena kondisi genetik seperti kardiomiopati hipertrofik, di mana dinding jantung yang menebal atau idiopatik hipertrofi ventrikel kiri, yaitu pembesaran atau penebalan ruang pompa jantung kiri.
Maka dari itu, Dorian meminta agar para atlet harus tetap memeriksakan diri ke dokter.
Selain itu, tenaga kesehatan harus memberikan pemeriksaan seperti kebiasaan pusing, pingsan, kehabisan napas atau sakit dada selama atau sesaat setelah latihan. Mereka juga harus mencatat riwayat penyakit jantung dalam keluarga di bawah usia 60.
Dari pertanyaan tersebut, dokter bisa merekomendasikan skrining lanjutan.