Mengupas Destinasi Super Prioritas Mandalika dan Potensinya bagi Pariwisata Nasional

KEK Mandalika digadang-gadang mampu membuka 58.700 lapangan kerja baru, dan meningkatkan output senilai Rp7,5 triliun bagi perekonomian nasional.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 12 Agu 2019, 13:02 WIB
Mandalika-Kuta Lombok (Foto: Dok Kementerian PUPR)

Liputan6.com, Jakarta - Saat ditanya lebih memilih liburan ke mana, Mandalika atau Gili Trawangan? Keiza, milenial yang juga mahasiswa kampus swasta di Jakarta, memilih liburan ke Gili Trawangan. Alasannya sederhana, meski sebelumnya tidak pernah liburan ke tempat itu, dirinya tahu betul indahnya pantai Gili Trawangan dari media sosial, atau paling tidak pernah menontonnya di acara jalan-jalan di televisi.

"Mandalika apa sih, belum tahu," katanya.

Ada banyak hal yang membuat pariwisata Mandalika tidak setenar Gili Trawangan. Kurangnya ekspose milenials salah satunya.

Pariwisata Gili Trawangan personal touch-nya langsung ke anak muda. Sadar akan pontensi milenials, beberapa atraksi wisata dibangun, mulai dari spot foto menawan, penginapan lengkap dengan fasilitas latihan diving, hingga open trip wisata nomaden menyusuri belasan gili yang ada di sekitar Pulau Lombok.

Saat itu di mana Mandalika? Mungkin putri cantik itu masih tertidur sehingga belum banyak yang tahu tentang keindahannya. Padahal kawasan pesisir selatan NTB itu punya keunikan tersendiri. Mulai dari keindahan alam hingga adat istiadat penduduknya.

Setidaknya ada 5 pantai menawan yang tak kalah indah dari Gili Trawangan di kawasan Mandalika. Sebut saja Pantai Tanjung An, Pantai Serinting, Pantai Gerupuk yang cocok bagi penggila olahraga selancar, Pantai Kuta Lombok dengan pasirnya yang putih dan lembut, dan Pantai Seger yang menjadi lokasi Festival Bau Nyale. Dari atas bukit-bukit yang eksotis, wisatawan bisa menyaksikan keindahan pantai-pantai ini dari ketinggian.

Mandalika juga menjadi rumah bagi suku Sasak, suku asli Lombok yang bisa wisatawan temukan di dua desa adat, yaitu Desa Adat Sade dan Desa Adat Ende. Di dua desa adat itu wisawawan lokal maupun mancanegara bisa berinteraksi langsung dengan orang-orang suku sasak.

Kementerian Pariwisata, pemda, dan dinas pariwisata setempat melakukan beragam usaha untuk membangkitkan pariwisata Mandalika. Usai ditetapkan sebagai salah satu dari 10 Bali Baru, dan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dua tahun lalu oleh Presiden Joko Widodo, berbagai potensi wisata kawasan tersebut satu per satu muncul, dan mulai dilirik wisatawan.

Salah satunya adalah atraksi Peresean, duel gladiator ala Lombok. Festival Peresean yang masuk dalam kalender event wisata Lombok Tengah cukup mendapat animo positif dari wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.  

Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah, Lalu Putria kepada Liputan6.com menjelaskan, selain sebagai pelestarian budaya dan kesenian Suku Sasak, dirinya mengakui festival tersebut digelar juga dengan maksud untuk mendongkrak pamor Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

"Bukan cuma sebagai hiburan bagi wisatawan lokal maupun asing di KEK, tapi lebih dari itu Festival Peresean ini menjadi promosi dari KEK Mandalika," ujarnya kala itu.

 

 


KEK Mandalika

Presiden Jokowi Saat Meninjau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Jumat (17/5/2019). (Foto: Biro Pers Setpres)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomo 52 tahun 2015, Mandalika telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata. Dengan luas area KEK mencapai 1.035,67, diharapkan potensi pariwisata di pesisir Lombok Tengah itu bisa terekspose, atau paling tidak bisa menyamai kesuksesan Gili Trawangan.

Atas keberhasilannya membangun wisata MICE Nusa Dua, pemerintah lantas menunjuk PT Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) sebagai badan usaha dan pengelolanya. Dengan nilai investasi pembangunan kawasan mencapai Rp2 triliun, diharapkan KEK Mandalika mampu menarik investasi hingga Rp28 triliun pada 2025, membuka 58.700 lapangan kerja baru, dan meningkatkan output senilai Rp7,5 triliun bagi perekonomian nasional.

Dalam perkembangannya, KEK Mandalika tengah membangun berbagai infrastruktur pariwisata baru melalui formula 3A yang kerap diungkapkan Menteri Pariwisata Areif Yahya, yaitu aksesibilitas, amenitas, dan atraksi.

Aksesibilitas, KEK Mandalika telah membangun jalan kawasan sepanjang 4 kilometer, pembangunan jalan sttrategis nasional rencana Penunjak – Kuta sepanjang 18,2 kilometer. Jalan ke Bandara Internasional Lombok ke Mandalika yang berjarak sekitar 18 kilometer juga sudah mulus. Tak hanya itu, pemerintah tengah mengebut pengerjaan infrastruktur kelistrikan sehingga kawasan Mandalika telah memiliki gardu induk sendiri dengan kapasitas 150 Kv.

Untuk amenitas, pengelola tengah membangun hotel sekelas bintang 5. PHRI setempat bekerja sama dengan Kemenpar juga tengah menggalakkan program guest house yang bisa dirintis oleh masyarakat setempat. Tak hanya itu, beberapa penginapan juga mulai bermunculan seiring dengan perkembangan pariwisata Mandalika.

Bagaimana dengan atraksi? Untuk atraksi budaya, Mandalika sudah tidak diragukan lagi. Fokus pemerintah kini tertuju pada bagaimana menarik kunjungan 2 juta wisman tiap tahun. Maka tak tanggung-tanggung, pemerintah Presiden Jokowi tengah membangun sirkuit berkelas internasional di KEK Mandalika. Bahkan pada 2021, sirkuit ini ditargetkan bisa digunakan untuk ajang bergengsi MotoGP.  

 

 


Sirkuit Mandalika

Foto udara pada 23 Februari 2019 menunjukkan proyek pengembangan pesisir Mandalika yang diusulkan menjadi lokasi balapan sepeda motor MotoGP dengan sirkuit jalan yang dibangun khusus, di Mandalika, selatan Lombok. (ARSYAD ALI/AFP)

Membangun sarana tourism sports sekelas sirkuit tentu tidak semudah membalikan telapak tangan. Terlebih sirkuit tersebut dibangun jauh dari pusat ibu kota, dengan daya dukung infrastruktur jalan yang masih minim. Upaya pertama yang dilakukan pemerintah sebelum membangun sirkuit adalah memastikan daya dukung infrastruktur jalan tersebut.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) perlu memastikan kelancaran akses jalan dari Bandara International Lombok (BIL) ke kawasan Mandalika. Untuk itu, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina Marga akan membangun jalan bypass sepanjang 17 km dengan lebar 50 meter, 4 lajur dilengkapi trotoar dan median jalan.

Jalan bypass tersebut juga akan mendukung sirkuit MotoGP yang juga akan dibangun di kawasan Mandalika. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, semua fasilitas penyelenggaraan MotoGP 2021 di Mandalika akan segera dikerjakan dan ditargetkan selesai pada akhir tahun 2020.

Termasuk pembangunan Jalan Bypass BIL menuju Mandalika yang akan dikerjakan Kementerian PUPR. 

"Perluasan bandara sudah, selanjutnya pembangunan jalan yang sudah ada penloknya. Sehingga kita harapkan konstruksi paling lambat mulai Januari 2020 dan pada tahun 2020, semua fasilitas MotoGP betul-betul sudah siap. Sehingga pada tahun 2021 betul-betul bisa melihat MotoGP diselenggarakan di Mandalika, Lombok, NTB, Indonesia," ungkap Presiden Jokowi, Mei 2019 silam.

Menurut Jokowi, jalan bypass yang dibangun bukan hanya untuk MotoGP saja, tetapi memang akses yang paling bagus untuk masuk ke Mandalika. Sehingga perkembangan Mandalika dapat betul-betul segera bisa menjadi Bali baru. 

"Melebihi tol, gede, lima puluh meter. Tadi gambarnya sudah ditunjukkan ke saya. Proses penetapan lokasi sudah, segera dikerjakan," katanya.

Sementara itu, Direktur Utama ITDC, Abdulbar M Mansoer opstimis Indonesia bisa menjadi tuan rumah gelaran olahraga bergengsi MotoGP. "Kita tandatangani kontrak di Januari dengan Dorna. Kita bersaing dengan Brazil tapi kita yang terpilih. Kita siapkan venue, bangun sirkuit," katanya.

Abdulbar juga mengatakan, sirkuit Mandalika merupakan sirkuit jalan yang benar-benar dibangun dari nol, tidak seperti di Singapura dan Monako, yang apabila tidak ada balapan, sirkuit akan berubah menjadi jalan akses di kota tersebut.

Secara rinci, Sirkuit Mandalika dibangun dengan kapasitas penonton mencapai 93.000 tempat duduk, dan kapasitas penonton tanpa tempat duduk sebanyak 138.700 orang. Pembangunan sirkuit yang dijadwalkan Oktober 2019 – Juni 2020 ini menghabiskan dana sekitar Rp3,6 triliun. Selain infrastruktur jalan akses, ITDC juga akan membangun hospitality suite untuk 7.700 penonton.

Jika mau membandingkan, Indonesia perlu belajar dari keberhasilan negara tetangga Thailand dalam membangun sirkuit demi kemajuan pariwisata. Laman ttrweekly.com mengungkap, Sirkuit Buriram yang dibangun Thailand pada 2018 berhasil menyerap 7.749 tenaga kerja di sektor pariwisata. Dalam tiga hari penyelenggaraan MotoGp, sirkuit itu berhasil mendatangkan 205.000 penonton, yang sekitar 50 ribu di antaranya adalah wisman. Dari gelaran singkat itu pemerintah Thailand berhasil meraup pemasukan senilai Rp146 miliar, dengan eksposure 800 juta pemirsa televisi di seluruh dunia.

Yang perlu dicatat adalah tiga sektor yang menjadi pemasukan utama dalam gelaran MotoGp Buriram antara laun transportasi, kuliner, dan akomodasi. Pemasukan lainnya datang dari jasa dan souvenir serta hiburan.

Bagaimana dengan Mandalika? Seri Mandalika yang akan digelar pada 2021 akan menjadi balapan jalan raya pertama di MotoGP, dengan panjang lintasan mencapai 4,32 kilometer, yang dilengkapi 18 tikungan dan 1 trek lurus, dan 40 garasi di Paddock Area.

Dengan karakter lintasan flowing tersebut, Arief Kurniawan, pengamat F1 dan MotoGP menilai, Sirkuit Mandalika akan menjadi ‘makanan’ bagi pebalap Valentino Rosi dan Marc Marquez. Namun yang menjadi pertanyaan Arief adalah, apakah Valentino Rossi, pebalap yang menjadi magnet penonton MotoGp, masih ikut balapan? Mengingat semua kontrak pebalap habis pada 2020.

"Marquez belum tentu masih di Honda, Rossi juga belum tentu masih balapan atau tidak pada 2020," katanya.

*Untuk lebih jelas silakan klik Visual Stories Sirkuit Mandalika di sini. 


Bayang-Bayang Gempa dan Tsunami

Seorang wanita berdoa di depan puing-puing bangunan di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (11/8). BNPB menyatakan gempa Lombok hingga saat ini telah menewaskan 387 orang. (AP Photo/ Firdia Lisnawati)

Secara umum kunjungan wisata ke Lombok memang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring dengan makin banyaknya atraksi wisata. Data Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Lombok tercatat 3.508.903 orang, terdiri dari 2.078.654 wisnus, dan 1.490.249 wisman.  Jumlah tersebut naik jauh ketimbang tahun sebelumnya.

Namun bencana gempa bumi membuat kunjungan wisata ke Lombok anjlok pada 2018. Dari data terungkap, pada triwulan III dan IV terdapat penurunan jumlah wisatawan yang sangat jomplang. Triwulan III 2018, kunjungan wisata ke Lombok hanya 620.398 padahal targetnya sudah tembus ke angka 1 juta. Sementara pada triwulan IV, kunjungan wisata hanya di angka 259.744, padahal biasanya sudah lebih dari 1 juta kunjungan wisata.

Tren buruk kunjungan wisata Lombok masih berlanjut hingga awal 2019. Data Badan Pusat Statistik menyebut, hanya 5.713 wisman yang masuk melalui Bandara Internasional Lombok pada Januari – Februari 2019. Jumlah tersebut turun 38,14 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mampu mencapai 11 ribuan kunjungan wisman. Masih di periode yang sama, kunjungan wisnus ke Lombok juga jeblok lantaran imbas tiket pesawat yang mahal.

Stakeholder pariwisata Lombok sadar betul di kawasannya melintas sesar lokal Gunung Rinjani yang sewaktu-waktu bisa memicu gempa bumi. Bencana gempa bumi memang tak bisa dihindari, namun paling tidak ada usaha agar tidak banyak memakan korban jiwa.

Atas dasar itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bersama Pemda setempat telah membangun 80 titik rambu jalur evakuasi tsunami. Rambu itu telah terpasang di sepanjang pesisir pantai Nusa Tenggara Barat (NTB). Antara lain, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, kawasan Tiga Gili (Gili Trawangan, Meno dan Gili Air) di Kabupaten Lombok Utara (KLU), Lombok Tengah, Lombok Barat, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Dompu, Kabupaten Bima, dan di Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur.

"Nantinya, ketika akan tsunami masyarakat sudah diarahkan ke tempat lebih tinggi sebagai bagian dari upaya penyelamatan sementara," ujar Ahsanul Khalik Kepala BPBD NTB.

Khusus di KLU, yakni di kawasan Tiga Gili, titik kumpulnya ada di Pelabuhan Bangsal di Pemenang. Sementara di wilayah lainnya difokuskan pada daerah ketinggian yang sudah ada rambu terpasangnya.

Selain pemasangan rambu jalur evakuasi, kata Ahsanul Khalik, pemerintah hingga saat ini juga sudah membentuk 36 desa tangguh bencana di NTB. Rinciannya, ada dua kelurahan di pesisir Kota Mataram yang tangguh terhadap bencana, yakni Jempongbaru di Kecamatan Sekarbela dan Kelurahan Ampenan Selatan di Kecamatan Ampenan.

Menurut mantan Kepala Dinas Sosial NTB itu, seluruh desa dan kelurahan yang tangguh bencana sudah diberikan sosialisasi dan pemahaman tentang bencana sejak 2011 hingga 2018. Bahkan, mereka juga dilatih dengan berbagai kegiatan untuk penanganan bencana.

"NTB harus secara komprehensif mempraktikkan manajemen risiko bencana, mulai dari pencegahan bencana dan juga mitigasi bencana karena dari 14 jenis bencana yang ada, di NTB ada potensi 11 jenis bencana yang bisa saja terjadi," ucapnya.

BPBD bekerjasama dengan BMKG juga telah memasang sirene jika nanti terjadi tsunami. Sirene ini dipasang di beberapa titik yang dikendalikan dari kantor BPBD. Dalam waktu dekat BMKG juga akan menyerahkan alat EWS (Early Warning System) yang sudah dipasang di beberapa lokasi yang menjadi bagian dari peringatan bagi masyarakat sehingga ada pencegahan terhadap jatuhnya korban yang lebih banyak.

Terkait mitigasi bencana, kata Ahsanul, ke depan semua perencanaan pembangunan di NTB harus menggunakan pendekatan perencanaan berbasis kebencanaan, mulai dari struktur dan pemetaan bangunan yang ramah bencana, pemetaan struktur tanah dan hal-hal lain yang terkait langsung dengan kesiapsiagaan dan kewaspadaan.

Beragam usaha tersebut akan percuma jika tidak ada dukungan dari media. Mengapa media menjadi penting? Di tengah revolusi industri 4.0, penggunaan gawai dalam berbagai aktivitas telah dilakukan banyak orang, termasuk mencari informasi. Peran media menjadi penting sebagai counter dan pelindung masyarakat dari paparan berita hoaks.

Itu juga yang dilakuan negara tetangga, Thailand. Saat negara itu diguncang aksi teror bom, semua media melakukan aksi silent. Paling tidak enggan memberitakan warta yang berlebihan, yang bisa membuat ambruk kepercayaan wisman terhadap sektor pariwisata negara tersebut. Imbasnya sebulan usai tragedi aksi teror bom, pariwisata Thailand langsung bangkit dan kembali ke trek semula.

 


Milenial Adalah Kunci

Brand Talent Andalan Feminine Care, Sonya Pandarmawan di Kuta Mandalika. (Deki Prayoga/Fimela.com)

Milenial adalah kunci. Kalimat itu perlu diresapi banyak orang yang bernaung dalam wadah besar bernama pariwisata Indonesia. Mulai dari penyedia jasa open trip kecil-kecilan hingga penentu kebijakan, yaitu pemerintah.

Data Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mengungkap, wisatawan milenial jumlahnya mencapai 50 persen dari jumlah wisatawan secara global. Persentase itu diproyeksikan bakal tumbuh berkali lipat.

Pertumbuhan itu ditandai dengan berubahnya gejala budaya di lapangan. Go digital yang membuat semuanya semakin mudah juga mendorong perubahan perilaku traveler saat ini, mereka cenderung mandiri dan individual.

Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam satu pertemuan pernah mengatakan, wisman Tiongkok yang dahulu dikenal sebagai group tourism, kini berubah menjadi individual tourism

"Sekarang 70 persen wisman Tiongkok itu individual, 23 persen di antaranya usia 15-23 tahun," kata Menteri Pariwisata Arief Yahya. 

Bagaimana dengan Indonesia? Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, setidaknya ada sekitar 23,95 persen anak milenial dari total 265 juta jiwa penduduk Indonesia pada 2018. Kelompok anak milenial itu mengacu pada rentang usia antara 20-34 tahun. Itu artinya, ada sekitar 60 juta penduduk Indonesia yang masuk dalam kelompok milenial, dan jumlahnya akan terus bertambah.

Diproyeksikan antara tahun 2020 hingga 2030, Indonesia akan mengalami bonus demografi. Pada saat itu, jumlah milenial akan sangat banyak, presentasenya menembus angka 40 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Artinya, mau tidak mau semua garapan destinasi wisata baru, termasuk KEK Mandalika, yang tengah dikerjakan pemerintah perlu mempetimbangkan keberadaan milenials.

Jika ada anggapan garapan KEK Mandalika lebih fokus pada pariwisata MICE bukan pariwisata milenials, itu bukan berarti pengelola tidak perlu menghiraukan personal touch kepada milenials. Justru kaum milenial perlu dirangkul dan dioptimalkan potensinya untuk menyebarkan eksposure dan keindahan Mandalika melalui gawai dan kekuatan digital.

Dari situ juga, milenials bisa mengeksplorasi beragam potensi yang dimilikinya. Mulai dari menciptakan inovasi startup, membuat atraksi wisata, hingga membuka akomodasi dengan layanan prima yang personal touch langsung ke traveler milenials. Pada tahap ini, milenials butuh uluran tangan pemerintah, agar cita-cita membuka puluhan ribu lapangan kerja baru dari KEK bukan hanya sekadar jargon pemanis belaka. 

Nampaknya formula ‘Pentahelix’ ABCGM (Academician, Business, Community, Government, Media) milik Menteri Pariwisata Arief Yahya, perlu dievaluasi. Kita perlu menambahkan Milenials dalam ABCGM. Dengan formula ABCGM+Milenials, kita bersama yakin bisa membangun iklim pariwisata yang tak hanya kondusif tapi juga bisa mampu meningkatkan perekonomian masyarakat, sekaligus membawa harum nama bangsa di kancah pariwisata global.  

 

Simak juga videp pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya