APBN Tak Tepat Sasaran, Ekonomi Indonesia Melambat

Bappenas menyebutkan, sampai saat ini, peran APBN dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi belum maksimal.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Agu 2019, 14:30 WIB
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menkumham Yasonna Laoly, dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat rapat kerja dengan Banggar DPR, Jakarta, Selasa (4/9). (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengakui alokasi belanja pemerintah pusat dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut dia, alokasi anggaran belum seluruhnya tepat sasaran.

"Ruang kita untuk bergerak atau fiskal space tidak banyak. Karena bagaimana pun ada belanja mengikat, belanja rutin yang tidak dapat ditinggalkan, apakah belanja pegawai, transfer daerah, pembayaran bunga utang, atau kewajiban 20 persen pendidikan 5 persen kesehatan dan subsidi yang mau tidak mau masih tetap ada dalam berbagai bentuk dan komoditas," jelas Menteri Bambang saat menutup seminar nasional di kantornya, Jakarta, Senin (12/8/2019).

Seperti diketahui saat ini, jumlah belanja pemerintah pusat dalam APBN saat ini hampir mencapai sekitar Rp 2.500 triliun. Namun, besaran ini belum efektif dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi.

Menteri Bambang menyebut, ruang fiskal dan kemampuan investasi pemerintah untuk mendorong berbagai sektor tidak begitu banyak. Sebab, alokasi anggaran yang diberikan pemerintah diperuntukkan untuk belanja yang sudah mengikat.

"Tentunya kita berharap belanja negara tidak sekadar jalankan operasional pemerintahan. Belanja dalam APBN punya peran lebih, pendorong dan penggerak ekonomi," kata dia.

Meski secara besaran jumlah alokasi belanja pemerintah meningkat setiap tahunnya, keperluan di luar dari belanja mengikat masih cukup luas.

Oleh karena itu, dirinya menginginkan agar kementerian dan lembaga mampu mempergunakan anggaran yang terbatas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kajian Bappenas

Menteri PPN/Bappenas, Bambang Brodjonegoro memberikan keterangan terkait rencana pemindahan ibu kota negara di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Pemerintahan Presiden Jokowi kembali membuka wacana pemindahan ibu kota negara karena kondisi lingkungan Jakarta yang semakin menurun. (merdeka.com/Imam Buhori)

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Kementerian Bappenas, setiap satu persen peningkatan belanja kementerian.lembaga itu andil pertumbuhan ekonominya sebesar 0,06 persen. Sementara bila peningkatan mencapai sebesar 11 persen, andilnya sebesar 0.66 persen.

"Namun, realisasi kenaikan 11 persen andil 0,24 persen. Ada selisih -0,42 persen itu adalah belanja yang belum tepat sasaran. Belum memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Sayang sekali karena meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0,42 bukan hal mudah. Naik 0,1 susah. artinya, kalau ada kesempatan naik segitu dengan hanya instrumen belanja, harusnya itu dimanfaatkan," pungkas dia.

Sebelumnya, Deputi Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Prijambodo menilai bahwa kenaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya merupakan suatu hal wajar. Namun, peningkatan itu tidak cukup dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia.

 


Dinilai Perlu Ditingkatkan Lagi

Menteri Negara PPN/Ka Bappenas Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara dalam diskusi bertema "Berapa Lama Membangun Ibukota Baru?" di Jakarta, Senin (13/5/2019). Presiden Joko Widodo ingin ibu kota baru berada di luar Pulau Jawa, terutama Kalimantan dan Sulawesi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Bambang menyampaikan, saat ini belanja negara melalui APBN sudah mencapai sekitar Rp 2.000 triliun lebih. Namun, masih banyak yang beranggapan, angka tersebut perlu ditingkatkan. Ini karena belanja negara tersebut belum berdampak langsung dalam menangani berbagai persoalan yang ada di Indonesia.

"Banyak pertanyaan APBN sudah meningkat. Seingat saya 2004 Rp 400 triliun, sekarang Rp 2.000 triliun, lima kali lipat tapi efektivitasnya masih banyak beranggapan masih harus ditingkatkan. Terutama di dalam kota mendorong pertumbuhan ekonomi maupun kualitas penurunan kemiskinan dan juga di dalam mengurangi ketimpangan," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya