Miliarder Hong Kong Memohon Agar Protes Akbar Berakhir

Demonstrasi anti-pemerintahan China di Hong Kong memberikan dampak signifikan ke ekonomi. Miliarder pun angkat suara.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 13 Agu 2019, 18:00 WIB
Polisi Hong Kong menembakan gas air mata ke kerumunan demonstran (AP/Kin Cheung)

Liputan6.com, Hong Kong - Taipan Hong Kong akhirnya angkat suara menolak protes besar-besaran di negerinya yang dinilai sudah melewati batas hukum. Miliarder Peter Woo Kwong-ching (73) menyebut tindakan anarkis yang terjadi sudah mirip tindakan terorisme.

"Tindak kekerasan yang melanggar hukum dan intimidasi terhadap masyarakat sipil demi mengejar tujuan politik, beberapa orang bilang itu adalah definisi terorisme di Kamus Bahasa Inggris Oxford. Saya meminta kepada setiap kelompok: baik yang merah, kuning, biru, putih atau hitam, tolong jangan menggunakan kekerasan," ujar Woo seperti dikutip South China Morning Post.

Untuk diketahui, pendemo anti-pemerintah China di Hong Kong identik dengan pakaian hitam, sementara pro-pemerintah China mengenakan warna putih. Mayoritas pendemo juga anak muda, yakni 60 persen, yang notabene kalangan kelas menengah terdidik.

Para taipan properti di Hong Kong mulai dari CK Hutchison, Henderson Land Development, Sun Hung Kai Properties, dan New World Development, juga menyiarkan petisi agar masyarakat menyetop semua protes ilegal. CK Hutchison sendiri adalah perusahaan milik miliarder terkaya Hong Kong, Li Ka-shing.

Pasar properti angkat suara karena mall-mall di Hong Kong sedang dilema, sebab mereka perlu memilih antara melarang polisi masuk ke mall untuk meringkus pendemo atau membiarkan polisi masuk mall. Mall milik miliarder Peter Woo kena damprat media pemerintah China karena "melindungi" pendemo. Sebaliknya, jika pengelola mall membiarkan polisi masuk mall, maka pihak pendemo akan murka.

Peter Woo berkata demo mestinya sudah berakhir karena tuntutan membatalkan RUU Ekstradasi sudah berhasil. Namun, kini pendemo ingin Pemimpin Eksekutif Carrie Lam mundur sebagai satu dari lima tuntutan mereka.

Demo sekarang pun dinilai hanya mengulang gerakan Occupy Central yang terjadi di Hong Kong pada 2014 lalu. Gerakan itu juga dikenal bernama Gerakan Payung sebagai simbol melawan gas air mata polisi.

"RUU Ekstradisi sudah game over. Lima tuntutan yang ada hanyalah pretensi untuk memperjuangkan apa yang gagal pada gerakan Occupy Central yang sudah melewati apa yang diizinkan hukum," ujar miliarder itu.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Setelah Ditutup Seharian Karena Demo, Bandara Hong Kong Dibuka Hari Ini

Massa pro demokrasi Hong Kong menggelar aksi duduk di bandara internasional pada 9 Agustus 2019 (AFP PHOTO)

Para pengunjuk rasa di Hong Kong menutup salah satu bandara tersibuk di negara ini pada Senin, 12 Agustus 2019. Demikian seperti dikutip dari The Guardian, Selasa, 13 Agustus 2019.

Pembatalan terhadap seluruh jadwal penerbangan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya, seiring dengan demo besar-besaran penolakan RUU ekstradisi yang sudah memasuki hari keempat. 

Para pendemo yang mengenakan kaus hitam dan masker wajah, memenuhi bandara, membagikan daftar nama orang-orang yang terluka dalam aksi protes tersebut kepada para pengunjung.

Massa juga memperlihatkan dokumentasi dugaan kekerasan polisi selama kericuhan terjadi pada Minggu, 11 Agustus 2019, dan memegang gambar-gambar grafik dari para demonstran yang cidera.

Beberapa di antaranya bahkan ada yang memegang spanduk bertuliskan "An eye for an eye" dan mengenakan penutup mata. Ini, menurut mereka, adalah simbol solidaritas terhadap seorang pendemo wanita yang dilaporkan nyaris kehilangan matanya karena terkena serangan polisi.

Sedangkan massa lainnya memegang poster yang berbunyi: "Hong Kong tidak aman", "Polisi memalukan" dan meneriakkan: "Berdirilah bersama Hong Kong, perjuangkan kebebasan!" 

Seluruh calon penumpang tetap berada di bandara hingga kondisi aman. Sedangkan jadwal penerbangan diharapkan dilanjutkan pada pukul 06.00 waktu setempat pada hari ini, Selasa.

Elodichukwu Obiageli, dari Nigeria, mengatakan dia sudah terdampar di bandara selama lima jam. "Kami tidak memiliki informasi dari maskapai kami. Kami hanya terlantar di sini --kami sudah tidak punya uang," katanya, seraya menambahkan bahwa semua toko bandara telah tutup.

 


Kucing-kucingan dengan Aparat

Ilustrasi Bandara Internasional Hong Kong, atau HKIA (AP Photo)

Menjelang sore pada Minggu kemarin, kerumunan pendemo mulai berkurang di tengah laporan yang menyebut bahwa polisi akan menuju tempat kejadian perkara untuk membersihkan bandara Hong Kong.

Namun, ketika aparat tidak muncul, ribuan pengunjuk rasa kembali, membawa perbekalan untuk menginap sepanjang malam di bandara.

"Jujur, saya tidak berpikir apa yang akan terjadi," ujar Andy Chu, seorang pengunjuk rasa yang memilih berdiam di bandara. "Saya pikir, strategi polisi hanyalah menghabiskan energi kita, maka biarkan kita duduk di sini dan menunggu."

"Beberapa jam yang lalu ada desas-desus yang mengatakan, polisi akan datang untuk mengusir kami, dengan gas air mata," lanjutnya. "Saya kira, kabar burung itu juga datang dari polisi. Bagian dari taktik mereka, bagian dari permainan. Mereka ingin unjuk rasa yang damai bubar dengan sendirinya."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya