Liputan6.com, Hong Kong - Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mewanti-wanti para demonstran bahwa tindakan mereka, yang menggelar aksi selama berpekan-pekan, telah mendorong kota ke "jurang".
Lam menggarisbawahi tindakan demonstran yang ia sebut "menyerang institusi dan menghancurkan tatanan hukum kita," ujarnya dalam sebuah konferensi pers pada Selasa 13 Agustus 2019, seperti dikutip dari The South China Morning Post (13/8/2019).
Ia juga mengkritisi aksi duduk yang dilakukan pedemo di Bandara Internasional Hong Kong sejak akhir pekan lalu, di mana tindakan mereka memicu penangguhan penerbangan dari sana pada Senin 12 Agustus 2019.
Segala tindakan itu, kata Lam, telah membuat Hong Kong "menjadi tidak aman ... dan terluka serius. Akan membutuhkan waktu lama (bagi Hong Kong) untuk bisa sembuh."
Baca Juga
Advertisement
Jika terus dipertahankan, ujarnya, demonstran akan "mendorong Hong Kong ke jurang."
Lam menyarankan agar semua pihak "mengesampingkan perbedaan dan melihat kembali kondisi kota dan rumah kita. Akankah kita akan terus mendorongnya ke jurang dan membuat semua ini sirna?," jelasnya beretorika, sambil menahan air mata.
"Kita perlu menentang kekerasan dan mempertahankan supremasi hukum ... Ketika semua ini tenang, kita akan mulai melakukan dialog yang tulus dan membangun kembali keharmonisan."
Tentang penutupan bandara, Lam mengatakan: "Tidak perlu bagi saya untuk menguraikan betapa pentingnya bandara internasional bagi Hong Kong."
"Setiap hari, banyak penduduk keluar dan kembali ke kota (melalui bandara), dan banyak turis dan pebisnis menggunakan hub transportasi ini. Tapi itu harus ditutup pada hari Senin."
Terkait tuduhan dari demonstran perihal dugaan brutalitas polisi pengendali massa, Carrie Lam mengatakan, "Pejabat seperti kita harus membuat keputusan kebijakan. Demikian pula, petugas polisi harus membuat penilaian, dan kadang-kadang sulit ... dan itu merupakan dilema bagi mereka," katanya, menambahkan petugas polisi tidak bisa menutup mata dan harus menegakkan hukum.
Kepala eksekutif juga mengatakan polisi telah mengikuti pedoman dan menggunakan kekuatan minimum ketika berurusan dengan pengunjuk rasa.
Menepis Intervensi Beijing
Lam juga menolak untuk mengatakan tentang dugaan bahwa Beijing telah menghentikannya dari memenuhi tuntutan para pemrotes, seperti mencabut sepenuhnya RUU Ekstradisi yang kontroversial namun telah ditunda, dan menunjuk Komisi Penyelidikan yang dipimpin hakim untuk memeriksa seluruh kontroversi.
Hong Kong telah terguncang oleh protes, kekerasan dan tindakan non-kooperatif sejak 9 Juni 2019, dipicu oleh RUU Ekstradisi yang telah ditangguhkan, yang akan memungkinkan tersangka kriminal dikirim kembali ke daratan China.
Simak video pillihan berikut:
Protes Hong Kong
Rangkaian protes di Hong Kong telah menimbulkan keresahan publik dan menuai ketegangan, antara para demonstran yang dikenal sebagai massa pro-demokrasis dengan pemerintah administratif Hong Kong serta Bejing.
Protes dipicu oleh penolakan massa terhadap RUU Ekstradisi Hong Kong, yang memungkinkan seorang pelanggar hukum untuk dikirim ke China guna menjalani proses peradilan. Massa menilai RUU itu sebagai bentuk pelunturan terhadap nilai-nilai independensi wilayah otonom eks-koloni Inggris tersebut.
Menyikapi protes berlarut, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam telah menunda RUU tersebut "hingga batas waktu yang tidak ditentukan." Bahkan menyebutnya, "telah mati" demi menenangkan massa.
Namun, demonstran tak puas. Protes terus berlanjut dan bermanifestasi menjadi bentuk protes secara luas terhadap pemerintahan Hong Kong serta China. Massa mendorong narasi demokratisasi, atau bahkan pada sejumlah segmen, independensi penuh Hong Kong dari Tiongkok.
Demonstrasi memicu bentrokan antara massa pro-demokrasi dengan aparat, serta massa dengan gerombolan pihak ketiga, yang terjadi di sejumlah titik kota dan objek vital.
Advertisement