Pengamat Nilai Penerbitan Perppu KPK Berpotensi Memancing Konflik Baru

Perppu KPK juga dinilai bisa melahirkan konsekuensi hukum di masa yang akan datang.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Okt 2019, 17:07 WIB
Massa aksi yang tergabung dari elemen mahasiswa, buruh, dan pelajar membawa spanduk dalam unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (30/9/2019). Aksi unjuk rasa tersebut menyikapi penolakan terhadap UU KPK dan sejumlah RUU yang dinilai bermasalah. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo diminta tidak mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Pasalnya, penerbitan Perppu dinilai bisa memancing konflik baru di tengah-tengah masyarakat.

Pengamat Politik Sulthan Muhammad Yus mengatakan, Perppu boleh dikeluarkan Presiden Jokowi jika dalam keadaan darurat atau kebuntuan peraturan. Perppu berlaku seketika sejak dikeluarkan, tetapi bersifat sementara. Sebab, dalam waktu satu kali masa sidang DPR menggunakan kewenangannya untuk menilai objektivitas Perppu.

"Maka jika DPR telah ada kebulatan tekad untuk merevisi UU KPK, maka langkah presiden bisa dilihat sebagai atraksi politik semata. Ujungnya Perppu bisa dibatalkan karena tidak mendapat persetujuan DPR. Nah ini kan sama saja dengan mengadu domba rakyat dengan wakilnya," kata Sulthan dalam keterangan tertulis, Kamis (3/10/2019).

Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia ini melanjutkan, Perppu KPK juga bisa melahirkan konsekuensi hukum di masa yang akan datang. Karena itu, jangan sampai karena prasangka buruk sebagian pihak, Perppu KPK dikeluarkan.

"Saya pikir negara tidak perlu lah menghabiskan energi untuk hal-hal prejudice semacam ini," jelas dia.

Dia menganggap UU KPK sudah disahkan. Presiden melalui menterinya telah memberikan persetujuan sebelum diparipurnakan oleh DPR. Karena itu, wacana mengeluarkan Perppu KPK bagian dari manuver politik semata.

"Subjektivitas presiden dalam menilai hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagai landasan utama Perppu telah diobjektifkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi. Dalam perspektif saya, kondisi sekarang tidak ada persoalan hukum mendesak dengan revisi UU KPK, tidak ada juga kekosongan hukumnya, KPK juga masih berjalan sebagaimana mestinya. Jadi sama sekali tidak memenuhi parameter Perppu tersebut," jelas dia.

Saksikan juga video menarik berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya