Liputan6.com, Nairobi - Demi menciptakan ruang kehidupan malam yang aman bagi perempuan di Nairobi, Kenya, sebuah kelab pesta dansa dibuat khusus untuk para akhwat.
Tim dibentuk untuk menggagas kegiatan tersebut, di sebuah ruang luar perumahan yang disewa untuk dijadikan lantai dansa. Pada malam yang hangat di pinggiran ibu kota Kenya, musik diputar keras dan para perempuan di dalamnya dengan leluasa menari.
Advertisement
"Anda harus lebih ekstra berhati-hati jika berada di suatu tempat bersama laki-laki. Ketika Anda hanya ingin pergi bersama teman wanita, para laki-laki menghalangi," kata Jane, 26, yang datang ke pesta bersama sahabatnya, Shani seperti dikutip dari BBC, Rabu (13/8/2019).
"Jadi memiliki ruang di mana semua wanita merasa aman dan kamu merasa bersama orang-orang yang mengerti dirimu," jelas Jane.
Keamanan di sana amat ketat. Ketika sejumlah pria diizinkan masuk, mereka hanya diperkenankan untuk mengantar wanita yang mereka temani.
Setelah itu, para lelaki semuanya harus segera pergi.
Dan bukan hanya pengunjung pesta yang mematuhi kebijakan satu jenis kelamin: bartender, petugas keamanan, DJ, sound mixer, MC, dan penerima tamu juga semuanya wanita.
Pengalaman yang tidak menyenangkan ketika keluar dengan teman-teman di kelab campuran adalah bagian dari alasan keduanya menyambut gagasan rave semua-wanita.
"Ketika saya mengetahui bahwa ini adalah ruang yang aman untuk wanita, saya segera mendaftar," kata Shani.
Shani dan Jane adalah penggemar clubbing, mereka mengetahui informasi terkait pesta dansa khusus perempuan itu di Twitter.
Malam itu, yang disebut Strictly Silk, digagas oleh Njoki Ngumi, Njeri Gatungo dan Akati Khasiani. Mereka adalah anggota The Nest Collective, sebuah kolektif seni multi-disiplin Kenya yang juga bekerja lintas film, musik, mode, dan seni lainnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Mulai Pada 2018
Mereka memulai pesta dansa khusus perempuan pada 2018, tetapi inspirasi di baliknya lebih dari sekadar malam yang menyenangkan.
"2018 adalah tahun yang sulit bagi banyak wanita Kenya. Ada banyak cerita tentang kekerasan dan orang-orang menjadi lebih berani tentang kebencian terhadap wanita secara online dan offline," kata Ngumi.
"Ada banyak kisah seputar pelecehan seksual. Kami hanya ingin mengumpulkan energi ini untuk perayaan bagi wanita di ruang-ruang yang biasanya tidak menerima wanita dan terutama hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan malam," tambah Ngumi.
Kenya telah menjadi sorotan belakangan ini karena beberapa kasus pemerkosaan dan yang mengkhawatirkan soal femicide -- pembunuhan kaum perempuan.
Pada tahun 2018, Plan International Charity menempatkan Nairobi di urutan keenam di antara 22 kota global di mana wanita paling mungkin dilecehkan secara seksual.
Para ahli yang diwawancarai mengatakan bahwa perempuan Kenya berpeluang 50% dilecehkan secara seksual di ruang publik.
Dan pada bulan Mei 2019, Federasi Pengacara Wanita Kenya (Fida Kenya), berada pada tingkat khawatir karena telah mencatat lebih dari 50 kasus femicide dalam lima bulan pertama tahun ini.
Tidak Hanya untuk Lesbian
Munira, 22 dan Khadija, 25 adalah teman baik. Sebagai Muslim yang taat, mereka sering menemukan diri mereka hanya punya sedikit pilihan ketika ingin menikmati kehidupan malam.
Mereka mengatakan bahwa acara tersebut cocok untuk wanita dari semua agama termasuk Muslimah.
"Beberapa dari kita harus melepas jilbab untuk berbaur ketika kita keluar menari. Ketika mereka melihatmu dengan jilbab, orang-orang terkejut dan bertanya-tanya apa yang kamu lakukan di sana."
"Ruang seperti ini juga lebih baik karena kita dilarang bebas bergaul dengan laki-laki," kata Khadijah.
"Sebelumnya hal seperti ini sulit karena tidak ada kelab eksklusif khusus wanita," tambah Munira.
Advertisement
Bukan Hal Baru...
Meskipun pesta dansa semua wanita mungkin tampak seperti konsep novel, gagasan ruang aman eksklusif untuk wanita bukanlah hal baru.
Ngumi menegaskan bahwa budaya India, Arab, dan bahkan beberapa agama seperti Islam, telah lama memiliki ruang eksklusif untuk wanita, meskipun ruang-ruang ini dimediasi oleh sistem patriarki atau agama.
Namun ada keyakinan di antara beberapa orang bahwa semua wanita hanyalah kedok untuk pesta lesbian, sesuatu yang Ngumi tolak.
Acara semacam ini juga disambut baik oleh komunitas LGBT, yang menghadapi intimidasi dan bahkan kekerasan di depan umum di Kenya.
Seks sejenis adalah hal ilegal di Kenya dan pelakunya terancam hukuman hingga 14 tahun penjara.
Pada Mei 2019, Pengadilan Tinggi Kenya menguatkan undang-undang yang mengkriminalisasi seks sejenis setelah para aktivis menentangnya.
"Tanpa diketahui banyak orang, ada komunitas lesbian yang besar di Nairobi dan kadang-kadang kita ingin berada di ruang dengan wanita secara adil, dan berada di tempat di mana orang-orang berpikiran sama, rasanya lebih aman," kata biseksual 22 tahun bernama Ann Marie.
Binti, 23 tahun, yang mengaku seorang lesbian, menambahkan bahwa pesta khusus perempuan tanpa dihakimi orang lain merupakan pengalaman yang paling berharga baginya tahun ini.
Ngumi berharap pesta dansa khusus perempuan ini tak hanya jadi acara tetap di Kenya, tetapi di seluruh Afrika.
"Ini adalah masalah dunia. Ada yang mengangkat sisi negatif kehidupan kelab malam terutama terkait dengan perempuan, jati diri gender dan orientasi seksual," katanya.
"Kami perlu tempat khusus bagi perempuan, secara khusus dan juga di ruang publik," tambahnya.
Sejumlah nama pada tulisan ini diubah untuk melindungi jati diri mereka.