Liputan6.com, Yogyakarta - Peringatan HUT ke-74 RI tinggal menghitung hari. Sudah tentu banyak perhelatan digelar untuk memperingati hari kemerdekaan. Tidak ketinggalan komunitas di Yogyakarta ikut menampilkan tema upacara bendera yang bikin orang tersenyum sekaligus sarat nilai kebangsaan.
Pada Sabtu, 17 Agustus 2019, pemilik nama Agus di Yogyakarta memutuskan untuk menggelar upacara bendera di Museum TNI AD Dharma Wiratama Yogyakarta. Kegiatan yang baru pertama kali ada ini diinisiasi oleh komunitas Agus Bumi Indonesia.
“Kebetulan kami memiliki kedekatan dengan museum ini, ada anggota komunitas kami yang mengerjakan infografis untuk museum dan saat reopening museum komunitas kami mengadakan lomba mewarnai dan menggambar di sini,” ujar Agus Widya, sekretaris Komunitas Agus Bumi sekaligus ketua panitia upacara 17 Agustus, kepada Liputan6.com, Senin (12/8/2019).
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, keberadaan museum ini tepat untuk dijadikan tempat upacara karena perjuangan bangsa bisa diperingati pada 17 Agustus. Tidak hanya upacara bendera, pada hari itu juga menjadi momentum merayakan ulang tahun para anggota komunitas Agus Bumi Indonesia yang mayoritas lahir pada Agustus.
Ia mengungkapkan sebetulnya rencana mengadakan upacara bendera saat memperingati Hari Proklamasi RI sudah sejak tahun lalu. Ketika itu, waterpark Jogja Bay sempat menawarkan komunitasnya untuk menggelar acara saat HUT RI. Akan tetapi, Jogja Bay menundanya karena alasan yang tidak disebutkan.
Pada tahun ini, rencana itu harus terealisasi. Awalnya penyelenggaraan upacara bendera di Taman Pintar. Namun keterbatasan tempat membuat komunitas ini memilih alternatif lainnya, yakni museum TNI AD Dharma Wiratama.
Jumlah peserta upacara tidak dibatasi. Sejauh ini sudah ada 50 orang pemilik nama Agus yang bersedia mengikuti upacara bendera. Mereka juga sudah mengadakan latihan upacara didampingi anggota polsek dan koramil Kecamatan Kraton Yogyakarta.
“Selain pemilik nama Agus, juga ada komunitas pit ontel (sepeda ontel) yang akan bergabung dalam upacara bendera 17 Agustus nanti,” kata Agus.
Representasi Kebinekaan
Penasihat komunitas Agus Bumi Indonesia sekaligus inspektur upacara bendera 17 Agustus, Cahyono Agus, mengungkapkan kegiatan ini merepresentasikan kebinekaan. Komunitasnya yang terdiri dari anggota dengan beragam pekerjaan dan latar belakang bisa disatukan lewat nama Agus.
“Kami bergabung dalam komunitas ini bukan untuk mendapatkan apa tetapi untuk memberikan apa dan kegiatan rutin setiap Agustus selalu ada event menarik, seperti upacara pada tahun ini dan ketoprak pada tahun lalu,” ujar guru besar Fakultas Kehutanan UGM ini.
Kepala Museum TNI AD Dharma Wiratama Kapten Caj Yanti Murdiani mengapresiasi langkah komunitas Agus Bumi Indonesia yang menggelar upacara bendera di halaman museum.
“Kegiatan ini sekaligus mempromosikan museum yang baru dibuka kembali pada Desember 2018 setelah sempat ditutup selama dua tahun,” ucapnya.
Museum ini sudah berubah secara tata letak dan fitur yang ditampilkan. Sesuai dengan perkembangan zaman, museum dibuat berbasis IT dengan tampilan modern.
Advertisement
Awal Berdirinya Komunitas
Komunitas Agus Bumi Indonesia ternyata hanya ada di Yogyakarta dan sekitarnya. Tidak dipungkiri jika ada komunitas lain yang menaungi pemilik nama Agus.
“Awalnya komunitas ini nasional bernama Agus-Agus Bersaudara Indonesia (AABI),” kata Agus Raka, ketua komunitas Agus Bumi Indonesia.
Dalam perjalanannya, sekitar Januari 2016, terjadi konflik dengan pengurus pusat. Perbedaan pandangan tentang penerapan visi mksi organisasi menjadi penyebabnya. Saat masih di bawah naungan AABI pusat, Yogyakarta adalah salah satu dewan pimpinan wilayah (DPW).
Setelah AABI pecah, sebagian anggota membentuk Persaudaraan Agus Sejagad. DPW Yogyakarta memilih untuk tidak mengikuti keduanya dan membentuk komunitas baru yang diberi nama Agus Bumi Indonesia.
“Anggotanya saat ini sekitar 300 orang dari Yogyakarta, Klaten, Solo, Purworejo, dan sekitarnya,” ucap Agus.
Selain tergabung dalam sebuah grup WhatsApp, mereka juga kerap bertemu di Bakmi Pele, Kasihan Bantul. Kebetulan tempat itu juga milik salah seorang anggota komunitas.
Anggota komunitas ini didominasi laki-laki dan hanya sekitar 10 persen anggota perempuan, yang rata-rata bernama Agustina atau Agustin. Anggota tertua berusia 80 tahun dan saat ini sudah tidak aktif karena sakit, sedangkan anggota termuda adalah mahasiswa.
“Kami coba cari nama Agus di sekolah tingkat SMP atau SMA, tetapi sekarang sudah susah cari anak yang diberi nama Agus,” tuturnya.