Liputan6.com, Washington D.C. - Analisis terbaru menunjukkan perbedaan kekayaan Generasi Y (milenial) dan generasi pendahulunya yakni Generasi X (babu boomer). Mahalnya harga rumah menjadi satu faktor yang menyulitkan milenial mengumpulkan kekayaan.
Melansir CNBC, pemuda berusia 20-35 tahun di AS pada tahun 1998 memiliki rata-rata kekayaan USD 103.400, sementara pemuda berusia 20-35 tahun pada zaman sekarang memiliki USD 100.800.
Baca Juga
Advertisement
Harga rumah di AS yang ikut makin mahal pun ikut menjadi masalah. Kini, nilai median rumah adalah USD 227 ribu. Angka itu melambung dua kali lipat ketimbang tahun 1990 ketika harga median rumah USD 101.100 (sudah disesuaikan inflasi).
"Kondisi para pemuda dari 20 tahun yang lalu sangatlah berbeda," jelas Mandi Woodruff, eksekutif direktur dari situs kredit Magnify Money yang melakukan analisis.
Masih di AS, masalah finansial para milenial turut diperberat oleh harga kuliah yang makin mahal. Pemuda pun terpaksa meminjam utang mahasiswa (student debt) sebesar puluhan ribu dolar atau ratusan juga.
Perencana keuangan dan wakil presiden senior bank UBS Paula Mogan mengajak agar para milenial terus menabung. Usia milenial yang masih muda disebutnya sebagai aset untuk bersiap.
"Menambung, menabung, menabung, karena selama 30 sampai 40 tahun ke depan hal itu akan membantumu meraih keamanan finansial yang kamu inginkan," ujarnya.
Mogan pun mengajak para milenial untuk menyiapkan dana darurat untuk enam bulan ke depan, membuat anggaran khusus untuk membeli rumah atau biaya pernikahan, dan jeli dalam menggunakan benefit.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Hunian Tapak Diprediksi Akan Tumbuh Stabil
Berdasarkan survei penduduk antar sensus (Supas) 2015 jumlah penduduk Indonesia pada 2019 diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Dampak langsung atas pertumbuhan penduduk tersebut adalah turut meningkatnya permintaan akan hunian.
Dan pada tahun 2016, Bank Dunia juga merilis laporan bahwa kebutuhan rumah di Indonesia mencapai 920 ribu unit per tahun, sedangkan angka ketersediaan hanya mencapai 400 ribu unit per tahun. Kondisi ini tentu saja merupakan potensi pasar yang besar yang bisa dibidik para pengembang.
Dan faktanya, permintaan akan hunian yang akan secara langsung dihuni lebih banyak pada segmen rumah tapak dibandingkan dengan apartemen. Segmen konsumen rumah tapak mayoritas juga merupakan end-user yang akan menempati secara pribadi. Sedangkan konsumen apartemen masih lebih banyak diburu oleh segmen investor sebagai bisnis sewa properti sehingga memperoleh pemasukan.
Pulung Prahasto, Direktur Teknik dan Pengembangan Usaha PT Adhi Persada Properti mengatakan, "Potensi hunian tapak kedepan akan tumbuh stabil, seiring dengan pertumbuhan penduduk. Kami optimis, dengan konsep hunian tapak yang memiliki halaman, serta status kepemilikan, akan menjadikan hunian ini tetap menjadi pilihan masyarakat, khususnya yang mencari hunian pertama. Berbeda segmen dengan hunian vertikal yang rata-rata menjadi pilihan untuk investasi bagi investor, keberadaan hunian tapak merupakan pilihan bagi masyarakat yang mencari hunian untuk ditinggali.”
Ketahui dinamika pasar properti di Indonesia, termasuk sentimen pasar dari sudut pandang pembeli lewat Rumah.com Property Index.
Advertisement
Hunian Tapak Mendapat Respon Positif dari Masyarakat
PT Adhi Persada menjadi salah satu pengembang yang jeli membidik potensi pasar rumah tapak ini. Pengembang ini kian agresif dalam mengembangkan hunian tapak di portfolio proyeknya, selain pengembangan hunian vertikal yang sudah berjalan.
Terdapat beberapa proyek hunian tapak yang kini tengah dikembangkan anak usaha PT Adhi Karya (Persero) ini yang tersebar di wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur. Proyek tersebut antara lain Taman Dhika Sidoarjo Kota, Taman Dhika Batu Tulis dan yang terakhir adalah The Anggana Village.
Pulung Prahasto menambahkan, "Untuk proyek yang sedang berjalan, yaitu Taman Dhika Sidoarjo Kota, Taman Dhika Batu Tulis dan The Anggana Village, nilai proyek mencapai sekitar Rp2 triliun. Total nilai tersebut terdiri dari Rp750 miliar untuk Taman Dhika Sidoarjo Kota, Rp 250 miliar untuk Taman Dhika Batu Tulis, dan Rp1 triliun untuk The Anggana Village. Konsep hunian tapak yang kami kembangkan, tentu kami sesuaikan dengan kebutuhan konsumen, baik dari sisi penataan lingkungan, kualitas bangunan, fasilitas dan lain-lain.”
Untuk Taman Dhika Batu Tulis, saat ini penjualannya sudah mencapai 60%. Dikembangkan di atas lahan seluas mencapai 10 Ha dengan jumlah hunian sebanyak 400 unit, kawasan hunian tapak di Bogor ini cukup mendapat respon positif dari masyarakat. Dipasarkan mulai harga Rp 670 juta, kawasan hunian ini menyediakan berbagi tipe sesuai dengan kebutuhan konsumen.