Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang memastikan, pengusutan kasus korupsi proyek e-KTP tidak berhenti di empat tersangka baru. Saut menegaskan akan terus mengembangkan kasus ini dan menjerat pihak lain yang ikut menerima bancakan proyek senilai Rp 5,9 triliun.
"KPK bertekad untuk terus mengusut kasus ini, yaitu pihak lain yang memiliki peran dalam perkara ini dan juga mendapatkan aliran dana," ujar Saut dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan , Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2019).
Advertisement
Saut menyebut, kasus e-KTP salah satu prioritas KPK lantaran kerugian keuangan negara yang besar, yakni mencapai Rp 2,3 triliun. Selain itu, akibat korupsi, proyek e-KTP ini bisa menimbulkan keamanan data warga negara Indonesia.
"Akibat perbuatan para pelaku korupsi ini, terdapat ancaman dan risiko terhadap keamanan data kependudukan hingga kedaulatan dalam mengelola dan melindungi data warga negara," kata Saut.
KPK berharap semua pihak dapat mengambil pelajaran dari kasus korupsi e-KTP ini, terutama pemerintah dan DPR. Kedua pihak itu harus memastikan keterbukaan dan perbaikan pembahasan anggaran negara agar kasus serupa tidak lagi terulang.
"Dan yang terutama, agar semua pihak agar tidak meminta dan menolak sejak awal jika ada pemberian uang terkait pelaksanaan tugasnya," kata Saut.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
4 Tersangka Baru
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka baru kasus korupsi proyek e-KTP.
Mereka adalah mantan anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) sekaligus ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Husni Fahmi, dan Dirut PT Shandipala Arthaputra Paulus Tanos.
"KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan empat orang sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2019).
Keempatnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Advertisement