Kantor HAM PBB Buka Suara Soal Demonstrasi Tak Berujung di Hong Kong

Perserikatan Bangsa-Banga akhirnya angkat bicara terkait rangkaian demonstrasi Hong Kong.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 14 Agu 2019, 12:03 WIB
Polisi Hong Kong menembakan gas air mata ke kerumunan demonstran (AP/Kin Cheung)

Liputan6.com, Jenewa - - Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB akhirnya angkat bicara terkait rangkaian demonstrasi Hong Kong yang telah berlarut-larut.

Organisasi multilateral dunia itu menyerukan agar demonstran "beraksi secara damai", sementara mendesak pemerintah Hong Kong untuk "mendengarkan  Keluhan masyarakat."

Melalui Kantor Komisaris Tinggi HAM (OHCHR), PBB juga menggarisbawahi laporan dugaan brutalitas polisi huru-hara yang telah menggunakan alat pengendali massa "secara berisiko, bahkan berpotensi menimbulkan luka serius hingga kematian" kepada demonstran.

Penggunaannya bahkan terindikasi melanggar "norma dan standar internasional", kata OHCHR.

Oleh karenanya, OHCHR mendesak agar otoritas Hong Kong meninjau kembali regulasi mereka terkait penggunaan alat-alat pengendali massa.

Bentrok polisi dan demonstran anti pemerintah Hong Kong (AP/Lo Kwanho)

Lebih lengkap, OHCHR mengatakan dalam sebuah keterangan tertulis yang dirilis pada Rabu 13 Agustus 2019, dikutip dari OHCHR.org (14/8/2019):

Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB prihatin dengan peristiwa yang sedang berlangsung di Wilayah Administratif Khusus Hong Kong (SAR Hong Kong) dan eskalasi kekerasan yang telah terjadi dalam beberapa hari terakhir.

OHCHR mengutuk segala bentuk kekerasan atau perusakan properti dan mendesak semua orang yang berpartisipasi dalam demonstrasi untuk mengekspresikan pandangan mereka dengan cara damai.

Komisaris Tinggi HAM PBB (Michelle Bachelet) menggarisbawahi komitmen Kepala Eksekutif Hong Kong untuk 'terlibat seluas mungkin' dan 'mendengarkan keluhan rakyat Hong Kong'.

Beliau (Bachelet) menyerukan kepada pihak berwenang dan rakyat Hong Kong untuk terlibat dalam dialog terbuka dan inklusif yang ditujukan untuk menyelesaikan semua masalah dengan damai. Ini adalah satu-satunya cara pasti untuk mencapai stabilitas politik jangka panjang dan keamanan publik dengan menciptakan saluran bagi orang-orang untuk berpartisipasi dalam urusan publik dan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Hak kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai dan hak untuk berpartisipasi dalam urusan publik secara tegas diakui dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, serta Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang dimasukkan dalam Hukum Dasar Hong Kong.

OHCHR juga telah mengkaji bukti kredibel dari petugas penegak hukum yang menggunakan senjata tidak mematikan dengan cara yang dilarang oleh norma dan standar internasional. Sebagai contoh, para pejabat terlihat menembakkan tabung gas air mata ke daerah-daerah yang ramai dan tertutup dan secara langsung kepada para pemrotes secara berulang kali, menciptakan risiko kematian atau cedera serius yang cukup besar.

Kami akan mendesak otoritas SAR Hong Kong untuk segera menyelidiki insiden-insiden ini, untuk memastikan personel keamanan mematuhi aturan keterlibatan (rule of engagement), dan jika perlu, mengubah aturan keterlibatan para aparat penegak hukum dalam menanggapi protes di mana hal ini mungkin tidak sesuai dengan standa internasional.

OHCRH mendesak otoritas SAR Hong Kong untuk menahan diri, untuk memastikan bahwa hak mengekspresikan pandangan secara damai dihormati dan dilindungi, sambil memastikan bahwa respons petugas penegak hukum atas setiap kekerasan yang mungkin terjadi tetap dalam koridor yang proporsional dan sesuai dengan standar internasional tentang penggunaan kekuatan, termasuk prinsip-prinsip kebutuhan dan proporsionalitas.

Sekilas Demonstrasi Hong Kong

Rangkaian demonstrasi di Hong Kong telah masuk bulan ke dua, sejak dimulai pada Juni 2019 lalu.

Protes telah menimbulkan keresahan publik dan menuai ketegangan, antara para demonstran yang dikenal sebagai massa pro-demokrasi dengan pemerintah administratif Hong Kong serta pemerintah pusat China di Bejing.

Polisi menahan penumpang yang marah yang mencoba untuk bertarung dengan para pengunjuk rasa di Hong Kong, Selasa (30/7/2019). Para Pengunjuk rasa telah mengganggu layanan kereta bawah tanah pada pagi hari. (AP Photo/Vincent Yu)

Demonstrasi dipicu oleh penolakan massa terhadap RUU Ekstradisi Hong Kong, yang memungkinkan seorang pelanggar hukum untuk dikirim ke China guna menjalani proses peradilan. Massa menilai RUU itu sebagai bentuk pelunturan terhadap nilai-nilai independensi wilayah otonom eks-koloni Inggris tersebut.

Menyikapi protes berlarut, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam telah menunda RUU tersebut "hingga batas waktu yang tidak ditentukan." Bahkan menyebutnya, "telah mati" demi menenangkan massa.

Namun, demonstran tak puas. Protes terus berlanjut dan bermanifestasi menjadi bentuk protes secara luas terhadap pemerintahan Hong Kong serta China.

Demonstrasi memicu bentrokan antara massa pro-demokrasi dengan aparat, serta massa dengan gerombolan pihak ketiga, yang terjadi di sejumlah titik kota dan objek vital.

Simak video pilihan berikut:


Sempat Lumpuh, Bandara Hong Kong Beroperasi Lagi

Massa pro demokrasi Hong Kong menggelar aksi duduk di bandara internasional pada 9 Agustus 2019 (AFP PHOTO)

Bandara Hong Kong kembali beroperasi pada Rabu 14 Agustus 2019. Ratusan penerbangan yang terganggu selama dua hari terakhir, ketika para pemrotes bentrok dengan polisi anti huru hara dalam krisis mendalam di kota yang dikuasai China itu, akhirnya dijadwalkan ulang.

Otoritas Bandara Hong Kong mengatakan telah memperoleh perintah sementara untuk menghentikan orang-orang dari "melanggar hukum dan dengan sengaja menghalangi" operasi bandara.

"Orang-orang juga dilarang menghadiri atau berpartisipasi dalam demonstrasi atau protes atau aksi menggangu ketertiban umum di bandara selain di wilayah yang ditunjuk oleh otoritas bandara," katanya dalam sebuah pernyataan pada Rabu pagi seperti dikutip dari Channel News Asia.

Para pengunjuk rasa secara fisik menghalangi para pelancong untuk mengakses penerbangan sepanjang Selasa 13 Agustus 2019 sore, sebelum bertempur dengan polisi di luar terminal malam itu dan menghidupkan dua orang yang mereka tuduh sebagai mata-mata atau polisi yang menyamar.

Baca selengkapnya....

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya