Ilmuwan Sebut Manusia Kian Berdampak Merusak Lautan, Ini Alasannya

Menurut penelitian dari Universitas California, Santa Barbara. Dampak manusia terhadap lautan meningkat sebanyak dua kali. Berikut ini penjelasan selengkapnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Agu 2019, 10:28 WIB
Ilustrasi terumbu karang (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Menurut penelitian dari Universitas California, Santa Barbara. Dampak manusia terhadap lautan meningkat sebanyak dua kali selama 10 tahun terakhir, dan penelitian ini menganalisis adanya peningkatan kembali pada dekade berikutnya.

Dilansir dari Upi, dampak paling besar berasal dari perubahan iklim.

Manusia menyebabkan perubahan iklim sehingga lautan berubah lebih hangat dan lebih asam. Tingkat penghangatannya dapat mencairkan es di Kutub sehingga permukaan laut naik.

Hangatnya suhu lautan dan tingkat keasaman yang meningkan menyebabkan pemutihan karang di seluruh dunia, sehingga mengganggu ekosistem terumbu karang.

Terdapat studi lain yang mengatakan, pemanasan global menyebabkan arus laut utama melambat. Sehingga mengganggu pencampuran oksigen dan nutrisi, yang mengganggu ekosistem laut.

Selain itu manusia juga bertanggung jawab atas berkurangnya populasi ikan. Limpasan dari pencemaran melalui daratan ke laut (seperti limbah pabrik).


Ekosistem Laut yang Terganggu

Ilustrasi Laut (Sumber Foto: Pexels)

Para ilmuwan sudah melakukan banyak survei untuk menghitung efek kumulatif aktivitas manusia, yang menganggu kesehatan ekosistem laut. Mereka menemukan bahwa dampak manusia pada laut terus meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

"Masalah ini adalah masalah yang bersifat multifaktor, dan harus diselesaikan," Sebut Ben Halpen, direktur Pusat Nasional untuk Analisa dan Sintesa Ekologi UCSB.

Sumber lain mengatakan, wilayah yang menjadi perhatian adalah Australia, Afrika Barat, Pulau-pulau Karibia Timur, dan Timur Tengah. Habitat mereka seperti hutan bakau, terumbu karang, dan lamun --sejenis rumput yang hidup di dasar laut-- adalah ekosistem dengan keadaan yang terburuk.

 

Reporter: Windy Febriana

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya