HEADLINE: Wacana PNS Boleh Kerja dari Rumah, Manjakan Aparatur Sipil Negara?

Wacana PNS bisa bekerja di rumah mendapat sambungan positif dari banyak pihak. Namun ada juga yang merasa bahwa langkah tersebut akan membuat kinerja pelayanan publik turun.

oleh Pebrianto Eko WicaksonoSeptian DenyMaulandy Rizky Bayu KencanaAthika Rahma diperbarui 15 Agu 2019, 00:00 WIB
Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta melakukan tugas dinasnya di Balaikota, Jakarta, Senin (10/6/2019). PNS kembali berdinas di masing-masing instansinya pada hari pertama kerja usai libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1440 H. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengeluarkan wacana bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) atau sering juga disebut Pegawai Negeri Sipil (PNS) bisa bekerja di rumah. Langkah ini mendapat dukungan banyak pihak. Namun, tak sedikit yang sangsi, mengingat kualitas PNS saat ini masih belum maksimal. 

Menteri PANRB Syafruddin menyatakan, wacana PNS bisa bekerja di rumah muncul setelah melihat perkembangan teknologi. Dengan memanfaatkan teknologi, orang bisa bekerja di mana saja, kapan saja. "Teknologi ada. Ya, supaya tidak jenuh juga," kata dia pada Rabu (14/8/2019).

Syafruddin melanjutkan, masyarakat jangan menyamaratakan wacana ini dengan cara para milenial membangun perusahaan rintisan. Saat ini, banyak wirausaha muda yang membangun bisnis tanpa kantor. Mereka setiap hari bisa bekerja di mana pun seperti rumah, coworking space atau kafe. 

Menurutnya, jika wacana ini diterapkan, bukan berarti ASN bisa kerja terus-menerus tanpa masuk kantor. "Bekerja di rumah bukan berarti PNS tidak masuk kantor, tapi untuk memudahkan pekerjaan serta reward bagi pegawai yang berprestasi saja," ujarnya.

Dia mencontohkan dirinya yang tidak harus berada di kantor hingga malam. Cukup dengan membawa sisa pekerjaan ke rumah, itu sudah bisa disebut bekerja dari rumah.

Lebih lanjut, Syafruddin menjelaskan, sistem reward dengan kerja di rumah yang dianut negara tetangga, contohnya Australia. Di negara tersebut, pegawai yang berprestasi boleh bekerja di rumah setiap hari Rabu.

Infografis PNS Bekerja dari Rumah Bakal Efektif? (Liputan6.com/Triyasni)

Namun sepertinya wacana ini belum mendapat persetujuan dari beberapa pihak. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, rencana kebijakan PNS bekerja dari rumah sulit diterapkan. Sebab, menurut dia, akan menyulitkan koordinasi.

"Kalau kita bicara sekarang ya belum, karena hadir di kantor saja kadang-kadang tidak disiplin apalagi tidak hadir nanti kosong kantor, gimana tuh orang menghadap," kata JK.

Dia mengatakan, para PNS bekerja di rumah hanya dapat diterapkan bagi tenaga administrasi.

"Jadi agak sulit. Yang bisa di rumah itu kadang-kadang seperti perencanaan. Engineering. Atau mungkin saja start up. Karena tidak ada kantornya, di garasi saja. Tapi untuk kantor pemerintah, ya mungkin belum pada saat sekarang. Bukan mungkin belum, mungkin tidak pada saat sekarang," ungkapnya.

"Tapi yang namanya juga pemerintah ada kadar tingkat disiplinnya, kalau kerja di rumah dia tidur-tiduran, tidak ada yang bisa melihat kan? Jadi tetap saja perlu mungkin pada waktunya nanti, bisa saja," lanjut JK.

Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahardiansyah mengatakan, ada beberapa yang perlu menjadi perhatian pemerintah jika sistem kerja PNS dari rumah ini diterapkan.

Pertama, soal pengawasan akan kerja para PNS setiap harinya. Pengawasan ini perlu dilakukan secara ketat agar sistem kerja ini tidak justru membuat PNS jadi malas bekerja.

"Ini siapa yang mengawasi, apakah KASN atau ada lembaga sendiri yang akan mengawasi. Ini perlu dipikirkan," tutur dia kepada Liputan6.com.

Kedua, tidak semua jenis pekerjaan bisa dilakukan dari rumah. Sebagai contoh, pekerjaan terkait layanan publik yang harus dilakukan dengan bertatap muka dengan masyarakat, maka harus tetap dilakukan di kantor atau di instansi terkait.

"Jadi tidak semua pekerjaan bisa dikerjakan dari rumah. Ada pekerjaan-pekerjaan (PNS) yang langsung bersentuhan dengan publik. Ingat, ASN itu adalah pelayan masyarakat, jadi tidak boleh masyarakat dirugikan. Dan yang paling penting masalah disiplin bekerja, karena banyak ASN yang masih kurang disiplin. Selama ini penegakkan disiplinnya masih lemah," tandas dia. 


Banyak yang Mendukung

Sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemprov DKI Jakarta melakukan tugas dinasnya di Balaikota, Jakarta, Senin (10/6/2019). PNS kembali berdinas di masing-masing instansinya pada hari pertama kerja usai libur nasional dan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1440 H. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) secara terang-terangan mendukung wacana pemerintah agar PNS bisa bekerja dari rumah. Bahkan, Ketua Umum Korpri Zudan Arif Fakhrullah mengatakan, seharusnya wacana ini bisa segera dilaksanakan.

Menurut dia, melalui sistem kerja seperti ini, ada banyak hal positif yang bisa didapatkan, seperti peningkatan pecepatan kerja, penghematan anggaran, dan efisiensi tenaga dan waktu. Sebab, untuk bisa mulai bekerja, para PNS tidak harus datang ke kantor terlebih dulu.

"Sangat (hemat anggaran), efisiensi itu besar sekali. Rapatkan kita bisa dengan video conference, dengan ponsel saja bisa. Dengan teknologi, banyak sistem kerja yang bisa diperbaiki. Teknisnya mudah lah, Dukcapil saja bisa terapkan (sistem online) dalam waktu hanya 1 tahun. Jauh ini efisien, efektif dan cepat," jelas dia kepada Liputan6.com.

Menurut Zudan, jika pemerintah memang serius untuk menerapkan sistem kerja PNS di rumah, maka Kementerian PANRB harus sudah mulai membangun sistem besarnya. Terlebih saat ini sudah ada payung hukum dengan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pemerintahan berbasis elektronik.

Namun demikian, Zudan juga mengingatkan, harus ada sistem penilaian kinerja yang baik jika hal ini jadi diimplementasikan. Hal tersebut agar kinerja PNS terus meningkat meski bekerja di rumah.

"Kalau ada yang kinerjanya tidak meningkat, tunjangan kinerjanya dipotong. Kalau kinerjanya meningkat, maka ditambah. Ini namanya insentif. Tatap muka tetap perlu, seminggu sekali atau dua kali, silahkan diatur fleksibilitasnya tetap kerja itu berpatokan dengan kinerja," ungkap dia.

Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera mengatakan, wacana kebijakan yang menghalalkan PNS bekerja di rumah merupakan ide baik, sebab beberapa jenis pekerjaan bisa dikerjakan dari rumah. "Misal mengelola media sosial, planning dan evaluating," kata Mardani, saat berbincang dengan Liputan6.com.

Namun Mardani memandang, penyampaian wacana merumahkan PNS tidak dilakukan dengan cara yang baik, sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap semangat pelayanan publik.

"Paling baik sosialisasi terbatas pada ASN dengan tupoksi yang memungkinkan bekerja di rumah. Efek sekarang bisa menegasikan semangat pelayanan pada publik," tandasnya.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani pun sependapat. Ia menyatakan bahwa sah-sah saja apabila PNS bekerja di rumah. Sebab, dengan kemajuan teknologi, bukan tidak mungkin hal itu dilakukan.

Rosan mengatakan, bekerja di rumah maupun di kantor sebetulnya tidak menjadi persoalan apabila para PNS mampu bekerja secara produktif. Ketimbang, mereka yang bekerja di kantor namun output dihasilkan rendah.

"Kita harus terbuka pemikiran, itu bisa dibilang tidak lazim kedengerannya. Keterbukaan digital sudah sangat luar biasa. Kita harus membuka pikiran, biarkan dilakukan assesment komprehensif, baru kita diskusikan, dilempar aja ke publik, sosialisasikan," tandasnya.

 


Apa Kata Honorer?

Sejumlah Guru honorer Kategori 2 beristigosah saat menggelar aksi di depan gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (23/7). Aksi ini digelar di tengah pejabat sedang melakukan rapat gabungan lanjutan bersama lintas kementerian. (Liputan6.com/JohanTallo)

Ketua Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Titi Purwaningsih mengatakan, pihaknya menyambut baik adanya wacana PNS bisa bekerja di rumah. Sebab, dengan begitu para tenaga honorer yang gajinya pas-pasan bisa menghemat biaya transportasi untuk datang ke instansi tempatnya bekerja.

"Kalau bagi honorer, ini bagus. Artinya kita tidak perlu capek-capek keluarkan uang transpor. Kemudian, meringankan beban. Tetapi apakah mungkin bisa dilaksanakan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Namun dirinya sangsi jika kebijakan ini bisa diterapkan. Terlebih bagi para PNS atau honorer dengan profesi tertentu seperti guru, di mana dalam proses belajar mengajar harus bertatap langsung dengan siswanya.

"Seperti guru, apakah mungkin bekerja di rumah tanpa bertatap muka. Kalau yang bidangnya administrasi bisa dimungkinkan. Tetapi bagi pendidik apakah mungkin, tidak bertatap muka. Kita tidak bisa melihat karakter siswa secara langsung," kata dia.

Menurut Titi, dari pada pemerintah membuat wacana yang belum tentu bisa diterapkan di Indonesia, lebih baik pemerintah memperhatikan kepastian nasib para tenaga honorer yang selama ini belum juga memiliki status yang jelas.

"Jadi kalau membuat wacana ya, yang wajar saja lah. Jangan ikut-ikutan di luar negeri yang kita belum mampu. SDM (PNS) kita belum memenuhi syarat, sarana dan prasarana juga belum ada. Yang riil saja dulu dilaksanakan secara maksimal seperti memberikan peluang kepada para guru honorer untuk mendapatkan sertifikasi," tandas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya