HUT Ke-74 RI, Ini 6 Lagu Pop Pembangkit Rasa Cinta Tanah Air

Menyambut HUT ke-74 RI , kita bisa kobarkan kembali rasa cinta Tanah Air, menghargai keragaman, dan mengembangkan toleransi.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Agu 2019, 14:20 WIB
Menyambut HUT ke-74 RI , kita bisa kobarkan kembali rasa cinta Tanah Air, menghargai keragaman, dan mengembangkan toleransi. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Apa yang Anda berikan kepada Indonesia untuk merayakan HUT ke-74 RI? Menyambut HUT ke-74 RI, kita bisa kobarkan kembali rasa cinta Tanah Air, menghargai keragaman, dan mengembangkan toleransi.

Ada banyak cara untuk memupuk semangat yang luhur ini. Salah satunya dengan mendengar lagu-lagu yang pernah dibuat para musisi Indonesia. Menyambut HUT ke-74 RI, Showbiz Liputan6.com memilih enam lagu Indonesia terbaik yang liriknya memerahputihkan sanubari.

Adakah salah satunya favorit Anda?

 


1. Bendera (Cokelat, 2003)

Band Cokelat pakai tenun NTT di penutupan Asian Para Games 2018 (Instagram

Merayakan Indonesia tanpa mendengar karya Eross Chandra gitaris Sheila on 7 ini rasanya kurang afdol. Dimulai dengan intro gitar, bas, dan dentuman drum, “Bendera” mengirim semangat bahkan sebelum lirik dilantunkan.

Klimaks lagu ini saat Kikan meneriakkan, “Merah putih teruslah kau berkibar. Diujung tiang tertinggi di indonesiaku ini. Merah putih teruslah kau berkibar. Kuakan selalu menjagamu”.

Warna vokal Kikan mewakili generasi muda di era medsos untuk menjaga tumpah darah mereka. “Bendera” adalah hit abadi Cokelat di samping “Karma.” Ini mahakarya Eross selain “Dan” yang bikin galau setengah mati.

Jangan lupa dengarkan instrumen “Bendera” versi Erwin Gutawa bersama London Philharmonic Orchestra di album Rockestra (Sony Music, 2007). Megah, membanggakan, dan bikin mata berkaca-kaca!

 


2. Rumah Kita (God Bless, 1988)

Vokalis God Bless, Ahmad Albar beraksi di atas panggung Jogjarockarta 2018 di Stadion Kridosono, Yogyakarta (27/10). Penonton yang menantikan aksi God Bless langsung mengikuti menyanyikan Padamu Negeri. (Fimela.com/Bambang E.Ros)

Tak usah muluk-muluk hendak mengorbankan nyawa demi Indonesia. Cinta Tanah Air itu bisa dimulai dari membangun rumah dan kampung halaman.

“Rumah Kita” memotret dengan objektif fenomena urbanisasi lalu mengajak pendengar pulang untuk memberdayakan apa yang ada di sana. Bayangkan, andai setiap orang berkomitmen seperti lagu ini, tidak menjadikan Jakarta sebagai satu-satunya pusat mimpi, kesenjangan bisa dikikis.

“Rumah Kita” hit yang mampu menembus ruang dan waktu. Kali pertama dirilis pada 1988, liriknya tetap terasa relevan. Buat generasi Instagram yang merasa berjarak dengan versi klasiknya, karya Ian Antono ini dinyanyikan kembali oleh Indonesian Voices pada 2004.

 


3. Negeriku (Chrisye, 1997)

Chrisye

Legenda hidup yang berpulang pada Maret 2007, ini mewariskan banyak tembang monumental. Salah satunya, “Negeriku".

Dibawakan dengan vokal yang karismatik, Chrisye tidak mencermahi orang untuk cinta Indonesia melainkan mengajak. “Satukan raga, junjunglah cinta. Peneguh hati, penyatu jiwa. Capailah angan, dengan segenap rasa. Demi kedamaian dalam kasih abadi sepanjang masa,” begitu Chrisye mengingatkan.

Yang dibutuhkan negara sekaya Indonesia adalah cinta, hati yang teguh, dan jiwa yang bersatu. Sudah punyakah kita?

 


4. Kebyar-kebyar (Lemon Tree's Anno '69, 1979)

Gombloh (via doelhadi1733.blogspot.com)

Bukan kebetulan jika bendera Indonesia berwarna merah putih. Gombloh bersama grup musiknya di era generasi bunga meracik nomor yang tak dinyana jadi legenda.

Warna merah mewakili darah, putih merujuk pada tulang. Begitulah semestinya kecintaan terhadap Sang Saka meresap hingga ke pembuluh dan belulang.

Yang menarik, durasi lagu ini hampir tujuh menit. Dibutuhkan kreativitas tingkat tinggi untuk membuat orang tertegun selama itu, merenungkan Indonesia. Di-cover berkali-kali mewakili zaman berbeda, versi asli lagu ini tetap yang paling mengena di sukma.

 


Pemuda (Chaseiro, 1979)

Nostalgia 80's (Deki Prayoga/bintang.com)

Soekarno pernah berujar, “Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Di pundak generasi muda, masa depan negara diletakkan.

Namun masa depan negara tak kan gemilang jika pemuda kehilangan arah. Chaseiro secara spesifik menggugat para pemuda yang ragu. “Pemuda, kemana langkahmu menuju? Apa yang membuat engkau ragu?” Klimaks lagu ini ada di lirik ikonis, “Bersatulah semua, seperti dahulu. Lihatlah ke muka, keinginan luhur kan terjangkau semua”.

Artinya, masa depan cerah negara hanya ada di pundak pemuda yang optimistis. Setuju?

 


Cerita Damai (Yovie & Nuno featuring Nina Tamam, 2001)

Yovie & Nuno (Foto: Deki Prayoga/Bintang.com)

Ini bukan lagu hit. Bahkan tak ada video klipnya. Tapi, izinkan kami rekomendasikan lagu ini di bulan kemerdekaan. Jauh sebelum hoaks dan kasus intoleransi menjadi menu kita sehari-hari, Yovie Widianto resah karena rakyat Indonesia belakangan mudah diadu dan saling menyakiti.

Uniknya “Cerita Damai” tak mengingatkan kita ke momen Soekarno-Hatta membacakan teks proklamasi melainkan 17 tahun sebelumnya. Tepatnya, saat leluhur kita mengikrarkan sumpah pemuda.

Di lagu ini Yovie bertanya, “Di manakah semangat yang dulu? Kita pernah janji dengan satu cinta di tanahku...” Dinyanyikan dengan sederhana oleh Nina berbalut piano dan semburat akrodion, “Cerita Damai” sindiran menohok untuk mereka yang gemar menyebar hoaks, mengafirkan saudara sebangsa, dan sifat nirfaedah lain.

Di ujung lagu ini, Yovie mengajak, “Akhirilah, bukankah kita insan yang penuh cinta?”

(Wayan Diananto)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya