Kunci Turunkan Stunting: Pahami Asupan Gizi dan Penguatan Faskes

Percepatan penurunan stunting dengan memahami asupan gizi dan penguatan faskes.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 18 Agu 2019, 06:00 WIB
Bayi ditimbang saat menjalani pemeriksaan rutin di Posyandu Ria Balita, Cipinang, Jakarta, Selasa (16/7/2019). Presiden Joko Widodo berencana memperkuat kebijakan sumber daya manusia (SDM). (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Percepatan penurunan stunting menjadi salah satu fokus upaya mengatasi permasalahan gizi di Indonesia. Anak-anak yang mengalami stunting dalam kondisi kurang gizi kronis, yang disebabkan kurang asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (1.000 HPK).

Dalam Pidato Kenegaraan di Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta seluruh pihak bekerja sama menurunkan angka stunting di Indonesia.

"Kita turunkan angka stunting sehingga anak-anak kita bisa tumbuh menjadi generasi yang premium," tegas Jokowi di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Ia mengatakan, upaya penurunan stunting harus dilakukan untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang sehat dan kuat. Ke depan, Indonesia memiliki anak bangsa yang pintar dan berbudi pekerti luhur serta mampu berkompetisi di tingkat regional dan global.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi stunting di Indonesia mengalami penurunan, yakni berada pada angka 30,8 persen. Pada Riskesdas 2013, prevalensi stunting sebesar 37,2 persen. Upaya penurunan stunting pun tak lepas dari tantangan.

"Tantangannya itu kita punya beban masalah gizi. Ada anak-anak yang menderita kekurangan gizi, obesitas, anemia. Bahkan kekurangan mikronutrien, seperti zat besi, asam folat, atau vitamin A," papar Ardhiantie, Perencana Muda Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional saat ditemui Health Liputan6.com di Jakarta beberapa waktu lalu.

 

Simak Video Menarik Berikut Ini:


Olah Makanan Sehat

Gambar ilustrasi

Stunting sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat dan pola asuh, bagaimana pola konsumsi makanan dan gizi seimbang. Jika ibu mengonsumsi makanan yang kurang bergizi atau anak tidak diberikan nutrisi baik, seperti Air Susu Ibu (ASI), maka stunting bisa berisiko terjadi.

"Perhatikan bagaimana pola konsumsi makanan dan lingkungan sekitar. Ini menentukan kesehatan ibu dan anak, yang pada akhirnya mencegah anak stunting. Cek, juga pola asuh menyangkut pemberian ASI," Ardhiantie menuturkan.

Mengutip laman Sehat Negeriku Kementerian Kesehatan, Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek menekankan, mengubah perilaku masyarakat dan pola asuh menjadi lebih baik dengan cara memberi ASI yang baik, menggerakkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), serta menerapkan pola hidup sehat dapat menurunkan prevalensi stunting.

Contoh penerapan pola konsumsi makanan yang sehat sebagai upaya penurunan stunting dan perbaikan gizi masyarakat seperti yang dilakukan Tim Tenaga Kesehatan, Nusantara Sehat Kementerian Kesehatan. Tim Nusantara Sehat yang ditempatkan di Puskesmas Morole, Ende, Nusa Tenggara Timur mengkreasikan makanan lokal.

"Kami di sana menerapkan program Mama Hebat, yang mana upaya ini memanfaatkan bahan pangan lokal. Di Ende kaya akan seafood (makanan laut) ikan. Ikannya dibuat bakso ikan," ujar dokter umum Evi, yang bertugas di Puskesmas Morole, Ende, Nusa Tenggara Timur dalam acara 'Pertemuan Koordinasi Tim Nusantara Sehat Batch 9, 10, 11' di Jakarta pada Selasa (6/8/2019).

Selain mengkreasikan sumber pangan ikan, Evi dan rekan-rekan juga berupaya membuat makanan dari daun kelor, dalam bahasa setempat disebut marungge. Daun kelor di Ende termasuk berlimpah.

"Marungge dibikin puding. Jadinya, puding marungge," Evi menjelaskan.

Para ibu hamil, bayi, dan balita memanfaatkan bahan lokal untuk meningkatkan gizi. Pengelolaan bahan lokal pun lebih sehat.


Pantau Berat dan Tinggi Badan

Petugas menimbang bayi saat pemeriksaan rutin kesehatan di Posyandu Ria Balita, Cipinang, Jakarta, Selasa (16/7/2019). Presiden Joko Widodo berencana memperkuat kebijakan sumber daya manusia (SDM). (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Pengetahuan masyarakat, lanjut Ardhiantie, terkait kesehatan gizi anak juga perlu dipupuk. Apa yang dimakan anak, sehat atau tidak makanan tersebut harus diketahui. Hal ini akan berpengaruh pada berat badan dan status gizi anak.

Ditegaskan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Gizi Kementerian Kesehatan RI, Eni Gustina, pemantauan pertumbuhan dan perkembangannya perlu dilakukan secara rutin dalam 1.000 HPK.

"Pertumbuhan anak dapat kita pantau berdasarkan grafik pertumbuhan yang ada dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dengan menimbang Berat Badan dan tinggi badan anak," ujar Eni dalam siaran Live Streaming Radio Kesehatan Kementerian Kesehatan, yang disiarkan melalui RRI Pro- 3 pada 14 Agustus 2019.

Pemantauan tumbuh dan kembang bayi dan balita disarankan setiap bulan. Para ibu bisa membawa si kecil ke posyandu setempat. Seorang anak dikatakan bertumbuh ditandai pertambahan berat badannya, panjang badan/tinggi badan, dan lingkar kepalanya.

Disebut perkembangan anak, yakni kemampuan seharusnya sudah dilakukan anak sesuai usianya. Misal, anak usia 3 bulan mulai bisa berguling, usia 6 bulan latihan merangkak, dan usia 12 bulan latihan berjalan.


Penguatan Fasilitas Kesehatan

Lima dokter disediakan dalam pengobatan gratis di Puskesmas Wesaput

Nila menyampaikan, penguatan fasilitas layanan kesehatan dan SDM kesehatan mendukung pemantauan kesehatan ibu dan anak, termasuk permasalahan gizi.

“Kedua-duanya merupakan satu kesatuan yang harus merata di setiap daerah di Indonesia,” ucap Nila.

Pemerataan fasilitas layanan kesehatan sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, baik kehadiran rumah sakit maupun puskesmas. Pun SDM Kesehatan melalui program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) dan Nusantara Sehat yang ditugaskan di setiap daerah pelosok di Indonesia.

Tantangan selanjutnya soal infrastruktur. Setiap wilayah Indonesia memiliki tantangannya terkait akses menuju ke fasilitas kesehatan. Tantangan ini harus dihadapi oleh para tenaga kesehatan, khususnya Nusantara Sehat di pelosok terpencil.

“Perjuangan Nakes di daerah untuk sampai ke masyarakat memiliki ceritanya masing-masing. Maka, pembangunan infrastruktur juga penting dalam pembangunan kesehatan. Itu yang saya maksud dengan kerja sama lintas sektor dalam pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia,” ungkap Nila.

Berkat adanya tenaga kesehatan yang masuk ke daerah terpencil, perlahan-lahan perbaikan gizi masyarakat membaik. Gizi ibu dan anak juga kian sehat. Mereka mulai sadar dengan kesehatan.

Wajah Andriana, perwakilan Tim Nusantara Sehat yang ditugaskan di Ropang, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) terlihat lega saat menyaksikan masyarakat setempat sadar kesehatan.

"Kami ditempatkan di daerah terpencil merupakan suatu kebanggaan. Di sana kami bisa mengaplikasikan ilmu dan berbagi pengetahuan kepada masyarakat. Awal tiba di sana, masyarakat minim sekali informasi kesehatan. Tapi lama-lama dengan kami sosialisasi gizi, pola makan seimbang, mereka mau sadar kesehatan," tutur Andriana saat ditemui di Jakarta.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya