Gerakan Maju Tani Akan Paparkan Konsep Meta Farming di Depan Ketua Umum HKTI

Melalui aplikasi ini, mereka yang tertarik untuk bertani bisa bercocok tanam di lahan yang sudah disiapkan oleh Meta Farming.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Sep 2023, 18:31 WIB
Petani menunjukkan tanaman saat melakukan perawatan dalam ruang penyemaian pada sebuah kafe resto di kawasan Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten, Kamis ( 26/1/2023). Ada 20 jenis tamanan pangan dan medicine beragam rasa seperti arugula (pedas), swiss chards (rasa bumi), chervils (unik), viola (edible flowers), red veined sorrels (asam) yang dipanen sebulan sebanyak enak kali. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Lahan yang terus berkurang serta jumlah petani yang terus menurun menjadi tantangan bagi ketahanan pangan Indonesia. Saat ini, 70 persen petani yang ada di Indonesia berusia di atas 65 tahun.

Permasalahan itu yang membuat Erwin Gunawan mendirikan Gerakan Maju Tani. Menurut Erwin, masalah krisis pangan dunia sudah di depan mata dan tidak bisa diserahkan ke pemerintah saja. Kata dia, masalah ini menjadi masalah bersama yang harus diatasi dengan partisipasi setiap warga Indonesia dan menjadi tanggung jawab semua.

"Oleh sebab itu kami Gerakan Maju Tani ingin melibatkan seluruh anak bangsa untuk berkontribusi sekecil apa pun itu dalam menyelesaikan masalah ini. Dengan adanya masalah lahan terbatas, jumlah petani berkurang tentu akan memengaruhi ketahanan pangan. Karena itu Gerakan Maju Tani ini mengajukan konsep Meta Farming di mana semua orang bisa menjadi petani meski tidak memiliki lahan,” kata Erwin dalam keterangannya, Jumat (8/9/2023).

Erwin yang juga Inisiator Gerakan Maju Tani mengungkapkan, Meta Farming ini memanfaatkan teknologi untuk membantu orang-orang yang berminat untuk menjadi petani. Rencananya, konsep Meta Farming ini akan disampaikan Gerakan Maju Tani kepada Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang juga Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, Senin (11/9/2023) di Kantor KSP, Jakarta.

Meta Farming adalah platform online di mana semua orang bisa terlibat dalam pertanian. Melalui aplikasi ini, mereka yang tertarik untuk bertani bisa bercocok tanam di lahan yang sudah disiapkan oleh Meta Farming.

"Contoh GREENS yang memiliki aplikasi Meta Farming punya lahan pertanian dengan smart control agriculture di mal atau juga restoran bikin ladang pertanian yang kita sebut green pod bertanam di dalam restoran. Jadi, anak muda yang ingin bertani di Meta Farming bisa belajar cara bertani mulai dari membeli bibit hingga memanen hasilnya yang nantinya akan bagi hasil dengan pemilik aplikasi," jelas Erwin.

Tujuan utama dari Gerakan Maju Tani dengan konsep Meta Farming ini adalah menginspirasi generasi muda untuk mau menjadi petani dan juga pihak lain yang tertarik untuk bertani namun tidak tahu caranya.

Erwin menambahkan, Gerakan Maju Tani berharap Ketua Umum HKTI Moeldoko memberikan dukungan kepada Gerakan Maju Tani untuk menyosialisasikan konsep Meta Farming.

"Gerakan ini bukan hanya difokuskan di Jakarta tapi juga di kota-kota lain di Indonesia. Kami berharap semakin banyak yang mau bergabung dengan Gerakan Maju Tani dan mau bertani dengan konsep meta farming. Upaya ini diharapkan bisa meningkatkan jumlah petani muda di Indonesia," jelas Erwin.

 


Minat Pemuda Rendah

Petani melakukan perawatan tanaman dalam ruang penyemaian pada sebuah kafe resto di kawasan Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten, Kamis ( 26/1/2023). Ada 20 jenis tamanan pangan dan medicine beragam rasa seperti arugula (pedas), swiss chards (rasa bumi), chervils (unik), viola (edible flowers), red veined sorrels (asam) yang dipanen sebulan sebanyak enak kali. (merdeka.com/Arie Basuki)

Selain Erwin Gunawan dari GREENS, Gerakan Maju Tani diinisiasi oleh tujuh orang lainnya yaitu James Rayawan dari Hyoshi Farm, Edlin Prabawa dari Satria Group Farm, Andro Tunggul Namureta, Lantip Kurniawan dari Jalantara Tirtamarta Hidroponik, Nur Rohman, Alpukat Farmer, Chooirul Ibnur Fajar dari Agrobersama serta Ardito Hartawan dari Hydrofarm.

Berdasarkan hasil survei Jakpat, hanya 6 dari 100 generasi Z berusia 15-26 tahun yang ingin bekerja di bidang pertanian. Ada sejumlah alasan mengapa banyak generasi Z yang tak ingin bekerja di bidang pertanian antara lain pendapatan kecil, penuh risiko dan tidak menjanjikan.

Rendahnya minat pemuda bekerja di sektor ini pun membuat Indonesia harus puas berada di urutan keenam negara dengan proporsi tenaga kerja pertanian tertinggi di Asia Tenggara.

Menurut ASEAN Statistics Division, proporsi tenaga kerja pertanian di Indonesia sebesar 29,8% pada 2020. Posisi Indonesia berada di bawah Kamboja dengan proporsi tenaga kerja pertanian sebesar 32.1%. Sedangkan, Myanmar menjadi negara yang memiliki proporsi tenaga kerja pertanian paling tinggi di Asia Tenggara, yakni 48,9%.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya