Liputan6.com, Jakarta - Wacana penggabungan volume produksi rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) pada kebijakan cukai ke depan menuai penolakan. Penggabungan atau penyederhanaan tersebut dikhawatirkan akan menciptakan persaingan tidak sehat.
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Sulami Bahar mengatakan, penggabungan volume produksi SKM dan SPM yang merupakan bagian dari wacana penyederhanaan cukai hasil tembakau akan menciptakan persaingan tidak sehat di antara industri tembakau.
Oleh sebab itu, Sulami tak setuju wacana tersebut diterapkan.
Baca Juga
Advertisement
“Kami sangat tidak setuju dengan penggabungan volume produksi SKM dan SPM maupun simplifikasi, karena sangat memberatkan industri, terutama industri kecil,” kata Sulami, di Jakarta, Sabtu (17/8/2019).
Dia menjelaskan, jika penggabungan SKM dan SPM diterapkan, industri golongan menengah dan kecil yang volume produksinya masih rendah akan dipaksa naik ke golongan yang lebih tinggi, sehingga tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) menjadi ikut melonjak.
“Dalam konteks persaingan usaha, dampak tersebut akan melemahkan pemain di industri kecil dan menengah. Kebalikannya, industri rokok besar yang sudah dominan di segmen SKM maupun SPM akan lebih untung,” paparnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
10 Golongan Sudah Tepat
Menurutnya, sebaiknya pemerintah juga tidak menerapkan penyederhanaan cukai tembakau, sebab struktur tarif cukai tembakau pada saat ini yang terdiri dari 10 golongan sudah mencerminkan kondisi IHT, yang terdiri dari 437 pelaku industri dengan rentang variasi produksi sangat variatif dan luas.
“Simplifikasi struktur tarif cukai akan menyebabkan terpukulnya pabrik golongan kecil dan menengah, yang akan berakibat pada hilangnya lapangan pekerjaan dan semakin maraknya rokok ilegal,” jelasnya.
Sedangkan Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM-SPSI) Sudarto berpendapat, regulasi yang dikeluarkan Pemerintah atas tembakau akan berdampak pada keberlangsungan perusahaan hasil tembakau.
"Jumlah industri hasil tembakau yang makin berkurang, tentu akan mempengaruhi tenaga kerja yang ada,” tandasnya.
Advertisement