Sri Mulyani: Generasi Muda Jadi Tulang Punggung Ekonomi Digital RI

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan generasi muda saat ini menjadi masa depan ekonomi bangsa

oleh Bawono Yadika diperbarui 18 Agu 2019, 13:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kemajuan serta keterbukaan era ekonomi digital saat ini memberikan peluang besar bagi generasi muda untuk mengembangkan kapasitasnya.

Hal itu ia sampaikan pada acara The Nation Gerakan Nasional 1000 Startup Digital Satu Indonesia dengan tema Sumber Daya Digital Millenial Unggul, 1000 Inovasi Digital – Indonesia Maju di Istora Senayan siang ini.

"Ini memberikan suatu contoh nyata dan sekaligus inspirasi bahwa kalau Anda punya ide dan kemauan dan anda memiliki skill maka anda mampu untuk menciptakan suatu enterpreneurship yang mana digital ekonomi menjadi basis anda," tuturnya di Jakarta, Minggu (18/8/2019).

Dia melanjutkan, anak-anak muda Indonesia pada dasarnya telah menunjukan kontribusi signifikan pada kemajuan ekonomi digital.

"Banyak anak-anak muda di Indonesia menjadi teknopreneur. Kita mengetahui mengenai Gojek, Traveloka, Tokopedia, Bukalapak dan seluruh decacorn atau unicorn yang sudah muncul," ujarnya.

Pihaknya pun menegaskan, pemerintah selaku regulator akan terus menerapkan kebijakan yang dapat membangun kultur teknopreneur kedepan semakin terus menggeliat.

"Pemerintah melalui berbagai program dan policy-nya terus akan menciptakan suatu ekosistem yang diharapkan akan mampu menumbuhkan banyak sekali teknopreneur maupun berbagai pelaku ekonomi digital," kata Sri Mulyani.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Target Rasio Pajak Naik jadi 11,5 Persen di 2020

Kebaya Sri Mulyani by Didiet Maulana. (Foto: Didiet Maulana)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, target rasio perpajakan atau tax ratio pada 2020 sedikit di atas 2019 yaitu sekitar 11,5 persen. Tahun ini, dalam outlook Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) target rasio pajak hanya 11,1 persen.

"Beberapa hal yang penting tax rasio 11,5 persen untuk 2020," ujar Sri Mulyani saat memberi paparan dalam penjelasan Nota Keuangan RAPBN 2020 di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Jumat (16/8).

Secara keseluruhan penerimaan perpajakan pada 2020 ditargetkan sebesar Rp 1.861,8 triliun. Angka tersebut naik jika dibandingkan outlook APBN 2019 sebesar Rp 1.643,1 triliun.

"Kalau dilihat ini masih cukup sehat dengan lingkungan makro yang cukup melemah di level global dan ini suatu tantangan. Kita akan terus melakukan reformasi bidang perpajakan," jelas Sri Mulyani.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, pemerintah akan terus mengoptimalkan penerimaan pajak di tahun depan. Namun peningkatan penerimaan pajak akan dilakukan dengan hati hati tanpa mengganggu iklim usaha.

"Di satu sisi tetap mengingatkan penerimaan pajak tapi tidak ganggu iklim investasi. Oleh karena itu, instrumen pajak tidak hanya untuk collection juga dorong investasi," tandasnya.


Tingkatkan Rasio Pajak Hingga 16 Persen Butuh Waktu Lama

Ilustrasi: Pajak Foto: Istimewa

Janji calon presiden (capres) Prabowo Subianto untuk menaikkan rasio pajak menjadi 16 persen dinilai membutuhkan waktu yang lama. Setidaknya Indonesia minimal membutuhkan waktu 5 tahun untuk mencapai target tersebut.

Pengamat Perpajakan Yustinus Prastowo mengatakan, kenaikan rasio pajak yang cukup signifikan tersebut tidak bisa dilakukan dalam waktu 1-2 tahun. Sebab, berpotensi mengganggu kestabilan ekonomi.

‎"Yang perlu ditanya, dia butuh waktu berapa lama. Kalau dalam waktu 1-2 tahun tidak mungkin karena akan mendistorsi perekonomian," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, seperti dikutip Senin (1/4/2019).

Menurut dia, kenaikan rasio pajak yang tinggi akan berdampak pada sektor swasta sebagai pembayar pajak. Oleh sebab itu, untuk menaikan rasio pajak perlu berhati-hati dan bertahap.

"Itu namanya kan mengekstraksi sumber daya sektor privat untuk diambil publik, ekonominya nanti malah kontraksi. Tapi kalau itu jangka panjang, ya butuh target 5 tahun misalnya. Saya kira dikasih waktu 5 tahun, minimal 5 tahun ya bisa," jelas dia.

Selain itu, lanjut Yustinus, yang paling penting yaitu apa strategi yang disiapkan untuk mencapai kenaikan rasio ini. Sehingga tidak membuat resah para pelaku ekonomi.

‎"Iya, sekarang yang perlu diuji itu strateginya, semua orang bisa bilang ingin menaikkan, tetapi yang penting caranya apakah akan mendistorsi ekonomi atau tidak, itu yang perlu diuji," tandas dia.  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya