Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia merespons positif terhadap perkembangan politik terbaru di Sudan yang tengah dilanda krisis dan instabilitas pemerintahan.
Respons itu datang setelah dewan militer Sudan dan kelompok oposisi sipil telah menandatangani perjanjian pembagian kekuasaan di Ibu Kota Khartoum pada Sabtu 17 Agustus 2019.
Baca Juga
Advertisement
Pakta tersebut membuka jalan bagi kedua faksi untuk membentuk dewan militer dan sipil bersama yang akan memimpin Sudan selama tiga tahun sampai pemilu diadakan untuk pemerintahan yang dipimpin sipil, demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (18/8/2019).
Di bawah kesepakatan, dewan berdaulat, yang terdiri dari enam warga sipil dan lima jenderal, akan memerintah negara itu sampai pemilu.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk merotasi kepemimpinan dewan selama tiga tahun. Seorang perdana menteri yang dinominasikan oleh warga sipil akan ditunjuk pekan depan.
Menyikapi situasi tersebut, pemerintah Indonesia "menyambut baik penandatanganan kesepakatan politik" antara dewan militer dan kelompok sipil 'Gerakan Pembebasan dan Perubahan Sudan'.
"Penandatangan itu merupakan langkah penting bagi keberlanjutan proses transformasi dan demokrasi yang damai di Sudan," lanjut pemerintah Indonesia seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Luar Negeri RI, Kemlu.go.id.
Simak video pilihan berikut:
Sekilas Krisis Sudan
Sudan telah menyaksikan protes dan penindasan pro-demokrasi sejak Presiden Omar al-Bashir digulingkan oleh militer pada April 2019.
Usai penggulingan, militer membentuk dewan pemerintahan interim. Namun, kelompok sipil segera memprotes dan mendesak militer menyerahkan kekuasaan kembali ke tangan rakyat.
Protes massa pro-demokrasi berlangsung selama berbulan-bulan. Demonstrasi sempat berjalan damai, namun faksi militer Sudan dilaporkan melakukan penumpasan brutal terhadap massa.
Organisasi multilateral di kawasan Afrika telah bertindak untuk menengahi perundingan antara dewan militer dengan kelompok sipil selama beberapa pekan terakhir, dengan tujuan untuk mengakhiri krisis dan instabilitas serta penjajakan pemerintahan baru Sudan.
Advertisement