Cerita GKR Hemas Mendadak Dilarang Menghadiri Sidang MPR 2019

Surat pembatalan undangan terhadap GKR Hemas diberikan di detik-detik akhir jelang pelaksanaan sidang tahunan MPR 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Agu 2019, 16:03 WIB
Sri Sultan Hamengkubuwono X (kedua kiri) didampingi Wakil Ketua DPD GKR Hemas saat melakukan Halal Bihalal dengan Warga Yogyakarta yang ada di Jakarta, Minggu (24/7). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPD RI Periode 2014-2019 Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas menerima perlakuan tak menyenangkan saat akan menghadiri sidang tahunan MPR pada Jumat 16 Agustus 2019 lalu. Undangan yang sudah diterima Hemas dibatalkan sepihak.

Hemas terpaksa legowo menerima surat pembatalan yang dikirimkan Setjen DPD dan MPR. Padahal permaisuri Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X itu sudah siap menghadiri sidang tahunan dan mendengarkan langsung pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Secara mengejutkan, GKR Hemas yang sudah menerima undangan dan bersiap hadir, secara sepihak dicabut undangan kehadirannya melalui surat yang dikirim Sekretaris Jenderal DPD Reydonnyzar Moenek dan surat dari Sekretaris Jenderal MPR RI, Ma'ruf Cahyono," ujar aktivis perempuan sekaligus ahli hukum tata negara Bivitri Susanti dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (18/8/2019).

Pembatalan itu merujuk putusan Badan Kehormatan (BK) DPD RI dalam surat No 02.00/ 1963/DPD RI//2019 yang isinya melakukan Pencabutan Undangan Bagi GKR Hemas (Anggota DPD No 8-53).

Kata Bivitri, Hemas telah menerima undangan sidang tahunan sejak 3 hari sebelum acara digelar, atau Rabu 14 Agustus 2019. Namun saat hari H, dirinya diberitahu kalau undangan tersebut dicabut.

"Undangan diterima 3 hari sebelum tanggal 17, dibatalkan 6 jam sebelum pembukaan pukul 08.30 WIB. Jadi surat yang sama diterbitkan oleh Sekjen MPR RI, dengan merujuk surat dari Setjen DPD RI. Melalui Surat No B-Z317/H.M-.04.03/B~11/Setjend MPR/08/2019, Sekjen MPR mencabut undangan bagi GKR Hemas untuk menghadiri acara penting tersebut. Kedua surat tersebut diterima oleh GKR Hemas pada dini hari 16 Agustus 2019," bebernya.

"Jadi ada dua surat, pertama dari DPD RI pencabutan undangan diterima pukul 02.00 WIB, Sekjen MPR RI diterima 04.00 WIB, isinya pembatalan, sama," sambungnya.

Kendati, Hemas enggan memprotes pembatalan undangan dirinya. Permaisuri Raja Yogyakarta ini enggan membuat gaduh saat sidang tahunan MPR 2019 berlangsung.

"Tindakan Ibu Kanjeng Ratu Hemas memutuskan tidak hadir dan tidak melakukan protes untuk menghormati sidang umum 2019," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Sikap Aktivis Perempuan

Aktivis perempuan memprotes pembatalan sepihak terhadap GKR Hemas untuk menghadiri Sidang Tahunan MPR 2019. (Ronald/Merdeka.com)

Terkait pembatalan sepihak itu, sejumlah aktivis perempuan dari Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI), Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI), Maju Perempuan Indonesia, pegiat demokrasi dan keterwakilan perempuan menyampaikan pernyataan sikapnya:

1. Menyatakan solidaritas dan dukungan kepada GKR Hemas untuk terus konsisten menyuarakan aspirasi rakyat dalam kapasitasnya sebagai Anggota DPD RI mewakili Provinsi DIY. Kami meminta semua pihak menghargai hak konstitusional GKR Hemas sebagai Anggota DPD RI yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.

2. Mengecam keras tindakan Sekjen DPD dan Sekjen MPR RI yang mengeluarkan surat pencabutan undangan tidak sesual dengan asas umum pemerintahan yang baik, khususnya berkaitan dengan asas kepastian hukum, ketldakberpihakan, kecermatan, dan pelayanan yang baik.

3. Dasar pembatalan undangan adalah Surat Keputusan BK DPD RI No. 2 Tahun 2019, tertanggal 22 Maret 2019 tentang Pemberhentian GKR Hemas anggota DPD RI No. 3-53 sebagai anggota DPD dari Provinsi DIY. Padahal, secara faktual sampai hari ini GKR Hemas adalah anggota DPD yang sah karena belum ada Keputusan Presiden yang menetapkan pemberhentian yang bersangkutan berdasarkan SK BK dimaksud. Harus pula dipahami bahwa sikap politik GKR Hemas yang berbeda dengan kesimpulan BK DPD, adalah refleksi dari upaya penegakkan aturan yang diyakininya benar. Oleh karena itu mandat rakyat yang diperoleh anggota DPD terpilih tidak boleh secara sepihak dicabut tanpa melalui prosedur yang konstitusional pula.

4. Tindakan pencabutan undangan terhadap GKR Hemas tidak bisa dilihat sederhana, semata-mata sebagai tindakan administratif surat menyurat biasa. Tindakan yang dikeluarkan secara mepet waktu selain memperlihatkan sikap tidak profesional dalam administrasi pemerintahan, juga harus dilihat sebagai ancaman serius pada keberadaan perempuan di ranah politik.

5. Kami meminta pejabat yang berwenang secara struktural untuk segera mengoreksi tindakan Sekjen DPD dan Sekjen MPR yang sudah bertindak tidak tepat dengan mengeluarkan surat pencabutan undangan atas nama GKR Hemas.

 

Reporter: Ronald

Sumber: Merdeka.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya