Keprihatinan di Balik Bendera Raksasa yang Terbentang pada Puncak Gunung Warung

Upacara HUT RI dan pembentangan bendera di atas Gunung Warung sebagai bentuk rasa keprihatinan warga terhadap lingkungan.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 18 Agu 2019, 19:00 WIB
Ada yang beda dari acara yang digelar pemerintah kabupaten setempat, yakni membentangkan bendera raksasa berukuran 150 x 3 meter, di atas Gunung Warung yang terletak di Desa Dalangan, Kecamatan Todanan. (Liputan6.com/Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Blora - Euforia Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 RI dimeriahkan setiap daerah. Tak terkecuali di Blora, Jawa Tengah. Ada yang beda dari acara yang digelar pemerintah kabupaten setempat, yakni membentangkan bendera raksasa berukuran 150x3 meter, di atas Gunung Warung yang terletak di Desa Dalangan, Kecamatan Todanan.

Supat, selaku warga setempat mengatakan, upacara HUT RI dan pembentangan bendera di atas gunung tersebut sebagai bentuk rasa keprihatinan warga terhadap lingkungan.

"Kami tiba-tiba mempunyai ide gagasan ketika melihat gunung ini rusak. Lalu kami langsung punya ide bikin bendera 150 meter," katanya kepada Liputan6.com di lokasi, Sabtu, 17 Agustus 2019.

Supat mengungkapkan, saat ini daerahnya semakin sulit mencari air ketika musim kemarau akibat rusaknya pepohonan di gunung ini. Padahal, daerahnya merupakan pegunungan.

"Di wilayah kami, lingkungannya kian hari semakin menggelisahkan. Lihatlah ketika musim kemarau rusak. Air juga surut," kata Supat diketahui juga merupakan ketua Yayasan Komunitas Upat-Upat Bumi Blora.

Supat berkeinginan agar pemerintah khususnya Jawa Tengah memperhatikan regulasi yang telah dibuat. Kata dia, banyaknya masyarakat yang membuang sampah sembarangan dan penebangan hutan menjadi penyebab utamanya kondisi kekeringan ini.

"Kami berkeinginan, pemerintah bisa ikut mengambil bagian untuk menyadarkan, menciptakan regulasi atau aturan yang jelas. Semata-mata untuk mengembalikan bumi ini agar kembali menjadi hijau," tambahnya.

Sementara itu, Riyan, salah seorang anggota organisasi Pecinta Alam (PA) Cumfire Batam yang hadir dalam upacara tersebut mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi alam yang ada wilayah Blora.

"Saya pribadi sangat prihatin melihat kondisi alam di wilayah Blora. Dalam penyusuran saya banyak wilayah hutan keadaannya gundul," ungkapnya.

"Saya berharap Pemkab Blora untuk melakukan reboisasi," imbuh Riyan.

Penjahit bendera raksasa tersebut, Lina Sugiarti, mengatakan bendera itu dijahitnya selama 4 hari. Kata dia, persiapan dimulai sejak hari Rabu, 13 Agustus 2019.

"Dijahit empat hari. Ya Alhamdulillah meskipun mengadakan kegiatan mandiri bersama warga dan komunitas bisa berjalan lancar," katanya.

Lina juga mengungkapkan waktu menjahit bendera raksasa tersebut, listrik di Todanan sering mati. Inilah yang menjadi kendala dan sempat membuatnya deg-degan tidak bisa menyelesaikan menjahit bendera tepat waktu. "Kendalanya itu listrik sering padam. Selain itu tidak ada," dia membeberkan.

Diketahui, pembentangan bendera merah putih raksasa tersebut merupakan baru pertama kalinya dilakukan di Gunung Warung.

Turut hadir dalam acara tersebut di antaranya dari Komunitas Vespa Blora, Komunitas Punk Jawa Tengah, Komunitas Upat-Upat Bumi, komunitas pencak silat, perwakilan siswa-siswi SMK di Todanan, dan berbagai komunitas lainnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya