Era Banking 4.0 jadi Peluang Perbankan untuk Berinovasi

Perbankan akan terpengaruh dengan disrupsi dari era digital teknologi dalam revolusi industri 4.0 jika tidak menyikapi secara tepat dan cepat.

oleh Septian Deny diperbarui 19 Agu 2019, 12:15 WIB
Nasabah mengamati layanan digital Banking BTPN bernama Jenius di Jakarta, Jumat (26/1). Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, perbankan semakin gencar mengembangkan layanan berbasis digital. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Era digital banking 4.0 menjadi peluang bagi perbankan di Tanah Air untuk lebih berinovasi memberikan layanan kepada nasabah. Inovasi tersebut dibutuhkan untuk menyikapi persaingan seiring pesatnya pertumbuhan financial technology (fintech).

Namun, di sisi lain era digital banking 4.0 juga menghadirkan sejumlah tantangan seperti perlindungan data nasabah. Oleh karena itu, perbankan dituntut untuk lebih adaptif terhadap perkembangan era digital banking 4.0.

Hal ini disampaikan dalam roundtable breakfast sharing session bertajuk Banking 4.0 dan Tantangan Ekonomi Digital di Industri Perbankan Indonesia oleh Telkomtelstra dan Mastersystem yang menghadirkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan PricewaterhouseCoopers Indonesia (PwC) akhir pekan lalu di Jakarta.

Deputi Direktur Produk, Aktivitas, dan APU PPT OJK, Tris Yulianta menilai perbankan akan terpengaruh dengan disrupsi dari era digital teknologi dalam revolusi industri 4.0 jika tidak menyikapi secara tepat dan cepat.

“Apakah perkembangan digital akan menyebabkan disruption bagi perbankan? Iya jika kita tidak menyikapi. Sebab, perilaku konsumen berubah. Teknologi digital  membuka kompetisi, kedatangan fintech juga membuka persaingan. Ini harus disikapi,” ujar dia di Jakarta, Senin (19/8/2019).

Menurut Tris, perubahan perilaku konsumen menuntut perbankan untuk lebih adaptif dengan teknologi digital. Karena jika tidak, maka perbankan akan bisa ditinggal nasabah.

Selaku regulator, OJK berupaya untuk membuat aturan yang mampu mengikuti perkembangan zaman. Untuk itu, OJK telah menyusun Peraturan OJK (POJK) Nomor 12/2018 yang salah satunya bertujuan untuk mendukung efisiensi operasional, meningkatkan layanan, dan mengadopsi teknologi TI.

“Dengan regulasi itu, harusnya perbankan bisa menyikapi disruption karena dari sisi regulasi sudah cukup mendukung. Pendek kata, layanan perbankan sudah bisa dalam genggaman tangan,” paparnya.

Menyadari hal itu, lanjut Tris, perbankan harus memanfaatkan era digital banking sebagai peluang untuk meningkatkan performance perbankan secara keseluruhan.

“Arahnya kita dorong perbankan untuk sinergi dan kolaborasi dengan fintech di era digital banking,” tuturnya

Meski demikian, dia memaparkan, perkembangan digital banking kedepannya juga menghadirkan sejumlah tantangan terutama perlindungan nasabah dan dampak terhadap ekonomi secara luas.

“Perlindungan dan edukasi maupun literasi kepada nasabah menjadi pekerjaan rumah kita. Selain itu, apa kita siap dengan kemunculan virtual banking misalnya? Karena dampaknya, perbankan akan mengurangi jumlah cabang dan itu akan mempengaruhi ekonomi secara luas, apa kita sudah siap?” ungkapnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Era Digital Banking 4.0

Pengunjung mencoba pembayaran digital Pay by QR di Jakarta, Kamis (3/3). Sistem Pay by QR terintegrasi pada layanan mobile banking bank maupun aplikasi uang elektronik yang dapat langsung digunakan sebagi sumber dana. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Chief Product and Services Officer Telkomtelstra, Agus F Abdillah,  menjelaskan perkembangan pesat era digital banking 4.0 di sektor perbankan dan finansial telah mengubah dan mendisrupsi model bisnis saat ini.

“Hampir semua di sektor finansial dan perbankan, mulai dari deposit, lending, payment system, asuransi, hingga multifinance dimasuki oleh model bisnis baru yang berbasis platform. Ini yang banyak terjadi,” ucapnya.

Menurut Agus, jika perbankan belum menggunakan ini, maka akan sangat mudah didisrupsi oleh fintech yang baru-baru.

“Nah, bagaimana fintech bisa melakukan itu, antara lain dengan memperbaiki customer experience memanfaatkan teknologi IT. Teknologi seperti apa, ada tiga yang menonjol, yakni dari sisi network, cloud, dan security,” paparnya.

Sebagai salah satu perusahaan penyedia solusi teknologi terdepan seperti Managed Network Services, Managed Security Services dan Managed Cloud Services, Telkomtelstra ikut mendukung upaya regulator dan perbankan di Indonesia untuk bertransformasi dan beradaptasi dengan era digital banking 4.0. Telkomtelstra menawarkan solusi pengelolaan cloud menjadi satu sistem terintegrasi dengan nama hybrid cloud system.

Bekerjasama dengan Microsoft, sistem hybrid cloud ini memungkinkan data tetap tersimpan di data center Telkomtelstra di Indonesia, namun bisa menggunakan azure publik secara global.

Sementara itu, Ravi Ivaturi, PwC Indonesia Advisor, menjelaskan banyak dari perusahaan terutama di sektor perbankan menyatakan sudah masuk dalam era digital banking 4.0. Ravi mendorong agar lebih banyak lagi pelaku industri perbankan berinvestasi dan masuk serta mengaplikasikan digital dalam bisnis.

“Sudah waktunya bagi mereka untuk  memahami digital,” paparnya.

Berdasarkan PwC’s 11th Anniversary Digital IQ Survey yang dilakukan pada 2018 di 60 negara dengan 2.268 jumlah responden, layanan digital banking mulai menjadi perhatian khusus. Menurut penilaian para bankir Indonesia, cabang bank konvensional, saluran seluler dan internet masih memperoleh nilai tertinggi dari responden berdasarkan pengalaman pelanggan (customer experience) masing-masing 70 persen, 64 persen, dan 56 persen. Setelah itu, cabang digital (digital branches) dan e-money menyusul dengan nilai masing-masing 24 persen.

 

 


Indef: Pengamanan Sistem IT Perbankan di Indonesia Lemah

Nasabah menunggu untuk melakukan pengaduan terkait gangguan sistem di Bank Mandiri KCP Jakarta Mal Pondok indah 2, Sabtu (20/7/2019). Nasabah Bank Mandiri mengeluhkan perubahan drastis saldo di rekening yang mengalami pengurangan dan ada juga yang mengalami penambahan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperketat pengawasan di bidang Information Technology (IT) sektor perbankan pasca terjadinya gangguan sistem yang terjadi pada PT Bank Mandiri (Persero). Eror yang terjadi pada Bank Mandiri menyebabkan perubahan data rekening nasabah.

Beberapa waktu lalu, sejumlah nasabah Bank Mandiri sempat mengeluhkan perubahan drastis pada saldo di rekeningnya. Perubahan tersebut berupa kenaikan jumlah saldo maupun berkurangnya saldo milik nasabah di rekening Bank Mandiri.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menilai, insiden itu merupakan pertanda dari lemahnya sistem pengamanan dan pengawasan digital di dunia perbankan Tanah Air.

"Ya, memang masih ada kelemahan sistem IT, baik karena human erreror or maupun kerentanan sistem software," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (23/7/2019).

Oleh karenanya, ia meminta OJK untuk lebih rutin mengawasi sistem IT di sektor perbankan dalam negeri agar petaka yang dialami Bank Mandiri beserta nasabahnya tidak ikut menimpa bank besar lainnya.

"Maka dari itu tugas OJK juga penting memastikan pengawasan berkala terhadap IT perbankan dengan lebih ketat," imbuh Bhima.

"SDM (Sumber Daya Manusia) pengawasan IT di perbankan juga perlu ditambah. Jadi jangan sampai ada eror yang rugikan nasabah," dia menambahkan.

Selain sistem IT, Bhima juga turut menyoroti aspek lainnya yang masih harus lebih diperbaiki di sektor perbankan nasional. "Soal SDM untuk pengawasan sistem internal, itu juga masih kurang," tandasnya.  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya