Kekhawatiran Resesi AS Mereda, Rupiah Melemah ke 14.272 per Dolar AS

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.240 per dolar AS hingga 14.272 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 20 Agu 2019, 11:30 WIB
Pekerja menunjukan mata uang Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (19/6/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sore ini Rabu (19/6) ditutup menguat sebesar Rp 14.269 per dolar AS atau menguat 56,0 poin (0,39 persen) dari penutupan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar )

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Selasa ini. Dolar AS bertahan di area positif seiring meredanya kekhawatiran pasar terhadap resesi ekonomi AS.

Mengutip Bloomberg, Selasa (20/8/2019), rupiah dibuka di angka 14.240 per dolar AS, melemah tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.238 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus tertekan ke level 14.272 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.240 per dolar AS hingga 14.272 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah masih mampu menguat 0,82 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.262 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.203 per dolar AS.

Pergerakan nilai tukar rupiah pada Selasa ini melemah. Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan dolar AS bertahan di area positif seiring meredanya kekhawatiran pasar terhadap resesi ekonomi Amerika Serikat.

"Imbal hasil obligasi AS yang cenderung meningkat menandakan kekhawatiran pasar akan resesi ekonomi AS mereda," katanya dikutip dari Antara.

Di sisi lain, lanjut dia, pemerintah AS yang sepakat untuk memperpanjang penangguhan sementara hukuman perusahaan telekomunikasi Huawei turut mempengaruhi pergerakan dolar AS.

"Situasi itu membuat tensi kekhawatiran mengenai politik dan ekonomi antara AS-China di pasar keuangan mereda, dolar AS kembali diminati," katanya.

Sementara dari internal, lanjut Ariston, sentimen positifnya relatif masih minim, pelaku pasar sedang menanti kebijakan dari Rapat Dewan Gubenur (RDG) Bank Indonesia yang sedianya akan dilaksanakan pada 21-22 Agustus 2019.

Di sisi lain, ia mengharapkan, upaya pemerintah untuk terus mengembangkan sektor manufaktur dalam rangka mendorong ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi dan berkelanjutan dapat menahan tekanan rupiah lebih dalam.

"Perkembangan manufaktur nasional masih menjadi perhatian pasar, karena sektor itu dinilai memainkan peran penting untuk meningkatkan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pemerintah Prediksi Rupiah Melemah ke 14.400 per Dolar AS di 2020

Pekerja bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Pagi ini, Rupiah dibuka di Rp 13.509 per USD atau menguat tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 13.515 per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, pemerintah memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan melemah pada tahun depan. Hal tersebut terjadi karena adanya gejolak ekonomi dunia.

Dalam pidato Nota Keuangan di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Jumat (16/8/2019), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa target ekonomi masih akan tinggi, tetapi untuk nilai tukar rupiah akan melemah.

Ia menyebut target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 adalah 5,3 persen. Sumber pertumbuhan ekonomi tahun depan ditekankan pada sektor konsumsi. 

"Pertumbuhan ekonomi akan berada pada tingkat 5,3 persen dengan konsumsi dan investasi sebagai motor penggerak utamanya. Inflasi akan tetap dijaga rendah pada tingkat 3,1 persen untuk mendukung daya beli masyarakat," ujar dia.

Jokowi menyebut nilai tukar rupiah akan melemah menuju 14.400 per dolar AS. Ia menyebut hal itu diakibatkan kondisi ekonomi global yang volatile alias penuh ketidakpastian.

Meski sedang ada disrupsi dagang, Jokowi yakin Indonesia akan tetap menjadi primadona investasi. Pasalnya, Indonesia memiliki telah mendapatkan citra positif dan iklim investasi akan terus dijaga.

"Pemerintah yakin investasi terus mengalir ke dalam negeri, karena persepsi positif atas Indonesia dan perbaikan iklim investasi," ujar Jokowi.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya