Cegah Praktik Korupsi, KPK Perlu Masuk ke BUMN

Sebelum calon direksi diangkat, sebaiknya Kementerian BUMN memberikan kesempatan KPK untuk melakukan ‎penyaringan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 20 Agu 2019, 13:00 WIB
Gedung Kementrian BUMN. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diingatkan untuk melibatkan Komisi Pemberantas Korupsi‎ (KPK), dalam pemilihan direksi perusahaan BUMN. Hal ini untuk menghindari masalah dikemudian hari.

Wakil Direktur Visi Integritas Emerson Yuntho mengatakan, sebelum calon direksi diangkat sebaiknya Kementerian BUMN memberikan kesempatan KPK untuk melakukan ‎penyaringan, untuk memastikan jajaran direksi diisi oleh pihak yang bersih bebas dari praktik korupsi.

"Ini sudah dilakukan, dulu Pak Jokowi minta masukan ke KPK untuk mengangkat menteri, jadi orang ini di stabilo merah atau hijau,‎" kata Emerson, dalam diskusi di kawasan pusat bisnis Sudirman, Jakarta, Selasa (20/8/2019).

Emerson melanjutkan, agar perusahaan BUMN bersih dari praktik korupsi dan tidak bisa ditekan oleh pihak yang mencari keuntungan, Kementerian BUMN perlu menempatkan perwakilan pihak KPK diperusahaan tersebut.

"Dorongan kita di Kementerian BUMN menempatkan KPK untuk bersih-bersih. Penempatan orang KPK jadi penting, politisi itu enggak bisa sembarangan meminta CSR atau apa," tuturnya.

Menurut Emerson, penempatan KPK bisa diprioritaskan pada perusahaan BUMN yang menjadi langganan praktik korupsi, sehingga perusahaan menjalankan kegiatan bisnisnya dengan sehat dan praktik korupsi tidak terulang kembali.

"KPK punya ide wacana menempatkan orang supaya BUMN berjalan dengan baik dan memiliki integritas. BUMN yang punya langganan korupsi itu bisa tuh melibatan KPK, tidak hanya penindakan tapi mencegah BUMN ini jatuh ke lumpur yang sama," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Deretan BUMN yang Tersangkut Kasus Korupsi

Jubir KPK Febri Diansyah memberi keterangan terkait dugaan TPPU di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/5). KPK menjerat korporasi dengan sangkaan TPPU berkaitan dengan kasus yang menimpa Bupati Kebumen Mohamad Yahya Fuad. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sejatinya ada bukan demi mencari untung, melainkan memberikan pelayanan kepada seluruh rakyat tanpa perlu bergantung ke perusahaan asing. Sayangnya, tujuan mulia itu dicemari orang tindak korupsi.

Kasus-kasus korupsi perusahaan BUMN kerap mendera orang nomor satu di perusahaan tersebut. Sejak awal 2000-an, Direktur Utama PT PLN (Persero) bahkan sudah tiga kali tersandung kasus korupsi.

Kasus yang menjerat Direktur Utama PT Pertamina (Persero) juga sempat menarik perhatian. Pasalnya sang dirut, Karen Agustiawan, berhasil membawa Pertamina ke kancah internasional, tetapi ia malah dijebloskan ke penjara akibat tuduhan korupsi.

Tangkap tangan pun juga pernah terjadi bagi petinggi BUMN. Yang terbaru, Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) tertangkap tangan oleh KPK akibat kasus suap.

Mana lagi perusahaan BUMN yang sempat terjerat korupsi? Berikut 7 di antaranya:

1. Angkasa Pura II

Direktur Keuangan Angkasa Pura II Andra Y Agussalam diringkus KPK karena melakukan transkasi suap sebesar 96.700 dolar Singapura.

Uang itu diduga sebagai uang terima kasih karena Andra selaku petinggi di Angkasa Pura menunjuk PT INTI untuk menggarap proyek pengadaan baggage handling system senilai Rp 86 miliar.

KPK pun menahan Andra dan seorang staf PT INTI, yakni Taswin Nur. Kasus ini pun masih terus ditelusuri oleh KPK.

2. PLN

Membahas korupsi perusahaan BUMN rasanya belum lengkap jika tidak membahas PLN. Sejak awal 2000-an, sudah ada tiga Direktur Utama PLN yang diringkus akibat korupsi: Eddie Widiono (sudah bebas), Nur Pamudji, dan Sofyan Basir.

Eddie dihukum karena korupsi proyek Rencana Induk Sistem Informasi, Nur Pamudji akibat korupsi pengadaan bahan bakar minyak High Speed Diesel, dan terakhir Sofyan Basir sedang disidang akibat kasus suap PLTU.


Selanjutnya

Mantan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino bersiap meninggalkan tempat usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/3). Kasus tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp36,97 miliar. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

3. Pelindo

Korupsi BUMN yang sempat membuat geger adalah kasus Direktur Utama PT Pelindo II (Persero), yaitu Richard Joost Lino. Pria yang akrab dipanggil RJ Lino itu menjadi tersangka KPK sejak 5 Februari 2016.

RJ Lino menjadi tersangka karena dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan Quay Container Crane (QCC). Sempat beredar tudingan bahwa Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah beking dari RJ Lino, wapres pun membantah tudingan itu. Kasus RJ Lino hingga kini masih didalami KPK.

4. Pertamina

Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan berhasil membuat Indonesia bangga karena membawa Pertama ke daftar Fortune Global 500 pada tahun 2014 ke posisi 123. Tak disangka, Karen malah jadi ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2018 karena dianggap merugikan Pertamina sebesar Rp 568 miliar.

Sekadar informasi, pihak yang menetapkan Karen sebagai tersangka bukanlah KPK, melainkan Jaksa Agung. Karen dianggap merugikan Pertamina karena eksplorasi migas di blok Manta Gummy di Australia yang hasilnya mengecewakan.

5. Krakatau Steel

KPK menetapkan Direktur Produksi dan Riset Tekhnologi PT Krakatau Steel (KS) Wisnu Kuncoro sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Steel (Persero).

KPK juga menjerat tiga orang lainnya, yakni Alexander Muskita selaku pihak swasta yang diduga sebagai penerima bersama Wisnu. Kasus suap ini amat ironis mengingat KS sedang terjebak utang yang menunpuk.

Wisnu disebut merencanakan kebutuhan barang dan peralatan masing-masing bernilai Rp 24 miliar dan Rp 2,4 miliar, kemudian Alexander menawarkan beberapa rekanan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut kepada Wisnu dan disetujui. Kongkalikong antar keduanya pun terjadi melibatkan PT Grand Kartech dan Group Tjokro.

 


Selanjutnya

Mantan Dirut PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (tengah) menutupi borgol di tangannya dengan map merah saat akan menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (16/8/2019). Ini merupakan pemeriksaan perdana Satar pascaditahan oleh penyidik KPK. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

6. Garuda

Awal Agustus 2019, KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (ESA) dan Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo sebagai tersangka suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.

Soetikno disebut menerima komisi besar dari perusahaan-perusahaan yang mendapat proyek dari Garuda, seperti Rolls-Royce dan Airbus. Ia kemudian memberikan sebagian komisinya kepada Emirsyah.

Soetikno memberi Rp 5,79 miliar kepada Emirsyah untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, USD 680 ribu dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.

KPK sudah menyita rumah milik Emirsyah di Pondok Indah dan satu unit apartemen di Singapura. Rekening Emirsyah yang diduga sebagai sarana pencucian uang juga diblokir.

7. Jasindo

Mantan Direktur Utama PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Budi Tjahjono dianggap bersalah merugikan keuangan negara sebesar Rp 16 miliar atas rekayasa kegiatan agen dan pembayaran komisi yang dibayarkan PT Jasindo. Budi pun kena hukuman penjara di Lapas Sukamiskin selama tujuh tahun.

Budi disebut memperkaya diri sendiri sebesar Rp 6 miliar dan USD 462.795. Selain Budi pihak yang mendapat keuntungan adalah Kiagus Emil Fahmy Cornain, selaku orang kepercayaan Kepala BP Migas sebesar Rp 1,3 miliar. Solihah selaku Direktur Keuangan dan Investasi PT Jasindo sebesar USD 198.340.  

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya