Liputan6.com, Jakarta - Director & Chief Investment Officer, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Ezra Nazula mengatakan, kondisi makro ekonomi domestik Indonesia saat ini tercatat membaik.
Sejak awal tahun hingga akhir Juli 2019, pasar saham dan obligasi Indonesia mencatatkan kinerja positif dengan naik 3,16 persen dan 9,54 persen secara berurutan. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat 2,56 persen pada periode yang sama.
"Selain itu, membaiknya peringkat utang Indonesia dalam 2 tahun terakhir mendorong perbaikan premi risiko yang tercermin pada penurunan credit default swap (CDS). Sementara itu, stabilitas rupiah menjadi kunci penting untuk meningkatkan sentimen investasi dan kepercayaan investor," tuturnya di Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Baca Juga
Advertisement
Di sisi lain, lanjut dia, berkurangnya tensi gejolak politik dan harapan akselerasi policy reform mendorong penguatan pasar saham Indonesia.
"Pasar saham berpotensi mengalami penguatan lebih lanjut dengan dukungan beberapa katalis. Itu seperti pemangkasan lanjutan suku bunga BI, stabilitas politik, dan kabinet pemerintahan baru yang solid terutama di bidang ekonomi," ujarnya.
Adapun Ezra mengungkapkan, daya tarik pasar saham dan obligasi Indonesia kini tercatat semakin meningkat. "Kenaikan peringkat utang Indonesia yang konsistem dalam 2 tahun terakhir membuat Indonesia menjadi destinasi investasi yang menarik, khususnya bagi pasar obligasi," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Konsumsi Terjaga, Pertumbuhan Ekonomi 5,3 Persen Bakal Tercapai
Pemerintah telah menetapkan asumsi makro pertumbuhan ekonomidalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 berada di 5,3 persen dengan konsumsi dan investasi sebagai motor penggerak utamanya. Angka ini lebih tinggi dibanding target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019 sebesar 5,2 persen.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang dipatok sebesar 5,3 persen sangat memungkinkan bisa terealisasi di 2020 mendatang. Hanya saja pemerintah perlu mebuat terobosan kebijakan yang bisa memacu domestik demand.
"Pertumbuhan ekonomi 5,3 persen sangat mungkin direalisasikan. Bahkan kita masih bisa mengejar pertumbuhan diatas itu," katanya saat dihubungi merdeka.com, Selasa (20/8).
BACA JUGA
Untuk mencapai realisasi pertumbuhan tersebut, pemerintah perlu menjaga konsumsi dalam negeri agar tumbuh tinggi diiringi dengan lompatan investasi. Tak hanya itu, pemerintah juga diminta melakukan ekspansi fiskal serta mendorong Bank Indonesia (BI) mampu mengimbangi dengan ekspansi moneter.
Piter mengatakan, ekapansi fiskal dilakukan dengan meningkatkan belanja bersama-sama dan pelonggaran pajak. Di sisi lain, BI bisa mengimbangi dengan kebijakan moneter yang lebih longgar dalam bentuk penurunan suku bunga acuan serta operasi moneter yang lebih ekspsnsif.
Piter menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sesungguhnya tidak terlalu bergantung kepada kondisi perekonomian global. Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional lebih banyak disumbang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Oleh karenanya, untuk memacu pertumbuhan tersbeut, dua komponen ini perlu didorong.
"Kita bukan negara ekspor yang pertumbuhan ekonominya sangat bergantung kepada kegiatan ekspor. Artinya lebih banyak ditentukan oleh kondisi domestik," kata dia.
Jika berkaca pada lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia terjebak di kisaran 5 persen lantaran konsumsi dan investasi tidak berjalan optimal atau stagnan. Di mana, konsumsi hanya tumbuh dikisaran 5 persen, demkian juga pertumbuhan investasi yang tidak pernah tumbuh dua digit.
"Akibatnya pertumbuhan ekonomi yang tidak bisa beranjak dari angka lima persen," pungkasnya.
Advertisement