Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, rencana mengembalikan pembangunan nasional dengan model Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) bertentangan dengan sistem pemilihan umum (Pemilu) langsung.
Dia menjelaskan, keberadaan GBHN akan berdampak pada pemilu, sebab calon presiden dalam aturan tersebut harus mengikuti arahan dari GBHN. Karena itu, calon presiden tidak bisa lagi berkampanye sesuai visi-misinya
Advertisement
"Jadi apa yang dikampanyekan, karena rakyat itu tidak bisa memilih lagi apa yang dia mau kalau pemilihan langsung. Bagaimana mensinkronkan GBHN dengan pemilihan langsung? Ini agak bertentangan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Dia menjelaskan, jika ada peraturan tersebut maka calon presiden tidak bisa lagi membuat program sediri dalam kampanye. Hal ini kata JK berbeda dengan model pembangunan nasional yang berlaku saat ini melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang dibuat berdasarkan visi-visi saat kampanye.
"Kalau kita ada GBHN, presiden mengkampanyekan apa? Di situ pertanyaannya, tidak perlu lagi berkampanye, ada yang mengatakan (cukup) saya hebat, saya hebat, bisa melaksanakan itu, tapi tidak ada lagi suatu kampanye mengatakan bahwa saya ingin begini, saya ingin melakukan ini, tidak ada lagi," kata JK.
Menurutnya, dengan adanya GBHN otomatis akan mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi. Sebab GBHN disusun oleh MPR yang terdiri anggota DPR maupun DPD.
"Karena harus (di)ikuti, kan MPR terdiri dari DPR dan DPD, kalau ini menghasilkan GBHN, otomatis harus (diikuti) kedua ini," ungkap JK.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Harus Dikaji Kembali
Sebelumnya, Wapres JK setuju untuk menghidupkan kembali GBHN asal tidak menggubah sistem ketatanegaraan. Dia menilai amandemen tersebut akan menerima banyak penolakan dari masyarakat.
"Itu rumit lagi. Beresiko. Banyak perubahan yang rakyat belum tentu setuju. Contoh, presiden dipilih MPR karena lembaga tertinggi. Maka dia berhak memilik presiden. Kalau gitu lain lagi soal. Apakah rakyat setuju haknya diambil untuk pemilihan langsung," kata JK di Kantornya, Jalan Merdeka Utara, Selasa (13/8/2019).
Menurut dia hal tersebut harus dikaji kembali efek dari menghidupkan kembali GBHN, khususnya kewengan MPR.
"Itu semua setuju, ada suatu garis besar yang disetujui oleh instansi lembaga negara. Cuma memang efeknya yang harus dikaji ulang. Apakah itu membuat MPR menjadi lembaga tertinggi lagi? Tentu ini akan dikaji DPR, karena MPR itu membawahi DPR lagi," ungkap JK.
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement