Liputan6.com, Jakarta - Seluruh karyawan perempuan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) kini mengenakan kebaya setiap Selasa. Gerakan yang disebut 'Kemenko PMK Berkebaya, sudah mulai digalakkan sejak Selasa, 6 Agustus 2019.
Menurut Sekretaris Kemenko PMK, YB Satya Sananugraha, sejarah Indonesia melekat pada busana yang sudah dipakai perempuan Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. salah satunya kebaya. Kebaya pun merekam perjalanan budaya di berbagai daerah sampai sekarang.
Baca Juga
Advertisement
"Maka, selayaknya kita hargai dan kita jaga kelestariannya. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kami terinspirasi oleh gerakan Selasa Berkebaya yang digagas Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia. Sebagai busana warisan leluhur yang memiliki nilai budaya dan sejarah yang tinggi, kita memang patut melestarikannya bersama-sama,” terang Satya Sananugraha melalui keterangan tertulis kepada Liputan6.com, Selasa (20/8/2019).
Sampai saat ini, belum ada ketetapan kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Namun, pemerintah sudah mengidentifikasi busana ini sebagai budaya berbusana yang muncul di Indonesia dan diwariskan secara turun temurun. Kebaya dikenakan perempuan hampir di semua daerah di Indonesia.
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Lebih Mengenal Warisan Budaya
Pencanangan 'Kemenko PMK Berkebaya' didasarkan pada Imbauan Sekretaris Kemenko PMK, yang dikeluarkan pada 27 Juli 2019. Dalam pesan yang disampaikan, para karyawan perempuan diimbau melestarikan budaya adi luhung dan agung yang dimiliki Indonesia, yakni kebaya.
Pemakaiannya dapat dipadu-padankan dengan kain, sarung atau celana panjang, yang penting rapi dan sopan.
"Diharapkan dengan memahami dan memakai kebaya, perempuan Indonesia bisa lebih mengenal warisan budaya yang kita miliki. Ke depan, kebaya tidak hanya digunakan untuk acara formal, tapi juga dikenakan pada kegiatan sehari-hari," papar Satya.
Gerakan berkebaya dipelopori Komunitas Perempuan Berkebaya (KPB) melalui berbagai kegiatan. Komunitas yang berdiri sejak 2014 berupaya mengajak sebanyak mungkin perempuan mengenakan kebaya, di mana pun mereka berada.
Sambutan positif datang dari berbagai pihak, yang berujung pada acara ‘1000 Perempuan Berkebaya’ di Jakarta, ’17.000 Perempuan Berkebaya Anti Korupsi’ di Pekalongan, ‘Perempuan Berkebaya Cerdas Investasi’ di Jakarta, Bogor, Yogyakarta dan Banten, serta berbagai kegiatan lainnya.
Advertisement
Busana Asli Perempuan Indonesia
Komunitas Perempuan Berkebaya kian lama berkembang di beberapa daerah dengan berbagai kegiatan yang mengajak para perempuan mencintai dan mengenakan kebaya. Komunitas perempuan berkebaya di Bogor menyelenggarakan serangkaian peragaan busana bertema Pakaian Peranakan, Pakaian Sunda, dan Pakaian Adat Nusantara.
Mereka memperkenalkan berbagai model kebaya. Ada juga komunitas perempuan berkebaya lain yang berkembang di Yogyakarta. Mereka menggelar acara pengenalan pakem kebaya dengan tema Ngadi Saliro Dan Ngadi Busono, kirab kebaya dari Tugu ke Stasiun Tugu, Lomba Puteri Kebaya Cilik, Menari di Festival Lima Gunung Magelang dan lain-lain.
"Kemudian kami menggaungkan ajakan ‘Selasa Berkebaya’ agar semakin banyak dan sering mengenakan busana ini. Ternyata tidak hanya di dalam negeri, perempuan-perempuan Indonesia yang tinggal di berbagai belahan bumi ini pun ikut mendukung. Sekarang, setiap hari Selasa, media sosial ramai dengan unggahan Selasa Berkebaya," kata Rahmi Hidayati, penggagas Selasa Berkebaya sekaligus salah satu pendiri Komunitas Perempuan Berkebaya.
Ia berharap, dunia mengenal kebaya sebagai busana asli perempuan Indonesia, seperti dikenalnya Sari dari India atau Kimono dari Jepang. Oleh karena itu, frekuensi dan sebaran pemakaian kebaya harus semakin tinggi dan luas.
"Salah satu caranya dengan menumbuhkan kecintaan generasi muda pada kebaya. Karena merekalah yang akan menjaga keberadaan dan kelestarian budaya Indonesia," ujar Rahmi.