Pemimpin Hong Kong Harap Protes Tanpa Kekerasan Bisa Kembalikan Perdamaian

Protes damai pada akhir pekan lalu diharapkan oleh pemimpin Hong Kong, dapat mengembalikan kestabilan.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 21 Agu 2019, 07:00 WIB
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam (AFP/Anthony Wallace)

Liputan6.com, Hong Kong - Pemimpin Hong Kong Carrie Lam berharap aksi damai pada akhir pekan lalu adalah awal dari upaya untuk memulihkan perdamaian setempat. Sebelumnya, selama hampir dua bulan, demonstrasi di Hong Kong kerap berujung kericuhan.

Lam juga mengatakan pemerintah Hong Kong akan berbicara dengan pengunjuk rasa dan menangani keluhan atas kekerasan oleh polisi, demikian sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Selasa (20/8/2019).

Akhir pekan lalu, ratusan ribu demonstran --menurut polisi-- berunjuk rasa secara damai di Hong Kong, di tengah gerimis hujan pada hari Minggu.

Namun menurut penyelenggara unjuk rasa, protes yang telah memasuki pekan kesebelas itu diikuti oleh sekitar 1,7 juta orang.

"Saya telah menjelaskan dan menguraikan dua bidang pekerjaan penting yang sedang kami lakukan," kata Lam kepada wartawan.

"Salah satunya adalah studi pencarian fakta yang penting selain sistem yang sangat kuat untuk menyelidiki dan melihat pengaduan terhadap polisi selama periode berkonfrontasi dan kekerasan yang berkepanjangan ini."

Protes meletus pada Juni lalu, yang dipicu oleh RUU Ekstradisi, di mana memungkinan tersangka dipindahkan dari Hong Kong ke China daratan tanpa peradilan yang memadai.

Meski RUU tersebut ditangguhkan, namun protes meluas menjadi kemarahan atas erosi kebebasan yang dijamin dalam formula "satu negara, dua sistem", yang diterapkan setelah Hong Kong dikembalikan ke China oleh Inggris pada 1997.

Protes lebih lanjut direncanakan dalam beberapa hari ke depan, termasuk satu oleh pekerja kereta bawah tanah MTR pada hari Rabu, siswa sekolah menengah memprotes RUU ekstradisi pada hari Kamis, dan demonstrasi oleh akuntan pada hari Jumat.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: 


Beberapa Tuntutan Lain Demonstran

Sejumlah pengunjuk rasa tidur di jalanan utama dekat Gedung Dewan Legislatif saat menggelar protes terkait RUU Ekstradisi di Hong Kong, Senin (17/6/2019). Pengunjuk rasa menuntut kepala eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, mundur dari jabatannya terkait RUU Ekstradisi. (ISAAC LAWRENCE/AFP)

Kekacauan akibat protes Hong Kong telah menyebar ke luar negeri. Twitter dan Facebook mengatakan pada hari Senin, bahhwa mereka telah membongkar kampanye media sosial yang berasal dari China daratan, yang terindikasi berusaha untuk melemahkan protes di Hong Kong.

Menurut pengamat, besarnya jumlah demonstran pada hari Minggu menunjukkan bahwa gerakan itu masih memiliki dukungan luas, meskipun ada beberapa kekerasan pada pekan lalu ketika pengunjuk rasa menduduki bandara.

Beberapa aktivis telah meminta maaf atas kekacauan di bandara, dan para pengunjuk rasa yang terlihat pada Minggu malam, mendesak demonstran lainnya untuk pulang dengan damai.

Selain pengunduran diri Lam, para demonstran memiliki lima tuntutan lain, yaitu: pencabutan lengkap RUU ekstradisi, penghentian deskripsi protes sebagai "kerusuhan", pengabaian tuduhan terhadap mereka yang ditangkap, penyelidikan independen, dan dimulainya kembali reformasi politik.

Polisi telah dikritik karena menggunakan taktik yang semakin agresif untuk membubarkan demonstrasi. Namun pada hari Minggu, tampak sedikit polisi berjaga selama protes berlangsung, dan tidak ada penangkapan yang dilakukan.

Padahal sebelumnya, lebih dari 700 orang demonstran telah ditangkap sejak Juni lalu.

Lam menambahkan pengawas polisi telah membentuk satuan tugas untuk menyelidiki pengaduan.

 


China Ingin Kembangkan Greater Bay Area

Ilustrasi kota Shenzhen (AFP/Anthony Wallace)

Baru-baru ini, Beijing telah berupaya memperdalam integrasi antara daratan dan wilayah administrasi khusus Hong Kong dan Macau di dekatnya, bekas kantong Portugis yang kembali ke China pada 1999.

Dewan Negara menyerukan untuk pengembangan lebih besar dari apa yang disebut Greater Bay Area, dengan dalih memperkaya kebijakan "satu negara, dua sistem".

China juga memberi tekanan kuat pada perusahaan-perusahaan besar, terutama Cathay Pacific Airways, maskapai penerbangan yang berbasis di Hong Kong.

CEO-nya, Rupert Hogg, mengundurkan diri secara mengejutkan pekan lalu, setelah Beijing memperingatkan maskapai tersebut atas keterlibatan stafnya dalam protes Hong Kong.

Kepergian Hogg yang tiba-tiba diumumkan oleh televisi pemerintah China pada hari Jumat, dan dipandang sebagai sinyal bagi perusahaan multinasional lainnya, seperti HSBC Holdings dan Jardine Matheson Holdings, untuk mendukung Beijing.

Cathay juga memecat dua pilot karena ikut serta dalam protes.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya