Hong Kong Rusuh, Alibaba Batal Dapat Duit Rp 213 Triliun

Alibaba menunda melepas saham sebesar ratusan triliun karena situasi Hong Kong belum kondusif.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 22 Agu 2019, 19:00 WIB
Pengunjuk rasa menghindari gas air mata yang ditembakan oleh polisi anti huru hara di luar gedung Dewan Legislatif, Hong Kong, Rabu (12/6/2019). Polisi Hong Kong telah menggunakan gas air mata ke arah ribuan demonstran yang menentang RUU ekstradisi yang sangat kontroversial. (AP Photo/Vincent Yu)

Liputan6.com, Hong Kong - Alibaba batal melepas saham mereka seharga ratusan triliun di Hong Kong akibat kisruh politik yang tak kunjung mereda. Demo besar Hong Kong kini sudah melebihi 10 minggu lamanya.

Dikutip dari Reuters, Kamis (22/8/2019), Alibaba dikabarkan ingin melepas saham hingga USD 15 miliar di Hong Kong atau setara Rp 213 triliun (USD 1 = Rp 14.240). Pelepasan saham itu mestinya dilakukan pada Agustus ini.

Seorang sumber eksklusif Reuters menyebut penundaan ini juga demi menghindari kekesalan pemerintahan China. Pasalnya, pelepasan modal di Hong Kong saat ini sama saja memberi hadiah bagi wilayah tersebut.

"Tidaklah bijak untuk meluncurkan deal itu sekarang atau dalam waktu dekat. Itu pastinya akan membuat kesal Beijing sebab itu menawarkan Hong Kong hadiah yang begitu besar mengingat apa yang sedang terjadi di kota itu," ujar sumber itu.

Sumber Reuters lain menyebut pelepasan saham rencananya berjalan akhir Agustus, tetapi minggu lalu diputuskan ada penundaan akibat masalah stabilitas finansial dan politik di Hong Kong.

Jika pelepasan saham itu terjadi, maka akan menjadi pelepasan saham terbesar Alibaba dalam tujuh tahun terakhir.

Performa pasar saham di Hong Kong juga ikut terguncang demo anti-pemerintahan China yang sedang terjadi. Para miliarder Hong Kong pun ikut kena getahnya karena kekayaan mereka juga menurun. 

Orang terkaya Hong Kong, Li Ka-shing, juga sudah angkat suara dan meminta agar semua pihak berhenti melakukan kekerasan. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Pemimpin Hong Kong Harap Protes Tanpa Kekerasan Bisa Kembalikan Perdamaian

Carrie Lam, kepala eksekutif Hong Kong terpilih (Kin Cheung/AP)

Pemimpin Hong Kong Carrie Lam berharap aksi damai pada akhir pekan lalu adalah awal dari upaya untuk memulihkan perdamaian setempat. Sebelumnya, selama hampir dua bulan, demonstrasi di Hong Kong kerap berujung kericuhan.

Lam juga mengatakan pemerintah Hong Kong akan berbicara dengan pengunjuk rasa dan menangani keluhan atas kekerasan oleh polisi, demikian sebagaimana dikutip dari Channel News Asia pada Selasa, 20 Agustus 2019.

Akhir pekan lalu, ratusan ribu demonstran --menurut polisi-- berunjuk rasa secara damai di Hong Kong, di tengah gerimis hujan pada hari Minggu.

Namun menurut penyelenggara unjuk rasa, protes yang telah memasuki pekan kesebelas itu diikuti oleh sekitar 1,7 juta orang.

"Saya telah menjelaskan dan menguraikan dua bidang pekerjaan penting yang sedang kami lakukan," kata Lam kepada wartawan.

"Salah satunya adalah studi pencarian fakta yang penting selain sistem yang sangat kuat untuk menyelidiki dan melihat pengaduan terhadap polisi selama periode berkonfrontasi dan kekerasan yang berkepanjangan ini."

Protes meletus pada Juni lalu, yang dipicu oleh RUU Ekstradisi, di mana memungkinan tersangka dipindahkan dari Hong Kong ke China daratan tanpa peradilan yang memadai.

Meski RUU tersebut ditangguhkan, namun protes meluas menjadi kemarahan atas erosi kebebasan yang dijamin dalam formula "satu negara, dua sistem", yang diterapkan setelah Hong Kong dikembalikan ke China oleh Inggris pada 1997.

Protes lebih lanjut direncanakan dalam beberapa hari ke depan, termasuk satu oleh pekerja kereta bawah tanah MTR pada hari Rabu, siswa sekolah menengah memprotes RUU ekstradisi pada hari Kamis, dan demonstrasi oleh akuntan pada hari Jumat.


Akibat Video Memukuli Pria Tua Viral, Dua Polisi Hong Kong Ditahan

Polisi Hong Kong menembakan gas air mata ke kerumunan demonstran (AP/Kin Cheung)

Selasa 20 Agustus 2019 kemarin, dua polisi Hong Kong ditangkap karena terungkapnya video yang memperlihatkan penyerangan mereka terhadap seorang pria berusia 62 tahun bernama Chung. Saat lelaki tersebut diikat ke brankar --sejenis tempat tidur-- di sebuah rumah sakit. Video tersebut kemudian viral.

Dilansir dari Upi.com, seorang anggota parlemen dari pihak oposisi menyebarkan sebuah video tentang dugaan penyerangan tersebut, ia mendapatkan video tersebut dari anak korban.

Kedua polisi tersebut kemudian ditahan untuk dimintai keterangan di Kantor Polisi Sheung Shui. Selain itu, seorang perwira tak berseragam terlihat dalam video tersebut juga ditangkap karena tidak melaporkan kejadian tersebut.

Chung berada di tempat tersebut (rumah sakit) karena kondisinya yang terpengaruhi minuman beralkohol, ia tidak ada hubungannya dengan demonstrasi anti ekstradisi Hong Kong.

Malam sebelumnya, Chung sempat ditangkap kepolisian setempat karena diduga menyerang polisi pukul 23.00 malam. Si korban juga di tempatkan di ruangan "pasien terganggu" dengan dinding dan lantai yang empuk, karena diduga emosionalnya tidak stabil.

Dalam video tersebut terlihat si pelaku yang merupakan polisi memukul bagian kepala dan wajah Chung yang terbaring tak berdaya. Kemudian, ia dipukul di bagian vital, perut, dan wajahnya. Setelahnya, mereka memutar pergelangan tangan Chung lalu melepas celananya.

Anak-anak Chung tidak terima dengan apa yang dilakukan pada sang ayah, dan mengatakan bahwa para polisi "tidak punya hukum" tersebut harus dilempar ke penjara.

Pihak kepolisian bersumpah sebelumnya untuk tidak memihak selama penyelidikan berlangsung. "Aparat akan secara tegas menyelidiki kasus ini dengan adil, dan jujur," Sebut juru bicara kepolisian.

Kepala Inspektur Polisi Hubungan Masyarakat Cabang Tse Chun-chung mengkonfirmasi penangkapan dua polisi tersebut.

"Polisi tidak akan menutup mata terhadap kekerasan, terutama bagi petugas yang sengaja melanggar hukum," kata Tse. "Berdasarkan pemahaman kami, biasanya tidak ada kamera pengintai di dalam, jadi kami akan mendatangi rumah sakit nanti." tambahnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya