Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah mengalami defisit sejak 2014. Pada awal penerapannya, badan usaha pelayanan kesehatan tersebut mencatatkan defisit sekitar Rp 1,9 triliun.
"Defisit BPJS dari tahun ke tahun. Kalau dilihat PMN pemerintah pada 2015 sebesar Rp 5 triliun, defisitnya tadi pada 2014 sebesar Rp 1,9 triliun," ujar Sri Mulyani saat menghadiri rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Pada 2015, defisit kemudian berlanjut menjadi Rp 9,4 triliun pemerintah pun turun tangan menyuntikkan dana sebesar Rp 5 triliun. Hal tersebut dilakukan agar BPJS kesehatan tetap dapat menyediakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Baca Juga
Advertisement
"Setahun kemudian di 2015 langsung meledak ke 9,4 triliun, 2016 agak turun sedikit ke 6,7 triliun karena ada kenaikan iuran. Sesuai dengan Prepres iuran itu tiap 2 tahun di-riview namun semenjak 2016 sampai sekarang belum diriview lagi," jelas Sri Mulyani.
Defisit masih terus terjadi pada tahun berikutnya. Pada 2017 membengkak menjadi Rp 13,8 triliun, tak tinggal diam pemerintah pada saat itu menyuntik lagi dana kepada BPJS kesehatan sebesar Rp 3,6 triliun. Demikian pula 2018 defisit sebesar Rp 19,4 triliun dan 2019 yang diprediksi akan lebih besar.
"Di tahun 2018 defisitnya mencapai Rp 19,4 triliun, kami menginjeksinya Rp 10,3 triliun. Masih ada Rp 9,1 triliun di 2018 yang belum tertutup, 2019 ini akan muncul lagi defisit yang lebih besar lagi," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Biayai Iuran BPJS Kesehatan, Pemerintah Gelontorkan Rp 48,8 Triliun
Sebelumnya, Pemerintah akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 48,8 triliun untuk membiayai iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di 2020. Angka ini tercatat naik naik 82 persen dibandingkan tahun 2019 yang hanya sebesar Rp 26,7 triliun.
PBI merupakan golongan peserta BPJS Kesehatan dari rakyat miskin sehingga dibiayai pemerintah. Adapun pada tahun ini sebanyak 96,8 juta orang yang masuk dalam daftar PBI BPJS Kesehatan yang dibiayai menggunakan APBN.
"Untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kita meningkatkan anggaran dari Rp 26,7 triliun menjadi Rp 48,8 triliun," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RAPBN 2020 di Jakarta, pada Jumat 16 Agustus 2019.
BACA JUGA
Peningkatan anggaran PBI JKN ini pun bertujuan untuk menjamin kesinambungan layanan kesehatan yang berkualitas. Pemerintah ingin memastikan layanan asuransi kesehatan itu tetap optimal meski BPJS Kesehatan defisit.
Di samping itu dalam RAPBN 2020, tarif iuran segmen non PBI disesuaikan dengan mempertimbangkan tingkat kolektibilitas. Kendaati begitu dia tidak membeberkan lebih jauh terkait kenaikan iuran segmen non PBI.
"Tarif iuran baru membantu defisit BPJS dan meningkatkan kolektibilitas iuran dari masyarakat," katanya.
Sri Mulyani menambahkan pada tahun depan, BPJS Kesehatan akan melakukan perbaikan sistem dan manajemen JKN agar defisit BPJS Kesehatan dapat berkurang. Terdapat beberapa cara yang akan dilaksanakan oleh badan itu.
Misalnya seperti perbaikan sistem kepesertaan dan manajemen iuran, perbaikan strategic purchasing, sinergitas antar penyelenggara jaminan sosial, perbaikan sistem pencegahan fraud, hingga pengendalian biaya operasional.
Kemdudian tak kalah penting, pada tahun 2020 pemerintah juga akan memperluas percepatan penagangan stanting di 260 kabupaten dan kota tersebar di seluruh daerah. Jumlah ini naik dari 2019 yang hanya mencapai 160 kabupaten dan kota.
"Dalam anggaran kesehatan paling penting perlu dilihat stunting. Stunting dinaikkan menjadi 260 kabupaten kota," tandas dia.
Advertisement