Liputan6.com, Jakarta - Suasana di lapangan minyak di Pulau Tiaka, Morowali, Sulawesi Tengah, pada Senin 22 Agustus 2011 silam ramai diduki warga Desa Kolo Bawah, Morowali.
Dalam Catatan Sejarah Hari Ini (Sahrini) yang dihimpun Liputan6.com, warga menuntut perusahaan merealiasasikan program pemberdayaan masyarakat. Lapangan minyak yang dikelola bersama Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi sejak 2005 itu belum merealisasi dana pemberdayaan masyarakat.
"Informasinya dulu perusahaan janjikan kepada warga soal penyediaan listrik dan fasilitas umum lainnya, tetapi sampai sekarang belum terealisasikan," kata Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Dewa Parsana.
Pihak perusahaan akhirnya menerima parwakilan warga. Negosiasi pun berlanjut dalam pertemuan tersebut. Namun hasilnya, tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Karena yang negosiasi gagal, amuk warga dan aparat pun tak terhindarkan.
"Warga mau negosiasi dengan bos perusahaan itu tetapi gagal," ujarnya.
Demonstrasi yang awalnya berjalan damai, tiba-tiba berubah mencekam. Massa merusak fasilitas Lapangan Minyak Tiaka dan menganiaya para pekerja.
Situasi semakin tidak terkendali, aparat tidak dapat menahan diri untuk melakukan tembakan pembelaan diri.
Akibat kerusuhan itu, dua warga diketahui meninggal dunia. Mereka diduga tertembak saat aparat membubarkan massa. Kedua korban beranama Marten dan Yurifin alias Ateng. Keduanya merupakan warga yang ikut berunjuk rasa.
Dokter di RSUD Luwuk, Laila, di Luwuk, mengatakan, Marten meninggal dunia sekitar pukul 06.00 WITA karena mengalami luka tembak di paha, pangkal paha, dan patah tulang paha. Sesuai permintaan polisi, Laila menambahkan jenazah Marten akan diautopsi terlebih dulu sebelum diserahkan kepada pihak keluarga.
Baca Juga
Advertisement
Buntut dari kerusuhan di Lapangan Minyak Tiaka, Kapolres Morowali AKBP Suhirman diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Hal ini disampaikan Pelaksana Harian Kabid Propam Polda Sulteng Kompol R Bambang Surjadi.
Pemeriksaan terhadap Kapolres Morowali AKBP Suhirman itu berlangsung tertutup dan wartawan tidak diperbolehkan meliput, termasuk mengambil gambar.
Kapolres Morowali AKBP Suhirman yang ditemui di sela-sela acara rehat membenarkan dirinya sedang diperiksa oleh tim Mabes Polri. "Saya masih diperiksa sebatas dimintai keterangan," kata orang pertama di Polres Morowali itu.
Kapolda Sulawesi Tengah, Brigjen Parsana mengatakan, pemeriksaan terhadap Suhirman itu dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab selaku komandan di Polres Morowali sekaligus untuk mengetahui apakah tindakan pengamanan tersebut telah berjalan sesuai prosedur tetap Polri atau tidak.
Menurut Kapolda, pemeriksaan Kapolres Suhirman itu dilakukan pada Minggu 28 Agustus 2011 pagi di Mapolda Sulteng oleh tim Mabes Polri. Dewa Parsana menuturkan, jika dalam pemeriksaan nanti ditemukan ada kesalahan prosedur yang diatur dalam institusi Polri, maka Kapolres Morowali bersama beberapa anggotanya, termasuk aparat Brimob pasti akan diberikan sanksi tegas.
Di sisi lain, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) menaksir kerugian akibat kerusuhan di Lapangan Minyak Tiaka mencapai Rp 4 miliar. Sebab, sejumlah rusak diamuk massa.
"Untuk kerugian bangunan fisik seperti peralatan listrik, panel-panel dan lainnya," papar Kepala Divisi Humas, Sekuriti dan Formalitas BP Migas, Gde Pradnyana, Jumat 26 Agustus 2019.
Dia menjelaskan kerugian bangunan fisik tersebut belum termasuk kerugian yang timbul akibat terhentinya kegiatan produksi di Lapangan Tiaka. Namun, Lerusuhan di lapangan Tiaka tidak menyebabkan kerusakan parah dan menyebabkan operasi terhenti secara total.
Lapangan Tiaka memiliki kapasitas produksi sekitar 1.600 minyak barel per hari dari enam sumur yang berada di sana. Sedangkan cadangan minyak mentah di Lapangan Tiaka sendiri diperkirakan mencapai enam juta barel.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Vonis 5 Bulan Penjara
Sementara tiga dari 16 terdakwa kasus kerusuhan lapangan minyak Tiaka, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, pada 22 Agustus 2011 divonis lima bulan penjara dalam persidangan di Pengadilan Negeri Palu, Rabu.
Putusan hukuman terhadap Wahyudin, Husen, dan Syarifudin tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni enam tahun penjara.
Majelis hakim yang diketuai Hariyanto tersebut memvonis ketiganya lima bulan penjara dipotong masa tahanan setelah terbukti melakukan tindak pidana dalam pasal 170 ayat 1 KUHPidana.
Majelis hakim dalam putusannya mengatakan, hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah akibat perbuatan sehingga merugikan PT Pertamina JOB Medco.
Sementara yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum dan bersikap sopan selama dalam proses persidangan.
Tim pengacara terdakwa yang diketuai Saraswati mengatakan, tim pengacara akan menunggu seluruh proses persidangan terhadap 16 terdakwa selesai baru kemudian apakah akan mengajukan banding atas putusan hakim tersebut atau tidak.
Pada persidangan sebelumnya 15 dari 16 terdakwa dituntut enam bulan penjara sementara seorang di antaranya yakni Zainuddin dituntut delapan bulan atas tuduhan undan-undang darurat karena menggunakan senjata api saat kerusuhan berlangsung.
Senjata api tersebut merupakan milik polisi yang bertugas mengamankan kawasan lapangan minyak Tiaka milik PT Pertamina JOB Medco.
Advertisement