Liputan6.com, Jakarta - Produsen farmasi dalam negeri, PT Meccaya Pharmaceutical menargetkan mampu merebut pangsa pasar pada varian produk antifungal brand 88 sebesar 60 persen-70 persen hingga akhir 2019.
Presiden Direktur PT Meccaya Pharmaceutical, Ricky Surya Prakasa mengatakan, dari target pangsa pasar tersebut, pihaknya berharap kalangan milenial ada di dalamnya.
Baca Juga
Advertisement
"Karakter yang sangat aktif dan mobile menjadi acuan Meccaya Pharmaceutical meluncurkan produk baru yakni krim 88 anti jamur," kata Ricky dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Dalam rangka menggenjot penjualannya, Meccaya tengah menjajaki pasar ekspor ke beberapa negara.
“Rencana pengembangan ekspor sedang kami jajaki dengan menjalin kerja sama dengan distributor,” imbuhnya.
Produsen farmasi tersebut terus melakukan investasi di penambahan kapasitas produksi terutama dengan penambahan mesin-mesin dan perluasan fasilitas produksi.
"Di tahun 2020 kami akan targetkan kapasitas produksi kami meningkat sebesar 150 persen untuk dapat memfasilitasi rencana pertambahan produk baru kami tiap tahunnya," kata Ricky.
Adapun investasi yang akan digelontorkan Meccaya Pharmaceutical yakni sebesar Rp 50 miliar.
"Investasi kami untuk penambahan kapasitas produksi di tahun 2019 ini cukup besar dan signifikan untuk perusahaan seukuran kami, yaitu kurang lebih Rp 50 miliar sebagai upaya konkrit dan komitmen kami untuk meraih visi kami menjadi produsen obat kulit terbesar dan terdepan di Indonesia," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tekan Impor Bahan Baku, Menperin Ingin Genjot Investasi Industri Farmasi
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menegaskan jika sebagai upaya untuk menekan impor bahan baku industri farmasi diperlukan investasi.
Hal ini dia sampaikan dalam acara 'Peresmian Pelepasan Kontainer Ekspor Ke-3.000 PT Bayer Indonesia,' di Jakarta, Rabu(27/3/2019).
"Impor bahan baku dan impor industri itu sama, harus ada investasi. Jadi kita kejar investasi dulu," kata dia.
Dia mengakui bahwa industri farmasi nasional masih terkendala pasokan bahan baku dari dalam negeri, sehingga hampir 90 persen bahan bakunya masih dipenuhi dari impor.
Saat ini Indonesia masih mengimpor sebesar USD 4 miliar dalam bentuk bahan baku obat dan sekitar USD 800 Juta dalam bentuk obat jadi.
"Untuk farmasi kan impornya masih tinggi. Jadi bahan bakunya," jelas Airlangga.
Selain mendorong investasi, Pemerintah juga akan terus berupaya menggenjot kinerja ekspor Indonesia. Sektor nonmigas, salah satunya farmasi, diakuinya memang berkinerja positif bagi perekonomian nasional.
"Jadi pemerintah Pak Jokowi konsisten menggenjot ekspor dan menekan impor. Dan kalau kita lihat kemarin, 2018 kita kalau sektor nonmigas kan positif sehingga kita genjot terus sektor ini berkontribusi terhadap perekonomian," jelas dia.
"Tentu kita target farmasi ini jadi andalan, karena bea ekspornya kebanyakan negara itu nol jadi potensi Indonesia besar," tandasnya.
Advertisement
Menperin Minta Pelaku Industri Farmasi RI Garap Pasar Afrika dan Eropa
Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mendorong, industri farmasi dalam negeri untuk memperluas pasar ekspornya ke negara nontradisional. Hal ini guna menekan defisit necara perdagangan industri farmasi Indonesia.
Dia menjelaskan, saat ini, neraca ekspor-impor industri farmasi masih menunjukkan defisit. Meski pun nilai ekspor pada 2018 tercatat sebesar USD 1.136 juta atau meningkat dibandingkan 2017 sebesar USD 1.101 juta.
Namun demikian, lanjut Airlangga, potensi untuk meningkatkan ekspor produk farmasi masih sangat terbuka. Terlebih saat ini Indonesia telah memasuki era industri 4.0 yang merupakan era transformasi digital yang akan menciptakan nilai tambah baru pada industri farmasi.
"Pemanfaatan teknologi dan kecerdasan digital mulai dari proses produksi dan distribusi memberikan peluang baru serta meningkatkan daya saing industri farmasi," ujar dia di Pabrik PT Bayer Indonesia, Cimanggis, Depok, Rabu (27/3/2019).
Menurut Airlangga, masih banyak pasar-pasar baru yang bisa digarap oleh industri farmasi di Indonesia. Salah satunya yaitu pasar Afrika yang membutuhkan banyak pasokan produk farmasi.
"Diharapkan dapat mendorong industri farmasi untuk mengembangkan pasar ekspor, khususnya pasar ekspor non-tradisional seperti Amerika Latin, Eropa Timur, Rusia hingga Afrika," tandas dia.