Liputan6.com, Jakarta - Ketua Masyarakat Adat Tanah Papua dan Staf Khusus (stafsus) Presiden untuk wilayah Papua, Lenis Kogoya bertemu dengan pimpinan daerah di Jawa Timur pada 20-21 Agustus 2019.
Kedatangan Lenis Kogoya ini menjalin komunikasi untuk menyelesaikan dan meredam gejolak insiden di Surabaya dan Malang, Jawa Timur yang diduga memicu kerusuhan di Manokwari, Papua Barat dan sejumlah daerah di Papua.
Pada Selasa 20 Agustus 2019, Lenis bertemu dengan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Lenis mengapresiasi atas sambutan yang diberikan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
Baca Juga
Advertisement
Saat kunjungan Lenis tersebut, Khofifah menyajikan makanan khas asal Papua yaitu Papeda. Tak hanya itu, ia juga menyuguhkan makanan khas Jawa Timur Rujak Cingur.
"Ini namanya diplomasi papeda," ujar Khofifah, seperti melansir Antara.
Lenis menerima sepiring sepiring papeda dari Khofifah mengucapkan terimakasih atas sambutan yang diberikan dan bercerita di hadapan awak media. Lenis menuturkan, Khofifah pernah berkunjung ke kediamannya di Wamena. Ia pun menyebut Khofifah sebagai Mama Papua.
"Ibu gubernur ini adalah Mama Papua. Beliau pernah berkunjung dan sekali lagi, terima kasih atas semuanya," tutur dia.
Khofifah dan Lenis pun mendatangi belasan perwakilan mahasiswa dan pelajar Papua yang diundang khusus pada pertemuan itu sembari mempersilahkan untuk terlebih dahulu menyantap makanan yang disediakan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Bertemu Risma
Selain bertemu Khofifah, Lenis juga bertemu dengan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) pada Selasa 20 Agustus 2019. Pertemuan itu berlangsung di rumah dinas wali kota, Jalan Sedap Malam Surabaya sekitar pukul 19.45 WIB. Pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam itu juga dihadiri oleh perwakilan Mahasiswa Papua serta Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya (IKBPS).
Dalam pertemuan yang berlangsung hangat dan penuh canda itu, Risma bercerita tentang adik-adik mahasiswa Papua yang menempuh pendidikan di Surabaya.
Selama ini, para mahasiswa Papua di Surabaya sering dilibatkan dalam berbagai kegiatan event besar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Seperti acara Surabaya Cross Culture hingga perayaan Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS).
"Adik-adik ini (mahasiswa Papua) sering mereka ikut kegiatan tari-tarian di Balai Kota, sering datang juga kalau kita ada acara. Kalau kita ada kunjungan tamu dari Papua, mereka (adik-adik) juga ikut datang,” kata dia.
Dia menuturkan, selama ini hubungan masyarakat Surabaya dengan warga asli Papua berjalan baik, bahkan seperti saudara. Terlebih, Risma sudah menganggap adik-adik dari Papua yang tinggal di Surabaya seperti anaknya sendiri.
Selama menempuh pendidikan di Surabaya, para mahasiswa Papua juga diberikan fasilitas dalam upaya mengembangkan bakat dan minat. Seperti pelatihan komputer dan bahasa Inggris.
"Mereka jauh dari orang tua, karena itu saya selalu sampaikan ke anak-anak itu agar menjadi orang yang sukses. Orang tuamu di sana pingin anaknya jadi. Mesti kalau ketemu anak-anak saya selalu sampaikan itu," tutur dia.
Di sisi lain, Pemkot Surabaya juga sering menerima kunjungan mama-mama Papua. Mereka berkunjung ke Surabaya untuk belajar seputar pemberdayaan ekonomi dan program-program wirausaha.
"Mereka mama-mama Papua itu datang dari berbagai wilayah untuk belajar di Surabaya, mulai dari tanam sayur, bikin baju, sampai bikin bakso ikan," kata dia.
Tidak hanya itu, Wali Kota Risma mengaku, warga Papua yang tinggal dan menetap di Surabaya juga biasa berbaur dengan masyarakat sekitar dan juga terlibat dalam kegiatan di kampung.
Selain itu, banyak juga warga asli Papua yang sukses di Surabaya dan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkot Surabaya.
"Ada Kabag Humas itu asli dari Papua, dua Camat di Surabaya juga asli Papua, terus ada Kepala Bidang Satpol PP juga dari Papua. Masyarakat di Surabaya ini multi etnis, ada dari Ambon, Aceh, Pontianak, Padang, NTB, kita tidak pernah membeda-bedakan semua ada di Surabaya,” ujar dia.
Selain itu, mengutip laman instagram @surabayasparkling, Risma juga beberapa kali mengunjungi Papua. Ia berkunjung ke Jayapura, Manokwari, dan Merauke. Hal tersebut membuat Risma mendapat julukan Mama Papua. Risma pun meminta tidak ada lagi yang membahas perbedaan.
Lenis juga mengapresiasi Risma karena di Surabaya, warga Papua dan Surabaya diberikan kesetaraan. “Saat ini waktunya kita pikirkan masa depa Indonesia dan kebersamaan,” ujar dia.
Kehadiran 11 Mahasiswa Papua menambah keakraban pertemuan ini. Salah satunya saat mencoba mendengarkan suara merdunya. Mereka juga berkeluh kesah kepada Risma terhadap persoalan yang dihadapi saat ini.
Risma pun siap membantu Mahasiswa Papua. Ia mengharapkan Mahasiswa Papua mau untuk menyampaikan keluh kesahnya sehingga masalah segera terselesaikan dengan baik.
“Justru perbedaan menjadikan kita, untuk bijaksana dan menerima segala kekurangan dan kelebihan masing-masing,” kata Risma.
Advertisement