Liputan6.com, Jakarta - Serikat Garam Rakyat Madura (Segara) meminta pemerintah segera mengambil langkah strategis terkait dengan anjloknya harga garam konsumsi pada tingkat petani tradisional.
Ketua Segara Agus Sumantri mengatakan, saat ini harga garam di tingkat petani tradisional untuk kualitas nomor satu Rp 350 ribu per ton. Sementara untuk kualitas nomor dua Rp 250 ribu per ton.
Baca Juga
Advertisement
Untuk itu, guna melindungi petani garam tradisional, Agus meminta Pemerintah tidak melepaskan harga garam pada mekanisme pasar. Karena kebijakan itu hanya merugikan merugikan petani/petambak garam rakyat.
"Kalau pemerintah melepaskan harga garam pada mekanisme pasar, sama saja memberikan ruang kepada kartel untuk menentukan harga sesuai dengan keinginan pengusaha. Akibatnya mereka (pabrikan) menekan harga pada tingkat petani garam rakyat," ungkap Agus dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Dia juga menyayangkan peran BUMN garam yang diharapkan menjadi stabilisator harga, namun realitanya tidak berpihak kepada petani garam tradisional.
"Sebagai contoh, BUMN garam yang ada di Madura, seharusnya meningkatkan produksi garam industri guna memenuhi kuota nasional. Tapi faktanya perusahaan negara itu justru memproduksi garam konsumsi," ujar Agus.
Agus Menambahkan, sebagai negara bahari, seharusnya Pemerintah tidak perlu impor garam.
Jika Pemerintah mau serius menangani persoalan garam, lanjut dia, perusahaan garam di bawah naungan BUMN diberikan target untuk memproduksi garam industri. Sehingga impor dapat ditekan.
"Bukan malah sebaliknya, BUMN garam, memproduksi garam yang seharusnya diberikan kewenangannya kepada petani tradisional. Akibatnya, harga garam pada tingkat petani menjadi anjlok," ucap Agus.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pengusaha Desak Pemerintah Lanjutkan Impor Garam Industri
Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) mendesak pemerintah untuk kembali melanjutkan sisa kuota impor garam industri yang belum terealisasi sampai saat ini.
Di mana, kouta impor diberikan pemerintah sepanjang 2019 yakni mencapai 2,7 juta ton, namun hanya 1.543 juta ton yang terealiasi. Sementara 1,1 juta ton sisamya belum direalisasikan.
Sekretaris Umum Asosiasi Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), Cucu Sutara, menyampaikan keterlambatan masuknya kouta impor garam industri berdampak pada pelaku industri garam di Indonesia. Sebab, kebutuhan garam ini sangat mendesak untuk keberlangsungan sebagai bahan baku industri.
"Kita ingin sesuai hasil rapat lalu itu yang 2,7 juta ton direalisasikan. Karena ini kebutuhan sangat mendesak. Ada perusahaan-perusahaan pemasok anggota makanan dan minuman yang sekarang sudah merumahkan karyawannya, stop produksi, karena sudah habis bahan baku," kata dia saat ditemui di Kementerian Perekonomian, Jakarta, Selasa (20/8/2019).
"Ada yang sudah laporan, PT Cheetam sudah merumahkan 180 orang karyawan karena sudah habis bahan baku. Mereka adalah para supplier aneka pangan yang besar-besar seperti Indofood, Unilever, termasuk Ajinomoto, wingsfood, termasuk juga industri yang lain," sambung dia
Melihat kondisi tersebut, pihaknya mendorong pemerintah agar segera merealisasikan sisa impor garam sebesar 1,1 juta ton. Apabila hal ini diabaikan, maka industri aneka pangan dapat berhenti berproduksi.
"Harus sekarang, segera. Tadi harusnya ada GAPMMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia) dari Ajinomoto, dia sudah ketar-ketir, dia sudah tidak ada bahan baku. Mereka itu Ajinomoto, Unilever, Indofood, Wingsfood. Kalau sekarang tidak ada supply bahan baku ya otomatis, dia akan berhenti produksi," tegas Cucu.
Advertisement
Stok Garam Menipis
Cucu menambahkan, saat ini jumlah stok garam industri sendiri tersisa mencapai sebanyak 77.000 ton. Dia memperkiralan di September mendatang akan habis. "Paling juga sampai September habis. Malahan sudah ada perusahaan yang sudah habis," sebutnya.
Adapun kebutuhan garam untuk industri di Indonesia per tahunnya sekitar 2,7 juta ton. Untuk industri aneka pangan sendiri kebutuhannya sekitar 567.000 ton per tahun.
"Nah kalau per bulan tinggal bagi saja 2,7 juta ton dibagi 12 bulan. Nah penggunaan garam industri aneka pangan ini setiap bulan sangat stabil. Malahan bisa kekurangan kalau ada situasi signifikan seperti lebaran, tahun baru, itu pasti ada peningkatan di produk dalam negeri khususnya aneka pangan," pungkas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com