Liputan6.com, Purwokerto - Ada yang berbeda di Dermaga Sleko, Cilacap, Jawa Tengah, pagi itu. Wajah-wajah asing memenuhi parkiran hingga sandar kapal. Rupanya mereka adalah rombongan yang akan berlayar menuju Laguna Segara Anakan untuk menanam mangrove.
Kamis pagi, 22 Agustus 2019, sebanyak 131 peserta konferensi internasional mangrove atau International Conference on Mangrove and Its Related Ecosystems (ICoMIRE 2019) hendak menuju Arboretum Mangrove, di Ujung Alang, Kampung Laut.
Di pusat pengembangbiakan mangrove ini, mereka akan menanam mangrove sebanyak 1.000 bibit. Dalam kegiatan ini, turut pula mahasiswa yang tergabung dalam UKM UPI dan BE Fabio Unsoed, serta UKM Mucronata dari FPIK Unsoed.
Baca Juga
Advertisement
"Acara field trip meliputi pengenalan ekosistem mangrove, penanaman 1.000 bibit mangrove, dan kunjungan ke arboretum mangrove," ucap Dekan Fakultas Biologi Unsoed, Prof. Dr.rer.nat Imam Widhiono, Kamis malam.
Arboretum Mangrove merupakan tempat penanaman dan pengembangbiakkan bermacam spesies mangrove untuk tujuan penelitian dan pendidikan. Di tempat ini ditanam tumbuh-tumbuhan yang dikhawatirkan punah.
"Penanaman 1.000 bibit mangrove tersebut di Cilacap merupakan hasil kerja sama antara Kemenko Maritim, Unsoed, KLHK, Lanal Cilacap, Pemerintah Kecamatan Kampung Laut, dan masyarakat," ucapnya.
Imam mengungkapkan, mangrove merupakan blue carbon asset yang sangat penting. Di sisi lain, mangrove juga menyediakan layanan dan jasa sosial yang sangat beragam bagi kesejahteraan manusia.
Namun, perubahan iklim global dan campur tangan manusia telah menyebabkan hilangnya sepertiga luasan kawasan mangrove dalam tiga dasa warsa terakhir. Secara global luasan kawasan mangrove berkurang 1-2 persen per tahun. Artinya, dalam 20 tahun ke depan dapat terjadi pengurangan luas kawasan mangrove sebesar 35 persen.
52 Persen Ekosistem Mangrove Indonesia Rusak
"The Global Mangrove Alliance menyebutkan bahwa dunia akan kehilangan 50 persen kawasan mangrove dalam kurun waktu 50 tahun," dia mengungkapkan.
Laguna Segara Anakan adalah salah satu kawasan mangrove dan laguna yang terluas dan terlengkap di Asia. Indonesia sendiri adalah negara yang memiliki ekosistem mangrove terluas dan terkaya di dunia.
Namun, kondisinya juga terancam. Ekosistem Mangrove Cilacap misalnya, terancam oleh sedimentasi, pembalakan liar dan konversi lahan menjadi lahan pertanian. Karenanya, perlu upaya semua pihak untuk menjaga agar kawasan mangrove tetap lestari.
Salah satu upaya melestarikan ekosistem mangrove itu adalah dengan menggelar ICoMIRE 2019. Acara ini merupakan kerja sama antara Fakultas Biologi Unsoed dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman. Acara ini juga didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK) serta Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Imam mengungkapkan, ICoMIRE 2019 berisi rangkaian acara mulai seminar internasional, workshop, field trip atau kunjungan lapangan dan pembentukan Indonesian Mangrove Society (IMS).
Konferensi dihadiri oleh berbagai kalangan. Ada perwakilan Kemenko Kemaritiman, KLHK, Kemenristekdikti, LSM atau NGO, Dinas Provinsi, DKP, dan BPDASHL Serayu Opak Porgo (DASHL) SOP, peneliti dari berbagai universitas dan lembaga di Indonesia dan luar negeri.
Konferensi internasional mangrove ini juga mengundang para pembicara kunci dan pembicara tamu dari berbagai negara seperti Jepang, Vietnam, Filipina, dan Indonesia.
"Total perserta yang hadir 353 peserta," ujarnya.
Advertisement
Rekomendasi Konferensi Internasional Mangrove
Dalam seminar dipresentasikan sebanyak 66 makalah yang terbagi ke dalam empat topik berbeda. Pertama, Mangrove ecosystem health in support of sustainable ecosystem use. Kedua, Ecosystem management (including policy on mangrove management and anthropogenic aspects).
“Ketiga, Recent approach on mangrove monitoring. Terakhir Interrelated, seagrass, coral, coastal, estuary," dia menjelaskan.
ICoMIRE 2019 juga menelurkan tujuh rekomendasi. Rekomendasi itu harus dilakukan oleh berbagai pihak terkait, termasuk Kemenko Bidang Kemaritiman.
Indonesia memiliki mangrove terluas dan terkaya di dunia. Namun, sekitar 52% (1,8 juta Ha) mengalami gangguan. Untuk antisipasi dari semakin meluasnya gangguan dan mempercepat pemulihannya, perlu dilakukan berbagai upaya.
Pertama, penyediaan baseline data yang lebih akurat dan accessible. Kedua, perbaikan dalam mekanisme pelaksanaan pemulihan berbasis ilmiah. Ketiga, peningkatan peran dan komitmen stakeholder, termasuk dalam alokasi aggaran, dengan sumber pendanaan yang berasal dari APBN dan APBD melalui RPJMN dan RPJMD atau sumber lain.
Keempat, peningkatan koordinasi dan sinergitas antar-kementerian dan lembaga terkait. Kelima, pemanfaatan sumber daya dan jasa ekosistem mangrove yang lestari dan lebih kreatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Keenam, adanya keterkaitan ekosistem mangrove dengan ekosistem lainnya. Dan ketujuh atau terakhir, adanya dukungan edukasi untuk meningkatkan public awareness.
Agar kegiatan pemulihan dapat terlaksana lebih baik, maka telah dibentuk Indonesian Mangrove Society atau Masyarakat Mangrove Indonesia. Menimbang kekayaan ekosistem mangrove Indonesia, ICoMIRE 2019 juga merekomendasikan agar Indonesia menjadi World Mangrove Center.
Saksikan video pilihan berikut ini: