Liputan6.com, Biarritz - Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengungkit berbagai masalah mendesak di dunia pada pertemuan G7 di Biarritz, Prancis. Tusk berharap forum ini bisa menyatukan para pemimpin dunia di tengah banyaknya tantangan global.
Beberapa isu besar yang diungkin Tusk adalah kebakaran besar Hutan Amazon, masalah dengan Iran dan Rusia, serta melemahnya ekonomi global akibat perang dagang sehingga memicu resesi.
Baca Juga
Advertisement
Tusk berkata memiliki kesepakatan dagang dan mendorong peran World Trade Organization (WTO) jauh lebih baik ketimbang perang dagang. "Perang dagang akan berujung pada resesi, sementara kesepakatan dagang akan menunjang ekonomi, belum lagi fakta bahwa perang dagang antara anggota G7 akan berujung pada pengikisan kepercayaan yang sudah melemah di antara kita," ujar Tusk seperti dikutip Politico.
Mengenai perang dagang antara negara G7, Presiden Trump sempat mengancam akan mengenakan tarif ke mobil Jerman, namun ia berkata hanya bercanda.
"Kami menyusun kesepakatan agar Uni Eropa akan setuju membayar tarif 25 persen untuk semua Mercedes-Benz, BMW, yang masuk negara kita, jadi kita mengapresiasi itu," ujar Trump ketika ada delegasi Uni Eropa di awal Agustus lalu.
"Saya hanya bercanda," Trump cepat-cepat menambahkan, disambut tawa tamu.
Meski demikian, Trump memang kesal akibat bisnis gas antara Jerman dan Rusia. Trump berkata tidak masuk akal bahwa AS harus membela Jerman dari Rusia sementara dua negara itu masih punya bisnis besar. Usai "bercanda", Bloomberg melaporkan Trump berkata tidak sepenuhnya bercanda dan siap memberi tarif ke mobil Jerman bila diperlukan.
Terkait perang dagang antara AS-China, Presiden Trump juga baru menambah tarif dari 25 persen menjadi 30 persen untuk produk China senilai USD 250 miliar. China pun merespons dengan berkata AS seharusnya tak meremehkan kekuatan ekonomi China.
G7 merupakan kelompong tujuh negara dengan industri dan ekonomi paling maju di dunia, mereka terdiri atas Amerika Serikat, Britania Raya, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, dan Prancis. Pertemuan tahun ini berlangsung hingga Senin 26 Agustus 2019.
Bos Apple Sebut Perang Dagang Untungkan Samsung
CEO Apple Tim Cook baru saja bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Jumat, 16 Agustus 2019. Dalam pertemuan itu Tim Cook turut membahas dampak perang dagang ke persaingan Samsung dan Apple.
Presiden Trump mengakui pertemuan dengan Tim Cook berjalan baik. Ia pun menyimak argumen Tim Cook soal bahaya perang dagang AS dan China, pasalnya produk Apple banyak dibuat di China. Alhasil, produk Apple pun bisa ikut kena tarif.
Berbeda dengan Apple, produk Samsung aman dari tarif karena pabriknya berada di luar China, seperti Vietnam, India, dan Indonesia.
"Saya melakukan meeting yang sangat baik bersama Tim Cook. Tim membicarakan tarif bersama saya. Dan salah satunya ia membuat argumen yang bagus soal Samsung yang merupakan kompetitor nomor satu mereka, dan Samsung tidak membayar tarif karena mereka basisnya di Korea Selatan," ujar Donald Trump kepada awak media seperti dilansir CNET.
Trump berkata argumen CEO Apple amat menarik dan berkata sedang memikirkannya. Menurut Business Insider, kedua pria itu sudah bertemu setidaknya sebanyak lima kali dalam setahun terakhir.
Tarif terbaru ke barang impor dari China ke AS akan diterapkan pada 1 September mendatang. Barang-barang elektronik diprediksi naik 10 persen, dan produk Apple seperti AirPods and Apple Watch terancam terpengaruh.
Di lain pihak, Trump justru mengajak Apple agar membuat produknya di AS saja. Apple memang melakukan penelitian dan pengembangan di AS, namun demikian produknya banyak dirakit di luar negeri.
Advertisement
RI Sudah Punya Obat Tangkal Pelemahan Ekonomi Akibat Perang Dagang
Pemerintah Indonesia telah menyiapkan langkah antisipatif bila tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas dan berdampak terhadap pelemahan ekonomi global pada 2020.
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Andin Hadiyanto mengatakan, berdasarkan proyeksi Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF), tensi perang dagang akan sedikit membaik pada tahun depan. Namun, ia memperingatkan, pemerintah tetap harus bersiap diri memperkuat kestabilan ekonomi dalam negeri.
"Seperti tahun-tahun sebelumnya, 2020 tetap masih ada tekanan eksternal. Jadi Indonesia harus pertama memperkuat fundamental ekonomi di dalam negeri untuk kerjasama koordinasi fiskal dan moneter, juga kebijakan eksternal. Itu agar kurs, inflasi, tingkat bunga, dan sebagainya tidak terlalu bergejolak," imbuhnya di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2019.
"Kalau ekonomi dalam negerinya relatif stabil, itu artinya menjadi modal dasar bagi kita untuk melaksanakan program-program yang kita targetkan ini. Mudah-mudahan asumsi yang kita tetapkan bisa sesuai dengan realisasinya," dia menambahkan.
Kendati demikian, ia menyatakan, pemerintah masih belum bisa memastikan bagaimana situasi perekonomian global ke depan, meskipun secara kondisi saat ini relatif lebih stabil dibanding beberapa waktu lalu.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement