Liputan6.com, Biarritz - Menteri luar negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, telah memicu keterkejutan di tengah agenda pertemuan puncak G7 di Biarritz, Prancis, pada Minggu 25 Agustus 2019.
Sebagaimana diketahui, kebijakan Barat terhadap Iran --terutama program nuklirnya-- menjadi salah satu yang paling diperdebatkan dalam pertemuan yang dipimpin Presiden Prancis Emmanuel Macron itu.
Pada Minggu malam, Zarif mengunggah foto ke Twitter, yang menunjukkan pertemuannya dengan Presiden Macron dan timpalannya dari Prancis, Jean-Yves Le Drian, di kantor walikota Biarritz, yang berlokasi di seberang jalan dari sebuah gedung tempat para pemimpin G7 bertemu.
Baca Juga
Advertisement
Menteri luar negeri Iran mengatakan dia juga telah memberikan pengarahan bagi para pejabat Inggris dan Jerman, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Senin (26/8/2019).
"Jalan di masa depan sangat sulit, tapi harus dicoba," twit Zarif, sebelum lepas landas dari Biarritz pada Minggu malam.
Zarif sendiri berada di Prancis sejak Kamis malam, dan telah bertamu dengan Macron di Paris pada hari Jumat.
Seorang diplomat senior Prancis mengkonfirmasi bahwa Zarif telah diundang ke Biarritz untuk mengadakan sebuah pembicaraan, yang merupakan bagian dari inisiatif diplomatik Macron untuk meredakan ketegangan di Teluk Persia.
"Kami telah berusaha meredakan ketegangan selama beberapa bulan terakhir, dan membuat jeda untuk negosiasi yang bermanfaat," kata diplomat Prancis itu.
Dia menambahkan bahwa Prancis tidak bertindak sebagai mediator bagi AS, dan itu bukan niat "pada tahap ini" untuk menyatukan Iran dan Amerika.
Diplomat itu mengatakan Zarif bukan tamu resmi G7, tetapi Macron telah memberi tahu para pemimpin lainnya di KTT itu, termasuk Donald Trump.
"Presiden melakukan pembicaraan kemarin dengan semua pemimpin G7 dan jelas informasi itu diedarkan," kata diplomat tersebut. "Para diplomat kami bekerja dalam transparansi penuh dengan Amerika Serikat.
Donald Trump Belum Bergerak Menanggapi
Diminta tanggapannya tentang kedatangan Menlu Zarif, Presiden AS Donald Trump hanya menjawab "tidak ada komentar" kepada media.
Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin memperkirakan Trump tidak akan mengesampingkan pertemuan langka dengan Zarif.
"Presiden telah mengatakan sebelumnya bahwa sejauh Iran ingin duduk dan bernegosiasi, dia tidak akan menetapkan prasyarat untuk negosiasi tersebut," kata Mnuchin.
Pekan lalu, Macron telah menggagas sebuah rencana di KTT untuk meredakan ketegangan yang meningkat di Teluk Persia. Dia berupaya mendorong pencabutan sebagian embargo minyak AS terhadap Iran, dengan imbalan Teheran kembali ke kepatuhan penuh terhadap perjanjian nuklir 2015.
Diplomat Prancis mengatakan bahwa setelah ketegangan berkurang, sebagian agenda KTT G7 akan membahas tentang masalah-masalah di luar lingkup utamanya, termasuk beberapa konflik regional dan program nuklir Iran.
Sementara itu, Donald Trump mengatakan belum membicarakan proposal terkait dengan Macron.
Duduk di samping perdana menteri Jepang, Shinzo Abe, yang melakukan upaya gagal untuk menengahi antara AS dan Iran pada Juni lalu, Trump mengatakan: "Saya juga mendukung upaya Perdana Menteri Abe, karena dia juga berbicara dengan Iran ... Kami akan melakukan sendiri diluar jangkauan tersebut. Tetapi Anda tidak dapat menghentikan orang untuk berbicara. Jika mereka ingin bicara, mereka bisa bicara."
Advertisement
AS Bersikeras Sanksi Telah Berhasil
Para pejabat AS bersikeras bahwa kebijakan Gedung Putih tentang "tekanan maksimum" terhadap Iran berhasil dan mendapat dukungan internasional.
"Negara-negara G7 semua setuju kampanye tekanan maksimum di Iran berdampak, dan itu harus terus berlanjut," kata seorang pejabat AS.
Dalam kunjungannya ke Biarritz, Trump didampingi oleh penasehat keamanan nasionalnya yang pro-sanksi Iran, John Bolton. Dia merupakan sosok yang terus menekankan tekanan maksimum pada Teheran untuk menghentikan kegiatan nuklirnya.
Di bawah program aksi komprehensif bersama (JCPOA) 2015, Iran menerima pembatasan ketat atas kegiatannya dengan imbalan keringanan sanksi.
Namun, Trump menarik AS dari perjanjian tersebut pada Mei 2018, dan sejak itu terus meningkatkan sanksi terhadap Iran.
Sebagai tanggapan, Iran telah mulai secara bertahap untuk keluar dari batas JCPOA, meningkatkan stok uranium yang diperkaya rendah misalnya, dan meningkatkan tingkat pengayaan uranium.
Pasukan Iran juga telah meningkatkan serangan terhadap pengiriman minyak global melalui selat Hormuz.
Pihak-pihak lain di JCPOA, yakni Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, China dan Uni Eropa, telah mendesak AS dan Iran untuk kembali ke perjanjian terkait.