Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi PKB Marwan Dasopang mendukung hukuman kebiri kimia terhadap pedofil atau pemerkosa anak. Dia mengatakan, hukuman para tersangka pedofil anak harus memiliki efek jera.
Menurutnya, efek jera tersebut perlu diberikan untuk mencegah kasus serupa terulang, bahkan lebih luas. Sebab, kata Marwan, tidak sedikit pelaku pedofilia juga pernah menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual anak.
Advertisement
"Begitu kita telusuri dan dalami masa lalunya, sebagian besar adalah korban juga. Maka bila tidak dihukum berat seperti kebiri, potensi mengulangi dan menularkan korban yang akan berpeluang membuat korban lagi," kata Marwan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Kedati, Marwan menambahkan untuk memberikan efek jera diperlukan juga edukasi serta pendekatan dan perbaikan sosial untuk mencegah kasus kekerasan seksual anak terjadi kembali.
"Jadi kalau aspek untuk jera hanya melalui kebiri, enggak mungkin, jadi harus ada pendekatan pendidikan, ada pendekatan perbaikan sosial, tapi untuk menyelamatkan satu orang demi yang lain itu sudah pasti," ucapnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pertama di Indonesia
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Mojokerto menjatuhi hukuman kebiri terhadap M Aris (20), pelaku pedofilia anak. Dia juga harus menjalani hukuman penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta. Ini merupakan eksekusi kebiri kimia pertama di Indonesia.
Sejak 2015 lalu, dia terbukti telah mencabuli 9 anak gadis yang tersebar di Wilayah Mojokerto. Modusnya, sepulang kerja menjadi tukang las dia mencari mangsa, kemudian membujuk korbannya dengan iming-iming dan membawanya ke tempat sepi lalu melakukan perbuatan asusila kepada korban.
Aksi pelaku sempat terekam kamera CCTV salah satu perumahan di Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Kamis 25 Oktober 2018 sekitar pukul 16.30 WIB. Dan akhirnya pelaku berhasil diringkus polisi pada 26 Oktober 2018.
Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto memutuskan pelaku bersalah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat (2) UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Vonis tersebut tertuang dalam Putusan PN Mojokerto nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019.
Rudi Hartono Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto saat dikonfirmasi mengatakan, Pengadilan Negeri Mojokerto menyatakan Aris bersalah melakukan kekerasan dan memaksa anak melakukan persetubuhan dengan menjatuhkan vonis 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Selain itu majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pidana kebiri kimia kepada Aris," kata Rudi.
Vonis penjara untuk Aris dari PN Mojokerto lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jaksa menuntut Aris dengan hukuman penjara 17 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun JPU saat itu tidak menyertakan hukuman kebiri kimia dalam tuntutannya.
Kendati hukuman penjara lebih ringan, Aris masih saja mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Para hakim PT pun menguatkan putusan PN Mojokerto. Vonis tersebut tertuang dalam Putusan PT Surabaya nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY tanggal 18 Juli 2019.
Terkait hasil putusan banding tersebut membenarkan bahwa putusannya sudah keluar dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Kata Kajari, pihaknya sudah menerima petikan amar putusannya dari Pengadilan Tinggi Surabaya. "Perkara dengan vonis kebiri sudah inkracht atau sudah mempunyai kekuatan hukum tetap per 8 agustus 2019," terangnya.
Advertisement