Liputan6.com, Biarritz - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendesak para pemimpin negara G7, untuk menerima kembali Rusia sebagai anggotanya.
Desakan Trump disampaikan saat sesi makan malam pada hari Sabtu di salah satu resor ternama di Biarritz, Prancis, dan mengkritik pendapat umum yang menyebut asosiasi tersebut harus bersifat demokrasi liberal.
Dikutip dari The Guardian pada Senin (26/8/2019), beberapa sumber diplomatik melihat Donald Trump berkali-kali menyebut Vladimir Putin harus diundang kembali, lima tahun setelah Rusia dikeluarkan dari G8 --nama asosiasi terkait saat itu-- karena aneksasi Semenanjung Krimea.
Baca Juga
Advertisement
Dari seluruh pemimpin negara G7, hanya Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte yang sependapat dengan desakan Trump. Sementara Shinzo Abe, yang merupakan sekutu terdekat AS di Asia Pasifik, memilih bersikap netral.
Adapun sisanya, yakni Boris Johnson dari Inggris, Angela Merkel dari Jerman, Justin Trudeau dari Kanada, Emmanuel Macron dari Prancis, dan Presiden Uni Eropa Donald Tusk, menolak tegas desakan Trump pada KTT G7 itu.
"Sebagian besar pemimpin lainnya bersikeras bahwa G7 adalah keluarga, klub, komunitas demokrasi liberal, dan karena alasan itu mereka mengatakan Anda tidak dapat mengizinkan Presiden Putin kembali," ujar salah seorang sumber diplomat kepada The Guardian.
"Itu bukan hal yang sangat penting bagi (Trump). Dia tidak setuju dengan pandangan tersebut," tambah diplomat terkait.
Namun, salah seorang sumber yang mengaku dekat dengan pemerintah Trump, berpendapat bahwa beberapa masalah, seperti Iran, Suriah, dan Korea Utara, adalah masuk akal untuk melibatkan Rusia di dalamnya.
Digaungkan Sejak KTT G7 2018
Pertemuan puncak G7 diselenggarakan di kota Biarritz di pesisir Samudera Atlantik, yang sepenuhnya ditutup sejak akhir pekan lalu.
Dengan cuaca hangat yang disertai angin sepoi-sepoi, beberapa pemimpin negara G7 memilih berjalan kaki dari hotel tempat mereka menginap ke lokasi pertemuan di sebuah gedung tak jauh dari kasino setempat.
Selama jeda negosiasi, para pemimpin G7 disuguhi beragam masakan terbaik wilayah Basque, yang disiapkan oleh koki lokal dan staf dapur dari Élysée Palace.
Namun, di balik semua kemewahan tersebut, ada kepahitan dan kecemasan yang memuncak. Banyak pengamat menilai pertemuan kelompok negara industri utama itu paling terpecah sejak dibentuk pada 1977.
Trump telah memperdebatkan penerimaan kembali Rusia sejak KTT G7 tahun lalu di Quebec, Kanada, dan terlihat bertekad menghidupkan kembali diskusi tersebut, di tengah pembahasan isu Iran.
Juga pada pertemuan yang sama, Donald Trump pergi lebih awal, dan memerintahkan pejabat AS menarik persetujuannya terlibat dalam "komunikasi bersama", untuk membahas beberapa isu utama dunia, termasuk perang dagang dengan China yang mulai mengmuka kala itu.
Advertisement
Presiden Prancis Lakukan Pendekatan Jinak
Dalam upaya meredam kemungkinan kontroversi lain dari Donald Trump, Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan "pendekatan jinak", dengan membawanya pada sesi makan siang yang tidak dijadwalkan.
Kedua pemimpin negara dilaporkan saling mengobrol tanpa didampingi oleh pejabat dan staf pembantu selama hampir dua jam.
Trump kemudian mengetwit bahwa itu adalah "pertemuan terbaik yang pernah kami lakukan", meskipun ia salah mengeja nama presiden Prancis dan secara tidak sengaja tertaut ke akun parodi Macron, yang sejak itu telah ditangguhkan.
Taktik Macron membuat beberapa pejabat AS "kelabakan", dan langsung memanggil beberapa anggota pers Gedung Putih yang mengekor ke Biarritz, pada Sabtu sore.
Mereka mengatakan tuan rumah Prancis telah mengisi agenda khusus (niche) untuk membahas perubahan iklim dan kesetaraan audiens kedua negara.
Berbicara secara anonim, para pejabat juga mengklaim bahwa hanya atas desakan AS, akan ada sesi KTT tentang ekonomi dan perdagangan.
Klaim di atas tidak sepenuhnya diamini oleh Prancis, yang mengatakan bahwa pertemuan puncak G7 tahun ini tetap berpegang pada fokus tradisional mereka, yakni membahas tentang ekonomi dan perdagangan global yang dirumuskan bersama.