Liputan6.com, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menggelar Kadin Talks bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Dalam acara tersebut, Perry berdiskusi dengan Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani beragam kebijakan BI.
Di sesi diskusi, Rosan menyinggung keuntungan perbankan yang tercermin dalam Net Interest Margin (NIM) dinilai masih tinggi. NIM yang tinggi dirasa menjadi penghambat para pelaku usaha yang selama ini mengandalkan pinjaman bank untuk mengembangkan bisnis.
Baca Juga
Advertisement
"Saya rasa NIM Indonesia paling tinggi dibandingkan negara tetangga. NIM kita sekarang 4,9 persen, sedangkan negara tetangga tidak ada yang di atas 3,5 persen, itu kenyataannya," ujar Rosan di Jakarta, Senin (26/08/2019).
Sebagai perbandingan, Rosan menyebutkan tingkat NIM di beberapa negara tetangga. Misalnya, Malaysia, NIM sebesar 1,6 hingga 1,7 persen. Singapura di angka 1,3 hingga 1,4 persen, Filipina di bawah 3 persen, Vietnam di level 2,4 persen, Korea sebesar 1,5 persen dan China hanya 2,5 persen.
Jika NIM rendah, maka suku bunga kredit pun juga rendah dan para pelaku usaha akan lebih mudah mengajukan kredit sehingga usaha akan berkembang. Ketika usaha berkembang, produktivitas ikut meningkat.
"Saya tahu mungkin perbankan tidak akan suka dengan ini, tapi kami dari perwakilan dunia usaha harus menyampaikan ini," lanjutnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sudah Turun
Sementara, Perry menyatakan NIM Indonesia saat ini sebenarnya sudah turun, dari angka 5 persen menjadi 4,7 persen. Namun, angka tersebut bisa ditekan lagi asal perbankan bisa meningkatkan efisiensi.
"Ada beberapa faktor yang bisa menurunkan suku bunga kredit. Pertama kebijakan suku bunga dari BI, lalu likuiditas yang longgar serta regulasi dari OJK," tutur Perry.
Perry menambahkan, pelaku usaha juga harus proaktif dan tidak wait and see. Jika suku bunga sudah diturunkan namun permintaan kredit minim, akan sama saja.
Advertisement