Liputan6.com, Jakarta - Quentin Tarantino salah satu sineas yang karyanya punya karakter spesifik. Spesifikasi ini belum tentu cocok dengan selera publik. Dan tampaknya, Quentin Tarantino tak terlalu peduli kita cocok dengan karakternya apa enggak.
Bisa jadi Quentin Tarantino dengan reputasi meraih 2 Piala Oscar itu berkata, “Ya kalau enggak cocok dengan karakter film gue, lo nonton film lain saja sana.” Tak heran jika Quentin Tarantino punya penggemar loyal. Once Upon A Time in Hollywood, menajamkan ciri khas Quentin Tarantino.
Once Upon A Time In Hollywood dibuat Quentin Tarantino bukan untuk konsumsi massal. Film ini diperuntukkan bagi Anda yang tahu sejarah industri Hollywood, khususnya di dekade 1960-an.
Baca Juga
Advertisement
Di era itu ada aktris cantik, Sharon Tate. Lahir pada 24 Januari 1943, Sharon Tate yang pernah dianugerahi Pendatang Baru Paling Menjanjikan oleh Golden Globes, tutup usia pada usia 26 tahun. Tragis, mengingat hidup Sharon Tate dan 4 temannya berakhir lantaran dibantai oleh 3 penggemar Charles Manson.
Tewasnya Sharon Tate salah satu tragedi terburuk di Hollywood. Tampaknya, Quentin Tarantino amat menyesali berpulangnya Sharon Tate yang digadang-gadang salah satu the next big thing Hollywood. Quentin Tarantino lantas berandai-andai bagaimana jika jalan hidup sang aktris tak setragis itu? Maka, ia membuat Once Upon A Time in Hollywood untuk kembali menghidupkan aktris pujaannya. Sineas kalau sudah menang Oscar, mah, bebas mau berimajinasi apa saja.
Jalinan Cinta Artis dan Sutradara
Dalam Once Upon A Time in Hollywood, Sharon Tate (Margot) menjalin cinta dengan sineas Roman Polanski (Rafal). Ia tak sadar bertetangga dengan Rick Dalton (Leonardo) yang kariernya terombang-ambing. Terjebak pada karakter antagonis di layar kaca, Rick Dalton digoda produser kawakan Marvin Schwarz (Al) untuk membintangi sejumlah film produksi Italia. Tawaran ini dianggap Rick sebagai bencana. Mengingat, standar produksi Italia kala itu tak mungkin menyamai Hollywood sebagai kiblat layar lebar sejagat.
Rick Dalton bersahabat dengan Cliff (Brad) yang juga pemeran pengantinya. Suatu siang, Cliff mengenal Pussycat (Margaret). Pussycat mengajak Cliff ke rumahnya, di perkampungan Hippies. Di sana, Cliff teringat sahabat lamanya, George (Bruce). Ia ingin memastikan kondisi George baik-baik saja di tengah kaum Hippies. Rupanya, inisiatif ini menyinggung Pussycat dan teman-temannya. Apalagi Cliff sempat menganiaya salah satu tetangga Pussycat. Aksi main pukul Cliff berdampak panjang.
Karakter-karakter yang ditampilkan Quentin Tarantino di Once Upon A Time in Hollywood sebagian besar nyata, pernah hidup, atau mungkin masih hidup. Rick Dalton bisa jadi fiktif, namun jika Anda berselancar di jagat maya, ada aktor Rick Dalton yang pernah tampil di To Live and Die (1985). Dokumentasi fotonya tak tergambar jelas. Terlepas dari spekulasi ini, Once Upon A Time in Hollywood fiksi yang dihidupkan oleh tokoh-tokoh (yang sebagian besar) nyata. Kisahnya bergerak dari Februari 1969 hingga enam bulan sesudahnya.
Advertisement
Era Retro
Karena film ini bertema “pada suatu ketika” maka konflik yang ditawarkan film ini pun level pada suatu ketika. Kejadian yang tak disangka, terjadi di perumahan gedongan di Hollywood, menimpa pesohor, dan otomatis kita disuguhi keseharian para bintang ini di era retro. Poros cerita tak sepenuhnya terletak di pundak Sharon Tate. Bagi kami, kemunculan Sharon Tate di sini tak lebih dari sebuah tribut. Karena yang menyita perhatian kami sepanjang durasi malah polah Leo dan Brad.
Margot Robbie memancarkan karisma klasik. Cantik, menarik simpati, dan sinar wajahnya mencerminkan masa depan seorang seniman yang menjanjikan. Itu tampak dari cara Margot mendengarkan musik, bergoyang, menyapa petugas bioskop hingga tetangga meski hanya lewat suara. Yang memenangkan hati kami justru performa Leonardo DiCaprio. Gusti... cara Leo marah, khawatir, lalu matanya merah dan menangis bikin deg-degan. Monolog Leo di ruang tunggu artis seraya menatap cermin penuh letupan emosi.
Beban Leo di film ini berat. Pertama, ia berakting sebagai Rick. Kedua, ia harus berakting sebagai Rick yang berakting sebagai koboi penculik anak, brand ambassador produk, pembantai pasukan Nazi, dan lain-lain. Kami tak kan lupa ekspresi Leo saat bernegosiasi dengan tokoh protagonis sambil menyandera anak kecil. Di situ ia jadi aktor antagonis di sebuah produksi, lalu dalam hitungan detik harus berubah menjadi Rick Dalton yang notabene bukan dirinya pula. Brad Pitt tak secemerlang Leo namun sukses jadi partner sepadan.
Peluang Oscar
Bertema persahabatan, nyaris 90 menit film ini berisi keseharian para pekerja seni dan pertemanan Rick-Cliff. Chemistry Leo dan Brad solid. Namun untuk sebuah tema pertemanan, Once Upon A Time In Hollywood kepanjangan dan agak melelahkan. Plotnya mirip The Hateful Eight, yang memiliki pengantar sangat panjang dan menyisakan 30 menitan akhir yang mendebarkan jantung. Hanya, klimaks Once Upon A Time In Hollywood tak sebombastis The Hateful Eight. Beda garis waktu dan sebaiknya jangan dibandingkan.
Unggul dari aspek musik, tata artistik, kostum, dan akting. Once Upon A Time In Hollywood punya peluang besar berlaga di ajang Oscar awal tahun depan. Akting Leo sangat layak dinominasikan. Setelah meraih Oscar melalui The Revenant, Leo kembali memperihatkan kegilaan akting di level paripurna. Berkaca pada pengalaman, film dengan gaya bertutur dan tema macam ini tak akan bertahan lama di bioskop. Saran kami, segera tonton sebelum turun layar!
Pemain: Leonardo DiCaprio, Brad Pitt, Margot Robbie, Al Pacino, Rafal Zawierucha, Margaret Qualley
Produser: David Heyman, Shannon McIntosh, Quentin Tarantino
Sutradara: Quentin Tarantino
Penulis: Quentin Tarantino
Produksi: Columbia Pictures
Durasi: 2 jam, 40 menit
(Wayan Diananto)
Advertisement