Komnas HAM Nilai Hukuman Kebiri Kimia Langgar Hak Asasi Manusia

Komnas HAM lebih memilih hukuman kurungan seumur hidup dibanding hukuman kebiri. Komnas HAM menganggap kebiri tidak memberi efek jera.

oleh Liputan Enam diperbarui 27 Agu 2019, 11:28 WIB
Praktek hukuman kebirisudah berlangsung sejak ribuan tahun lalu. Beberapa negara di dunia juga sudah menerapkannya.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menganggap Muhammad Aris (20) terpidana kasus kekerasan seksual sejak 2015 lebih baik diberi hukuman kurungan seumur hidup ketimbang kebiri kimia.

Hal ini menanggapi putusan Pengadilan Negeri Mojokerto yang menjatuhkan hukuman tambahan pidana kebiri kimia terhadap Aris yang sudah melakukan kekerasan seksual terhadap sembilan anak.

Komisioner Komnas HAM, Mochammad Choirul Anam menilai, hukum kebiri tidak membuat jera. Hukuman yang bisa membuat efek jera adalah dengan menghukum seberat-beratnya yakni hukuman kurungan seumur hidup.

"Bagi Komnas HAM hukuman seberat-beratnya sebenarnya hukuman seumur hidup. Tapi kalau ini dilakukan oleh residivis misalnya pemerkosaan, dia bisa dihukum seumur hidup dan dipastikan hukuman seumur hidup itu bisa ditambah dengan hukuman sosial," ujar Anam di Mapolda Jawa Timur di Surabaya, Senin, melansir Antara, ditulis Selasa (27/8/2019).

Sejak awal, Komnas HAM sudah menolak Peraturan Perundang-undangan itu. Komnas HAM menilai hukuman kebiri kimia melanggar Hak Asasi Manusia.

"Sikap Komnas HAM sejak awal, sejak dibentuknya peraturan tersebut (kebiri) di Perpu itu kami menolak," kata Anam.

Penolakan itu karena adanya Konvensi Antipenyiksaan yang di dalamnya ada pelarangan penghukuman yang sifatnya penyiksaan dan merendahkan martabat. 

Alasan lain penolakan Komnas HAM adalah karena dalam 10 tahun terakhir tata kelola pemidanaan Indonesia, termasuk hukumannya sudah direformasi. Menurut Komnas HAM, hukuman kebiri kimia menunjukkan adanya kemunduran. 

"Nah, dengan adanya hukuman kebiri ini mundur. Sebenarnya penghukuman dengan kebiri Ini zaman 'baheula', zaman kerajaan. Pada akhirnya penghukuman itu diganti dengan hukuman badan atau kurungan kok ini tiba-tiba balik lagi seperti Zaman Jahiliyah," katanya.

Anam menanggap keadaban hukum Indonesia sebenarnya sudah maju dari berbagai model penghukuman. Salah satunya adalah dengan meninggalkan penghukuman fisik cambuk. Oleh sebab itu Ia tak ingin hukuman Indonesia kembali lagi ke zaman dahulu.

Walau menolak, Anam menegaskan pihaknya sangat mengecam siapapun pelaku pemerkosaan. Dia menuturkan, perbuatan ini merendahkan martabat manusia. Namun tetap,  bukan berarti pelaku harus dihukum kebiri.

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Kronologi

Ilustrasi Penangkapan (Liputan6.com/M.Iqbal)

Sebelumnya, Muhammad Aris sejak 2015 lalu terbukti telah mencabuli 9 anak gadis yang tersebar di Mojokerto. Aksi pelaku sempat terekam kamera CCTV salah satu perumahan di Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Kamis 25 Oktober 2019 sekitar pukul 16.30 WIB. Akhirnya pelaku berhasil diringkus polisi pada 26 Oktober 2018.

Lalu, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menjatuhkan vonis bersalah pada Aris karena melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat (2) UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Vonis tersebut tertuang dalam Putusan PN Mojokerto nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019.

Hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan pun dijatuhkan pada Aris. Sebagai hukuman tambahan, hakim memerintahkan pada jaksa agar melakukan 'kebiri kimia'.

Dalam kasus ini, Aris sempat minta banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur karena tidak terima dengan putusan hakim. Namun, oleh hakim PT, putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto justru dikuatkan.

Vonis tersebut tertuang dalam Putusan PT Surabaya nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY pada 18 Juli 2019. Putusan ini pun dianggap berkekuatan hukum tetap, lantaran Aris tak lagi mengajukan keberatan alias kasasi.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya