Kementerian ESDM Minta Kandungan Mineral Tak Masuk RUU Pertanahan

Kewenangan tanah atas kandungan di bawahnya atau mineral sudah diatur oleh Undang-Undang Migas.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Agu 2019, 13:16 WIB
Ilustrasi jenis tanah Indonesia (Sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta agar Rencana Undang-Undang (RUU) Pertanahan hanya sebatas mengatur kandungan tanah di atas permukaan saja. Sebab, kewenangan tanah atas kandungan di bawahnya sudah diatur oleh Undang-Undang Migas.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas, Djoko Siswanto mengatakan pemisahan ini dilakukan agar dalam RUU yang baru nanti tidak bersinggungan dengan UU Migas. Di mana dalam UU migas dijelaskan kepemilikan atas tanah tidak termasuk kandungan kekayaan alam seperti air, tanah sesuai pasal 33. Sementara yang ada di dalamnya punya negara diatur oleh UU migas.

"Kita minta dikecualikan kalau ESDM untuk di bawah tanah diatur oleh undang-undang migas. Ini aja yang kita minta. Dan ini Alhamdullilah sudah disepakati tinggal disusun draftnya.," kata dia saat ditemui di Kementerian Perekonomian, Jakarta, Selasa (27/8).

Sebelumnya, Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan dapat segera diselesaikan sebelum masa jabatan pemerintahan ini berakhir. RUU ini menjadi penting untuk membenahi segala bidang persoalan tanah yang ada.

Wapres JK mengatakan, RUU Pertanahan nantinya akan menggantikan posisi Undang-Undang Pokok Agraria yang dibuat pada 1990 tahun lalu. Sebab, UU yang lama sudah tidak relevan di tengah perkembangan zaman saat ini.

"Kita berusaha (disahkan dalam periode ini) Karena ini, jangan lupa, Undang-Undang inisiatif DPR. Itu sejak tiga tahun lalu," kata Wapres JK di Kantornya, Jakarta, Selasa (20/8).

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jokowi Minta RUU Pertanahan Rampung September 2019

Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberi sambutan saat membagian sertifikat tanah di Pasar Minggu, Jakarta, Jumat (22/2). Jokowi menyebut tahun 2017 pemerintah sudah menerbitkan 5 juta sertifikat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menargetkan Revisi UU Pertanahan rampung pada September 2019. Hal ini, kata dia, sesuai arahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam rapat terbatas RUU Pertanahan.

"(Arahan Presiden) kejar target September selesai. Enggak ada beda-beda. Koordinasi, segera," ujar Sofyan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (12/8/2019).

Menurut dia, pembahasan RUU Pertanahan saat ini sudah ada perkembangan. Namun, masih ada perbedaan pandangan antara kementerian terkait. Adapun masalah yang belum disepakati adalah soal kewenangan.

"Maka Pak Wapres (Jusuf Kalla) akan koordinasi sehingga UU bisa diselesaikan pada masa ini," kata Sofyan.

Dalam RUU nanti, pemerintah akan memperkenalkan single land administration system. Dengan begitu, administrasi pertanahan di Indonesia hanya akan menggunakan satu sistem.

"Nah sistem itu mungkin nanti standarnya seperti one-man policy yang laksanakan boleh saja Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan. Kemudian tambang dan lain-lain, tapi sistemnya harus sama," jelasnya.

"Standar yang sama, sehingga dengan demikian semua orang akan bisa melihat satu sama lain," sambung Sofyan.


Desakan DPR Sahkan September

Rapat paripurna DPR masa persidangan IV tahun sidang 2016-2017, Rabu (15/3/2017). (Liputan6.com/Taufiqurrohman)

Sebelumnya, Real Estate Indonesia (REI) meminta agar DPR bisa mengesahkan RUU Pertanahan pada September mendatang dan tidak diundur. REI mendukung RUU ini sebab sektor mereka butuh kepastian hukum demi pengembangan usaha.

Pandangan REI berbeda dari sebagian kalangan yang meminta agar pengesahan RUU ini diundur. Jika pengesahan diundur hingga ada anggota DPR baru, REI khawatir persoalan pertanahan tak kunjung selesai, apalagi mengingat aturan yang ada sudah berusia lebih dari setengah abad.

Dalam RUU Pertanahan ini, REI memberi usulan seperti batas waktu kepemilikan tanah orang asing, isu definisi tanah terlantar, sengketa tanah, hingga hak waris tanah. Ia menilai isu-isu itu butuh kepastian hukum agar tak menghambat pengembang. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya