Perintah Aneh Syahbandar Kendari Sebelum Kapal Terbakar di Konawe

Sebelum kapal terbakar, syahbadar Kendari memberikan perintah berlayar yang aneh meskipun kapal kelebihan manifes hampir 3 kali lipat.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 28 Agu 2019, 04:00 WIB
KM Izhar, usai terbakar dan tinggal puing di perairan Konawe, Jumat (16/8/2019).(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Kendari - Insiden kapal terbakar, KM Izhar rute Pelabuhan Kendari-Salabangka Sulawesi Tengah, menelan 13 korban jiwa, Jumat (16/8/2019). Tim SAR Kendari sudah menghentikan operasi pencarian orang hilang dan polisi sudah menetapkan nahkoda kapal sebagai tersangka.

Dua orang korban hilang yang belum ditemukan yakni, Iti (40) dan Nurlaela (50). Keduanya tak ada kabar, meski sudah sepekan dicari tim SAR.

Usai insiden, masih banyak tanda tanya soal KM Izhar. Diantaranya, soal perintah aneh dari syahbandar agar kapal berlayar.

Kapal diberi perintah meskipun belum dicek secara langsung jumlah penumpangnya. Syahbandar juga percaya saja kepada nahkoda tentang jumlah penumpang dan langsung memberikan izin.

Kepala Syahbandar Kendari, Letkol Marinir Benyamin Ginting mengatakan, pihaknya bertugas menandatangani Surat Perintah Berlayar (SPB) kapal terbakar. Jumlah penumpang yang disetujui sebanyak 33 orang.

"Kami menandatangani surat izin berlayar berdasarkan jumlah jaket pelampung. Saat itu jumlah tempat tidur di kapal sekitar 70 unit," ujar Kepala Kantor Syahbandar Kendari, Letkol Marinir Benyamin Ginting.

Kenyataannya, perintah berlayar ini tak disertai pengecekan syahbandar terhadap jumlah penumpang. Akibatnya, meski penumpang membludak hingga hampir 3 kali lipat, kapal tetap berangkat.

Hal ini terungkap setelah Kantor SAR Kendari melakukan pendataan dan verifikasi penumpang. Jumlah penumpang mencapai 87 orang.

"Di dalam proses embarkasi penumpang, petugas syahbandar memastikan kapasitas penumpang kepada nahkoda bahwa penumpang tak melebihi jumlah sertifikat kapal yang hanya membolehkan kapal mengangkut penumpang," jelas Ginting.

Ginting berdalih, yang bisa menjelaskan kesalahan manifes penumpang berlebih adalah nahkoda kapal. Alasannya, nahkoda bernama Sarluddin Abdul Rasak, sudah membuat surat pernyataan jumlah penumpang.

"Syahbandar melalui manifes yang sudah dipegang, biasanya terlibat dalam proses naiknya penumpang. Biasanya kami akan menghitung. Kalau kelebihan penumpang kami tak tahu pastinya karena kapal seperti ini dimana saja bisa mengambil penumpang," kata Ginting.

Kapolda Sultra, Brigjen Pol Iriyanto malah membuat pernyataan berbeda. Manifes penumpang menurutnya tidak berlebih. Dia mengatakan, kapasitas kapal terbakar sekitar 100, yang diangkut sekitar 70 orang lebih.

"Kami akan periksa KSOP, karena ada korban," tegas Iriyanto.

Sepekan lebih setelah insiden kapal terbakar, Polda Sulawesi Tenggara belum merilis hasil pemeriksaan terhadao kepala syahbandar Kendari dan anggotanya. Padahal, karena perintahnya, nahkoda KM Izhar berani berlayar meskipun memiliki kelebihan manifes penumpang.


Usulan Bangun Jembatan

Anggota DPR RI Komisi V, mengunjungi lokasi terbakar, Jumat (23/8/2018).(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Anggota Komisi V DPR RI asal Sulawesi Tenggara, Ridwan BAE datang di Kota Kendari, Jumat (23/8/2019). Dia mengatakan, tidak mencampuri kelanjutan hukum pemeriksaan nahkoda dan pihak KSOP.

Soal lanjutan proses hukum syahbandar dan nahkoda, diserahkan kepada pihak berwajib.

Ridwan berujar, pihaknya melihat wilayah Sultra menjadi salah satu yang paling rawan kecelakaan laut. Sehingga, membangun jembatan penghubung dianggap menjadi salah satu solusi jitu.

"Kenapa ada rencana begitu? dari data yang ada, ternyata masyarakat Menui Sulawesi Tengah, lebih banyak berbelanja di Kota Kendari Sulawesi Tenggara, untuk jenis kebutuhan semen, bahan bangunan dan konstruksi karena lebih murah dibeli di Kendari daripada harus ke Morowali atau ke Palu," ujar Ridwan BAE.

Beratnya beban yang harus diangkut kapal sejenis KM Izhar dan potensi ancaman kecelakaan laut, menurutnya harus diambil langkah jitu. Pembangunan jembatan, solusi salah satunya.

"Membuat jalan pintasan dari daerah terdekat yang menghubungkan Sulawesi Tengah dan Tenggara bisa jadi langkah lainnya, setelah itu kami harapkan Pemda bisa membangun pelabuhan feri," ujar Ridwan.

Dia melanjutkan, sudah memberitahukan Komisi V DPR RI soal insiden KM Izhar. Selanjutnya, pihaknya akan berkunjung bersama Ditjen Perhubungan Laut dan Darat Kementerian Perhubungan pada 31 Agustus mendatang.

"Kalau Ditjen tak bisa hadir, minimal mengutus wakilnya eselon II. Karena soal kecelakaan laut, jadi masalah serius yang sering terjadi dan kerap memakan korban di wilayah Sultra," pungkasnya.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya