Liputan6.com, Jakarta - Pengebirian atau dikenal juga sebagai gonadectomy adalah prosedur pemotongan genital guna menghilangkan fungsi biologis.
Tindakan ini biasanya dimaksudkan sebagai hukuman terhadap pelaku kejahatan atau orang-orang yang dianggap melanggar norma. Seperti hukuman kebiri kimia yang baru-baru ini dijatuhkan kepada seorang pelaku kejahatan paedofilia.
Advertisement
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menjatuhkan vonis bersalah pada Aris karena melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat (2) UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Vonis tersebut tertuang dalam Putusan PN Mojokerto nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019.
Hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan pun dijatuhkan pada Aris. Sebagai hukuman tambahan, hakim memerintahkan pada jaksa agar melakukan hukuman kebiri kimia.
Sejak 2015 lalu, Muhammad Aris terbukti telah mencabuli 9 anak yang tersebar di Mojokerto. Modusnya, sepulang kerja menjadi tukang las, dia mencari mangsa.
Dia kemudian membujuk korbannya dengan iming-iming dan membawanya ke tempatnya sepi lalu melakukan perbuatan asusila pada korban.
Namun di beberapa kebudayaan, hukuman kebiri merupakan bagian dari tradisi yang berusia ratusan tahun. Berikut ini beberapa di antaranya yang sempat terekam sejarah:
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Praktik Kebiri Kasim di China
Pengebirian kasim merupakan bagian dari tradisi di China kuno. Praktik ini dijalankan selama beberapa dinasti.
Saat itu, pengebirian adalah syarat untuk mendapatkan pekerjaan di istana sebagai kasim. Sebab seorang kasim kadang bisa memperoleh kekuasaan yang besar di dalam istana.
Dilansir Beijing Made Easy, seorang kasim mendapat kepercayaan besar dari kaisar karena kemungkinan besar mereka tidak akan tergoda untuk merebut kekuasaan dan memulai sebuah dinasti.
Dilansir dari China Underground, ada dua cara untuk melakukan pengebirian pada calon kasim. Teknik pertama adalah dengan melakukan proses kebiri saat seseorang sudah dewasa.
Cara kedua adalah dengan melakukan kebiri saat calon kasim masih anak-anak. Area genital dijepit setidaknya tiga kali sehari hingga pertumbuhannya terhambat.
Dengan cara ini, bocah lelaki yang dikebiri akan memiliki karakteristik feminin seperti suara kecil dan tidak adanya jakun.
Advertisement
Kebiri Sukarela Sekte Cybele
Satu ini lebih miris lagi. Pasalnya para pengikut sekte Cybele dari masa Romawi kuno melakukan kebiri terhadap diri sendiri secara sukarela.
Menurut buku On Roman Time karya Salzman, setiap tanggal 24 Maret anggota sekte ini merayakan Dies Sanguinis atau 'hari Darah'.
Pada hari tersebut para pemuja Cybele dan Attis mempersembahkan darah mereka sendiri. Beberapa bahkan melakukan pengebirian terhadap diri sendiri. Praktik pengebirian ini umunya dilakukan oleh warga Galli.
Pada tahun 101 SM, pemerintah Romawi melarang praktik kebiri ini dan memerintahkan pengorbanan hewan sebagai gantinya.
Praktik Kebiri Naesi di Kerajaan Korea
Naesi, kasim dari Korea zaman kerajaan juga mengalami pengebirian. Pelayan anggota kerajaan dan pejabat negara ini mulai dikenal pada masa Dinasti Goryeo.
Pada tahun 1392 ketika Dinasti Joseon berkuasa, para naesi berada dalam naungan satu departemen khusus dan terdiri dari dua tingkatan golongan, yaitu sangseon dan naegwan.
Menurut buku Children in Slavery Through the Ages, pada masa Dinasti Yuan, kasim menjadi komoditas yang diinginkan untuk upeti, dan gigitan anjing digantikan dengan teknik bedah yang lebih canggih.
Advertisement
Pengebirian Kasim di Vietnam
Kerajaan Vietnam kuno mengadopsi sistem kasim dan teknik pengebirian dari China. Pada masa itu, satu-satunya pria yang boleh tinggal di istana adalah raja.
Menurut Vietnam Heritage Magazine, para kasim bertugas sebagai pelayan untuk anggota keluarga kerajaan yang wanita. Mereka menjalankan aktivitas yang umum dilakukan pelayan wanita, yaitu memijat, memakaikan riasan, dan mempersiapkan para selir sebelum berhubungan badan dengan raja.
Para kasim diharuskan menjalani proses kebiri untuk mencegah kemungkinan perselingkuhan dengan salah satu wanita di istana. Proses pengebirian dilakukan dengan memotong seluruh alat kelamin, termasuk penis dan testikel dengan pisau tajam.
Sebelumnya sang calon kasim diikat di atas meja dan alat kelaminnya disterilkan dengan air merica. Setelah dipotong, sebuah tabung kemudian dimasukkan ke dalam uretra untuk memungkinkan buang air kecil selama penyembuhan.
Castrato di Gereja-Gereja Eropa
Sampai abad 19, di Eropa masih terdapat praktik castratism pada anak-anak di bawah umur. Ini adalah praktik pengebirian terhadap para penyanyi pria saat mereka belum mencapai pubertas.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan kualitas suara penyanyi. Pasalnya para musisi ini biasanya kesulitan untuk menyanyikan nada-nada tinggi begitu memasuki usia remaja.
Para penyanyi yang menjalani castratism disebut castrato. Castrato sering dijumpai sampai abad 18, karena pada masa itu wanita masih dilarang bernyanyi di gereja.
Praktik ini mulai memudar pada awal abad 19. Castrato terakhir yang suaranya didokumentasikan adalah Alessandro Moreschi. Dia bertugas sebagai penyanyi di paduan suara Kapel Sistina. Moreschi meninggal pada tahun 1922
Reporter: Tantri Setyorini
Sumber: Merdeka.com
Advertisement