Ancaman Keamanan yang Nyata di Wilayah DIY dari Kacamata Profesor UGM

Para guru besar UGM melihat potensi peluang sekaligus ancaman dari pembangunan di DIY.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 29 Agu 2019, 11:00 WIB
Guru Besar UGM menggagas seminar tentang keamanan wilayah DIY dengan menggandeng sejumlah pemangku kepentingan. (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta Perkembangan dan laju pembangunan yang pesat di wilayah DIY akhir-akhir ini mendorong profesor UGM yang tergabung dalam Dewan Guru Besar (DGB) UGM menginisiasi sebuah ruang diskusi yang komprehensif dan konkret. Para akademisi ini memiliki alasan tersendiri berkumpul dan berdialog dengan stakeholders.

"Warga UGM prihatin melihat dampak pembangunan di Yogyakarta," ujar Koentjoro, Ketua DGB UGM, dalam pembukaan seminar nasional bertajuk Membangun Lingkungan Strategis dan Keamanan untuk menciptakan Keamanan Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta di Balai Senat UGM, Rabu (28/8/2019).

Isu keamanan menjadi fokus utama dalam pembicaraan ini. Sebab, wajah DIY yang semula menghadap ke utara telah berubah ke selatan seiring dengan pembangunan di wilayah pesisir selatan DIY.

Menurut Koentjoro, banyak studi menunjukkan perubahan sosial sebagai dampak pembangunan tidak semuanya bermanfaat. Bandara Internasional Yogyakarta, misalnya, selain membawa peluang juga mendatangkan ancaman.

Ia mengatakan ganti untung yang diberikan pemerintah belum tentu bisa mengatasi kemiskinan. Sebab, banyak tanah dijual dan hasilnya justru untuk membeli sepeda motor.

Lokasi bandara baru yang berbatasan langsung dengan Purworejo juga akan menjadi masalah baru dalam penanganan kejahatan lintas daerah atau transnasional. Ia tidak menampik pemkab Kulonprogo dan Purworejo memang sudah melakukan kerja sama melalui penandatanganan MoU.

"Tetapi apakah MoU itu bisa menggapai sampai ke jaringan kejahatan transnasional," tuturnya.

Guru Besar Psikologi UGM ini melihat laut selatan kini terbuka dan menjadi lalu lintas atau transportasi internasional. Dibukanya pintu gerbang selatan ini membuat pemangku kepentingan harus memiliki strategi dalam menerapkan kebijakannya.

 


Dampak Negatif Pembangunan

Guru Besar UGM menggagas seminar tentang keamanan wilayah DIY dengan menggandeng sejumlah pemangku kepentingan. (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Koentjoro menyebutkan pernah mengetahui kasus human trafficking di Pantai Gesing. Kasus-kasus seperti ini membutuhkan kesiapan para aparat.

"Apakah kapal polisi air siap, atau jangan-jangan tidak ada sarana," ucapnya.

Pembangunan jalan, tak terkecuali rencana jalan tol, juga harus disikapi dan melahirkan kebijakan yang tepat. Tujuannya, meminimalkan dampak negatif dan mengoptimalkan dampak positif.

Ia mencontohkan pembangunan JJLS membuat warga di Gunungkidul menjual tanah mereka dan membeli sepeda motor. Jalan yang mulus membuat anak muda rentan mengebut di jalanan. Seorang anak didiknya pernah mengalami kecelakaan dan meninggal di lintasan itu.

"Keprihatinan ini membuat kami menggandeng Polda, bagaimana bisa melihat ini. Kami menginginkan universitas jangan hanya menjadi menara gading tetapi dilibatkan dalam kegiatan di daerah untuk membantu masyarakat," kata Koentjoro.

Ia menegaskan seminar ini juga murni ide dari DGB dan bukan titipan Polda. Bahkan, pada kesempatan itu ia meminta maaf kepada Kapolda DIY Brigjen Pol Ahmad Dofiri yang merasa tidak nyaman karena muncul anggapan seminar ini adalah pesanan dari Polda DIY.

 


Waspada Setiap Saat

Guru Besar UGM menggagas seminar tentang keamanan wilayah DIY dengan menggandeng sejumlah pemangku kepentingan. (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan UGM, Djagal Wiseso Marseno, menuturkan ideologi harus dikelola dengan baik, terlebih muncul ancaman kejahatan transnasional. Sebagai daerah yang berorientasi pada among tani dagang layar, warga DIY juga harus selalu waspada dan tidak boleh lengah.

Ia mengungkapkan dalam seminar nasional mengenai bela negara dan radikalisasi di kampus yang diadakan UGM beberapa waktu lalu, para eks teroris diundang dan menjadi narasumber.

"Jaringan itu solid karena mereka selalu merasa ternacam," ujarnya.

Djagal mencontohkan, ketika ada tukang bakso keliling berada di depan indekos mereka lebih dari dua jam, secara otomatis mereka akan pindah keesokan harinya.

Menurut Djagal, secara makro sebagai negara, merasa tenang berarti bisa kehilangan kewaspadaaan dan dapat kehilangan banyak hal.

"Kita harus waspada terhadap ancaman apa pun, kehati-hatian harus ditanamkan, akademisi jangan asyik sendiri di laboratoriumnya," kata Djagal.

Melalui seminar nasional ini, para guru besar berharap dapat mengelaborasikan gagasan dan solusi konkret untuk memaksimalkan dampak positif pembangunan. Kerja sama dengan pemangku kepentingan bisa menghadirkan kesamaan pandangan dalam menyikapi situasi ke depan untuk stabilitas keamanan dan produktivitas.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya