Hukuman Kebiri Kimia di Mojokerto, Apa Tekniknya?

Hukuman kebiri kimia saat ini ramai diperbincangkan. Hal ini setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto, Jawa Timur memutuskan memberi pidana tambahan berupa hukuman kebiri kimia kepada Aris.

oleh Agustina Melani diperbarui 28 Agu 2019, 19:30 WIB
Ilustrasi steroid. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Hukuman kebiri kimia saat ini ramai diperbincangkan. Hal ini setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto, Jawa Timur memutuskan memberi pidana tambahan berupa hukuman kebiri kimia kepada Aris, pelaku kekerasan seksual terhadap sembilan anak di Mojokerto, Jawa Timur.

Selain mendapatkan hukuman tambahan berupa hukuman kebiri kimia, Aris mendapatkan vonis 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subside enam bulan kurungan penjara.

Vonis itu tertuang dalam putusan PN Mojokerto Nomor 69/Pid.sus/2019.Mjk tanggal 2 Mei 2019. Pelaku yang bekerja menjadi tukang las itu divonis bersalah. Ia melanggar Pasal 76 D Juncto Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Hukuman kebiri kimia ini mendapatkan pro dan kontra. Ada menyebutkan hukuman tersebut melanggar hak asasi manusia (HAM). Selain itu, hukuman tersebut juga belum tentu menyebutkan efek jera. Di sisi lain ada pihak juga menilai kalau hukuman kebiri kimia jadi upaya untuk melindungi anak dari pelaku kekerasan seksual. Dengan hukuman tambahan itu, hukuman kebiri kimia akan menjadi pertama di Indonesia.

Lalu apa saja jenis kebiri? Bagaimana teknis kebiri kimia?

Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI), Nur Rasyid menuturkan, ada dua jenis kebiri yaitu kimiawi dan fisik. Kebiri kimia tersebut dengan menyuntikkan obat yang memberikan efek menghentikan sementara produksi hormon testoteron yang dapat menurunkan libido atau aktivitas seksual. Kebiri kimiawi biasanya dipakai untuk penderita kanker prostat.

Obat dipakai kebiri kimiawi yang biasa digunakan yaitu agonis LHRH yang berfungsi memblokir perintah dari otak untuk produksi hormon testoterone sehingga tidak terbentuk hormon itu.

Ia menambahkan, kebiri kimiawi yang diberikan kepada penderita kanker prostat misalkan selama sembilan bulan. Kemudian hal itu dapat memberikan efek penurunan testoteron.  Meski demikian, menurut Rasyid, ada kemungkinan produksi testoteron bisa seperti semula jika kebiri kimiawi itu dihentikan dan hanya sembilan bulan tetapi memang tidak seperti semula.

Sedangkan terkait hukuman kebiri kimiawi bila dilakukan dua tahun, menurut Rasyid bakal ada efeknya terhadap seseorang tak hanya aktivitas seksual berkurang. "Badannya akan seperti lemas, tetapi tidak mengancam jiwa," ujar Rasyid saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (28/8/2019).

Sedangkan kedua, kebiri secara fisik yaitu dengan kebiri operasi jadi dilakukan pembedahan. Bila hukuman kebiri dengan fisik, Rasyid tidak setuju. Hal itu karena berdampak selamanya. "Jadi kalau kebiri operasi isi bijinya dikeluarkan atau dibuang, ini seumur hidup (dampaknya-red)," kata Rasyid.

Bicara soal hukuman kebiri kimiawi terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap sembilan anak, Rasyid mengatakan,  pihaknya menyetujui hukuman tersebut.

"Saya pada sisi yang pro karena (pelaku-red) sudah termasuk predator. Ia berkeliling kampung mencari mangsa jadi bukan ide impulsif, kalau dia dilepas maka akan mencari mangsa lagi," kata dia.

Rasyid menambahkan, hukuman diberikan juga harus mempertimbangkan dampak terhadap korban kekerasan seksual dalam hal ini anak di bawah umur. Rasyid menuturkan, dampak pemerkosaan kepada anak di bawah umur jangan dianggap sepele karena berimbas seumur hidup.

"Ini akan menimbulkan trauma. Jangan pikir itu akan hilang seminggu dan dua minggu. Kalau tidak didampingi secara benar efeknya bisa berpengaruh saat masa pubertas, dan bisa menciptakan penyimpangan seksual. Kemudian ketika dia menikah. Prinsipnya harus ada keadilan," kata Rasyid.

Rasyid menilai, hukuman kebiri kimiawi yang dilakukan di sejumlah negara berdampak terhadap kekerasaan seksual. “Turun jelas, misalkan di Inggris dan Amerika Serikat. Akan tetapi tidak bisa dihilangkan,” ujar dia.

Ia menambahkan, ada hukuman kebiri kimia juga diharapkan dapat memberikan efek kepada pelaku kekerasan seksual atau alami penyimpangan seksual untuk berpikir dua kali melakukan kekerasan seksual.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Putusan PN Mojokerto

Ilustrasi palu hakim pengadilan. (Sumber Pixabay)

Sebelumnya, Nugroho Wisnu Kasi Intelejen Kejari Mojokerto menyampaikan, Kejaksaan Negeri akan segera melakukan eksekusi hukuman kebiri kimia terhadap terdakwa pemerkosaan anak, Muhammad Aris, 21 tahun, warga Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto.

Dalam Putusan PN Mojokerto nomor 69/Pid.sus/2019/PN.Mjk tanggal 2 Mei 2019, pelaku yang bekerja menjadi tukang las itu, divonis bersalah. Ia melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Terdakwa dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa hukuman kebiri kimia kepada Aris.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya