Cegah Impor, DPR Minta Pemerintah Segera Benahi Tata Kelola Sampah

Pemerintah harus maksimalkan potensi sampah yang ada di dalam negeri terlebih dahulu untuk kebutuhan industri.

oleh Septian Deny diperbarui 29 Agu 2019, 09:45 WIB
Kontainer berisi sampah plastik dari Australia siap dikirim kembali ke negara asal di Port Klang, sebelah barat Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (28/5/2019). Malaysia menjadi tujuan alternatif utama untuk sampah plastik setelah China melarang impor limbah tersebut. (Mohd RASFAN/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Inas Nasrullah Zubir mengatakan impor sampah plastik dan penanganan pencemaran lingkungan hidup akibat limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang terjadi saat ini masih belum optimal.

"Memaksimalkan potensi sampah yang ada di dalam negeri terlebih dahulu, seperti industri yang membutuhkan limbah sampah plastik, membina pelapak pelapak sampah plastik, sehingga bahan baku industri daur ulang di Indonesia tidak perlu memgimportnya," jelas Inas Nasrullah Zubir di Jakarta, Kamis (29/8/2019).

Dia mengatakan sudah seharusnya pemerintah memperbaiki regulasi yang dibutuhkan untuk memperbaiki tata kelola impor sampah dan limbah ini betul-betul segera dipercepat penyelesaiannya.

 

“Penegakan aturan dan pengawasan yang ketat seketat-ketatnya terhadap impor sampah dan limbah yang masuk ke Indonesia, dan juga dilakukan langkah-langkah tegas yang harus dilakukan apabila ditemukan pelanggaran di lapangan,” ungkap Inas.

Menurut Inas, saat ini persoalan sampah impor yang mengandung limbah beberapa bulan terakhir menjadi isu hangat. Berdasarkan hasil investigasi Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) ditemukan bahwa masuknya sampah kertas impor sebagai bahan baku kertas juga disertai dengan sampah plastik. Tercatat setidaknya ada 12 pabrik kertas di Jawa Timur yang menggunakan bahan baku kertas bekas impor.

"Jenis sampah yang kertas campuran dengan kode HS47079000 diduga menjadi jenis sampah yang disusupi sampah plastik, karena merupakan jenis sampah campuran. Hasil investigasi Ecoton juga menunjukkan bahwa impor sampah kertas juga disusupi oleh kontaminasi sampah rumah tangga, khususnya sampah plastik dengan persentase mencapai 35 persen," katanya.

Peminat sampah impor juga meningkat pada 2018 lalu, lanjutnya, dimana hasil analisis dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, terlihat peningkatan impor sampah kertas yang masuk ke Jawa Timur meningkat sebesar 35 persen bila dibandingkan tahun 2017. Di mana Impor sampah kertas pada 2018 mencapai 738.665 ton.

“Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia. Dengan jumlah sampah plastik sebesar 3,2 juta ton per tahun dari total 64 juta ton per tahun volume sampah plastik yang dihasilkan Indonesia. Salah satu dampak dari pembuangan sampah plastik di laut adalah ditemukannya ikan dan garam di beberapa wilayah perairan di Indonesia telah terkontaminasi mikro plastik yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup,” tukas Inas.

   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pengendalian Impor Sampah dan Limbah

Petugas memeriksa peti kemas berisi sampah plastik yang mengandung limbah berbahaya dan beracun (B3) untuk di re-ekspor di Batam, Senin (29/7/2019). Indonesia mengirim kembali (re-ekspor) tujuh peti kemas berisi limbah plastik impor ke negara asalnya, Prancis dan Hongkong. (SEI RATIFA/AFP)

Sebelumnya dalam Rapat Terbatas yang membahas Impor Sampah dan Limbah , di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (27/8), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan sejumlah langkah harus dilakukan untuk mengendalikan impor sampah dan limbah. Misalnya dengan memaksimalkan sampah yang ada di dalam negeri terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri.

Presiden juga meminta agar regulasi yang dibutuhkan untuk memperbaiki tata kelola impor sampah dan limbah segera diselesaikan. Selain itu, penegakan aturan dan pengawasan harus dilakukan secara ketat terhadap impor sampah dan limbah yang masuk ke Indonesia.

Sekedar informasi ditemukannya sampah plastik pada kegiatan impor kertas bekas yang telah berkontribusi terhadap pencemaran di kali Brantas, Jatim.

“Perusahaan kertas yang kami pantau hampir semuanya menyalahgunakan izin impor, karena mengimpor sampah kertas terkontaminasi plastik dan memperjualbelikannya kepada masyarakat, bahkan membuangnya di sempadan sungai dan lahan bekas tambang Galian C. Sampah skrap plastik bernilai rendah umumnya dibakar dan limbah proses daur ulang dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan limbah. Limbah cair dari 12 industri kertas Jawa Timur pengimpor sampah kertas melepaskan limbah mikroplastik ke Kali Brantas,” ujar Direktur Eksekutif ECOTON, Prigi Arisandi.

“Akibatnya sumber air baku PDAM dan 80% sampel ikan Kali Brantas mengandung mikroplastik di dalam lambungnya. Pembakaran sampah plastik impor untuk bahan bakar pabrik tahu atau untuk menangani tumpukan sampah melepas gas beracun dioksin dan furan, menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat khususnya anak-anak, dengan risiko penyakit pernafasan, keguguran, penurunan kecerdasan, hingga kanker” tambah Prigi.

 


Larangan Impor Sampah

Petugas dengan alat berat mengangkat peti kemas berisi sampah plastik yang mengandung limbah berbahaya dan beracun (B3) ke atas kapal di Batam, Senin (29/7/2019). Indonesia mengirim kembali (re-ekspor) tujuh peti kemas berisi limbah plastik impor ke Prancis dan Hongkong. (SEI RATIFA/AFP)

Dalam aturan yang ada, secara jelas melarang memasukkan sampah dan limbah ke wilayah Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian LHK perlu melakukan upaya nyata untuk mengatasi khususnya permasalahan sampah plastik dan sampah secara umum, serta mengkaji kebijakan impor kertas bekas yaitu sampah plastik untuk kebutuhan industri.

Hal itu dibuktikan dengan masih sering ditemukan adanya perusahaan yang tidak melakukan penanganan lingkungan hidup dengan baik dalam setiap kegiatan inspeksi mendadak (sidak) Panja Limbah dan DPR RI.

“Arah reformasi kebijakan impor sampah/limbah harus diarahkan pada penghentian impor sampah/limbah. Langkah awalnya adalah menghilangkan hambatan penegakan hukum dari segi definisi sampah dan limbah. Kejelasan definisi tersebut menjadi awal yang diperlukan untuk pencegahan terjadinya impor limbah atau sampah,” ujar Fajri Fadhilah Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).

“Selanjutnya, Presiden harus memastikan keselarasan aturan pengendalian impor sampah/limbah di antara berbagai jenis peraturan perundang-undangan. Selain itu, pemberian sanksi terhadap pelanggaran impor sampah/limbah harus dilakukan secara terbuka kepada publik,” tutup Fajri.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya