Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) mengusulkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan secara signifikan yaitu lebih dari 100 persen. Jika dibandingkan dengan besaran iuran sekarang, memang masih jauh di bawah biaya pokok. Sehingga usulan Menkeu untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan adalah hal yang rasional.
Mungkin yang menjadi pertanyaan adalah apakah kenaikan itu dibebankan ke konsumen atau ada potensi lain untuk menekan tingginya defisit finansial BPJS Kesehatan.
Baca Juga
Advertisement
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abasi menyatakan, pemerintah bisa saja melakukan relokasi subsidi energi dan menaikkan cukai rokok. Sebagian dari subsidi energi yang masih mencapai Rp 157 triliun sebagiannya bisa direlokasikan menjadi subsidi BPJS Kesehatan atau yang urgen adalah dengan menaikkan cukai rokok secara signifikan.
"Persentase kenaikan cukai rokok itu sebagiannya langsung dialokasikan untuk memasok subsidi ke BPJS Kesehatan," ujar dia di Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Tulus menilai skema tersebut tidak membebani konsumen BPJS Kesehatan. Selain itu merupakan upaya preventif promotif dan pemerintah bisa menambah suntikan subsidi BPJS Kesehatan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Desakkan YLKI
Namun demikian, jika pemerintah tetap ingin menaikkan iuran BPJS Kesehatan, maka YLKI akan mendesak pemerintah untuk melakukan reformasi total terhadap pengelolaan BPJS Kesehatan, antara lain:
1. Menghilangkan kelas layanan, iuran BPJS berkeadilan, yang mampu membayar lebih tinggi.
2. Daftar peserta BPJSKes kategori PBI harus diverifikasi ulang agar lebih transparan dan akuntabel.
3. Managemen BPJSKes harus membereskan tunggakan iuran dari kategori mandiri/pekerja bukan penerima upah, yang mencapai 54 persen. Fenomena tunggakan ini jika dibiarkan akan menjadi benalu bagi finansial BPJS Kesehatan. Di sisi yang lain, kenaikan iuran untuk kategori peserta mandiri juga akan memicu tunggakan dari peserta mandiri akan semakin tinggi.
4. YLKI mengusulkan untuk menjadi mitra faskes tingkat pertama, seperti puskesmas dan klinik juga harus dilakukan verifikasi. Khususnya terkait ketersediaan dan jumlah dokter.
Terkait usulan kenaikan tarif, YLKI memberikan toleransi dengan formulasi besaran, meliputi kategori peserta PBI kenaikannya pada kisaran Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu. Sementara untuk peserta non PBI, usulan tarif rata-rata Rp 60 ribu.
"Dengan demikian YLKI mendorong pemerintah untuk memrioritaskan skenario yang lain, seperti merelokasi subsidi energi dan atau menaikkan cukai rokok untuk menambal defisit finansial BPJS Kesehatan, dan tidak perlu menaikkan tarif. Kenaikan tarif adalah skenario terakhir. Atau setidaknya pemerintah melakukan kombinasi keduanya," tandas Tulus.
Reporter: Chrismonica
Advertisement